Dermatologi dan Venerologi, Taktik Ngelesologi Melawan Konsulen

11.7K 2.4K 757
                                    

Dokter Kim Jaehwan spesialis kulit dan kelamin konsultan penyakit menular seksual menatap koass di depannya dengan dahi berkerut dan jari yang sibuk mengusap ujung dagunya. Ia menatap seorang koass terlambat di depannya dengan mata memincing dari atas ke bawah. "Kamu ganteng, dek. Perawat satu rumah sakit pasti bilang kalo kamu ganteng. Tapi rambutmu..." Ia mengulurkan tangannya untuk meraih rambut awut-awutan koass di depannya. "Kayak jambul ayam gini, kenapa?"

Si koass terlambat alias Cha Junho meringis menatap dokter Jaehwan, sementara di  sampingnya, teman-teman sepengirimannya sudah duduk rapi untuk pembekalan sebelum stase dimulai. "Ini bukan jambul ayam, dok. Saya nggak sempat sisiran dan pas lari ke sini tadi, rambut saya ketiup angin. Jadi begini."

Jaehwan mengangguk-angguk beberapa kali. "Tidur jam berapa kamu semalam?" tanyanya mengintimidasi.

Junho menelan ludahnya kasar. "Saya nggak tidur, dok," jawabnya.

"Kenapa kamu nggak tidur? Sok mau jadi jagoan kamu sampai nggak butuh tidur? Nanti kalo pasien banyak terus kami nggak dapat waktu tidur, ngeluh sana sini bilang nggak manusiawi? Dasar koass," omel Jaehwan sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

Junho meringis. Ia melirik ke samping, ke arah teman-temannya yang hanya duduk di bangku mereka tanpa berani membelanya. Ketika ia memberi kode kalau ia butuh bantuan, yang mereka lakukan hanya mengalihkan pandangan, pura-pura menulis, pura-pura membaca, dan pura-pura tidak melihat gesture yang ia lakukan.

"Dek, kamu anaknya dokter konsultan baru di bagian penyakit dalam ya?" tanya Jaehwan lagi setengah menodong.

Junho langsung berdiri tegak dan berhenti melirik teman-temannya. "Iya, dok. Mama saya dokter spesialis penyakit dalam konsultan gastroenterologi dan hepatologi dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Kakak kedua saya masih dokter residen dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Papa saya dokter spesialis bedah konsultan bedah vaskuler dan endovaskuler. Kalo kakak saya yang pertama, masih PPDS di Orthopedi, tapi udah mau selesai."

Jaehwan mengangguk. "Keluarga kamu dokter semua ya?" tanyanya menodong.

Junho menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. "Iya, dok. Keluarga saya dokter semua. Kalo saya nggak jadi dokter, saya bisa dicoret dari kartu keluarga dan nggak dapat warisan kalo papa saya mendadak serangan jantung walaupun nggak punya riwayat penyakit jantung."

"Kalo keluarga kamu dokter semua, kenapa kamu bisa telat hari ini? Telat bukan ciri khas dokter," Jaehwan berkata ketus. Tanpa ia tahu, di belakang sana Dongpyo sudah tertawa tidak jelas di balik buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Junho meringis lagi. "Saya bisa telat hari ini karena kena macet, dok," jawabnya.

"Punya berapa banyak nyawa kamu sampai berani telat?"

Junho menelan ludahnya. Ia sempat menoleh ke arah teman-temannya, tapi kemudian kembali membalas tatapan dokter Jaehwan dengan wajah mengerut bingung. "Saya punya berapa nyawa? Kalo nggak salah, nyawa saya banyak, dok. Soalnya saya udah pernah telat di Orthopedi dulu sewaktu ngekoass pertama. Jadi kesimpulannya, nyawa saya banyak, dok hehehe... ADUDUH! AMPUN, DOK!"

Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin yang dipegang oleh Dongpyo seketika jatuh ke lantai saat mendengar Junho meraung keras saat Jaehwan tiba-tiba menjewer daun telinganya, menariknya penuh kekuatan dan sepenuh hati, dan membuat para koass di sana hanya menganga.

"Dok, ampun. Besok-besok saya akan ngekoass dengan penuh semangat dan suka cita, tapi lepasin telinga saya, dok. Ini nggak ada gantinya di rumah. Kalo copot saya harus pakai telinga apa besok, dok?" Junho memegangi pangkal telinganya, sementara bagian daun telinganya ditarik oleh Jaehwan.

COASS COOPERATE 3.0 [Sequel of CC 2.0]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang