Sensasi ga enak di perutnya membuat Chang-Min perlahan buka matanya.
Rasa sakit tumpang tindih menghantam kesadarannya. Sakit, dari ujung kepala sampai kakinya sakit.
Pandangannya yang semula buram perlahan mulai fokus. Mungkin karena matanya selalu ditutup beberapa hari belakangan, dia jadi ga sanggup ngeliat lama-lama. Matanya pun sakit.
Chang-Min mencoba bergerak, tapi dia ga punya tenaga. Ditambah sepertinya ada lengan yang meluk dia dari belakang. Pelukan yang posesif di atas tubuh polosnya yang cuma berbalut selimut.
Tapi perutnya ga enak. Bener-bener ga enak. Dia berusaha nahan sesuatu yang hendak keluar dari tenggorokannya tapi ga bisa.
"Huek .... Sakit ...." gumamnya, terlampau pelan.
Chang-Min pun ga tau kenapa tenggorokannya terasa perih di saat bersamaan.
"Kamu mau muntah, Sayang?"
Dia denger suara dari belakangnya. Suaranya lembut, tapi kuat. Penuh tuntutan, dan ga bisa dibantah.
Chang-Min cuma ngangguk pelan. Dia masih ga sadar dengan keadaannya sekarang. Ingatannya berhenti seketika.
Yang Chang-Min ingat hanya rasa sakit bertubi-tubi sejak semalam mereka ... bercinta? Lebih tepatnya dipaksa bercinta dengannya.
"Ayo aku temenin ke kamar mandi. Jangan ditahan," kata suara itu lagi.
Lalu Chang-Min merasa pelukannya tadi dilepas. Berganti lengan yang sama tapi sekarang coba ngangkat tubuhnya.
Dan akhirnya Chang-Min bisa lihat siapa orang yang dari tadi ngomong sama dia.
Semalam matanya masih ditutup jadi Chang-Min ga tau. Tapi sekarang setelah lihat langsung, Chang-Min ga merasa kenal siapa pemuda sipit berkulit pucat ini. Matanya biru gelap serupa berlian. Indah tapi tajam.
Dia masih diam saat tubuhnya diangkat, digendong turun dari tempat tidur. Perutnya mulai ga enak lagi. Kepalanya pusing luar biasa dan seluruh perih di tubuhnya datang bersamaan.
Chang-Min sekarat.
Dia ga peduli dengan tubuhnya yang telanjang. Semua rasanya sakit. Chang-Min cuma mau ngeluarin semua isi perutnya.
Dan bener aja, begitu dia udah duduk di samping kloset, semua isi perutnya dia muntahin.
Bukan makanan yang belum dicerna. Bahkan Chang-Min ga inget kapan terakhir kali dia makan makanan manusia.
Chang-Min selalu dicekoki darah selama di sini.
"Huek ... huek ...."
Entah darah siapa itu yang keluar, mulai dari merah terang, merah tua sampai hitam pekat. Udah berkali-kali Chang-Min nyiram klosetnya tapi rasa ga enak di perutnya tak kunjung hilang.
"Keluarin aja semua, ya. Jangan ditahan."
Pemuda itu ikut berjongkok di belakangnya, ngusap bahu Chang-Min.
Chang-Min capek, tapi seakan masih banyak darah hitam yang terus mendorong untuk keluar dari perutnya.
"Susah banget mutus ikatan kalian, tuh. Tapi untung akhirnya bisa."
Chang-Min ga ngerti, ga bisa menangkap suara-suara yang dia dengar. Dia cuma fokus ke rasa mual dan sakit di seluruh tubuhnya.
Cukup lama, sampai dirasa muntahannya berhenti. Chang-Min ngelamun, ga ada apa pun yang bisa dia pikirin saat ini.
"Udah, Sayang?"
Pemuda itu gendong Chang-Min lagi. Kali ini ke arah bathtub yang udah ada air serta taburan bunga di dalamnya.
Napas Chang-Min masih ga teratur. Dia udah mau merem lagi tapi ga jadi saat tubuhnya perlahan ditidurin ke dalam bathtub.
"Sakit .... Sakit ...."
Rasanya perih dan ada sensasi terbakar di kulitnya. Ini air dingin biasa, Chang-Min tau kalau airnya dingin tapi kenapa rasanya kulitnya perih banget.
"Tahan, ya. Kamu harus dibersihin sampai benar-benar bersih."
Pemuda itu ikut masuk bareng Chang-Min. Bagai main boneka-bonekaan, pemuda itu dengan telaten bersihin tubuh Chang-Min.
"Perih ... udah ... berhenti .... Sakit ...."
Berbanding terbalik dengan senyuman pemuda itu. Dia bener-bener telaten bersihin tubuh Chang-Min. Darah dan luka di tubuh Chang-Min perlahan luntur. Rasanya perihnya perlahan menghilang.
Tapi Chang-Min udah ga kuat. Matanya hampir terpejam lagi. Kalau setelah ini Chang-Min mati, Chang-Min ikhlas. Dia udah ga mikirin hidupnya lagi. Semuanya terlampau sakit.
Chang-Min cuma mau sakitnya berhenti. Kematian salah satu jalannya.
Tapi Chang-Min masih bisa ngerasain sentuhan lembut di bibirnya, dilanjut lumatan-lumatan yang semakin lama semakin intens.
Napasnya melemah. Chang-Min cuma pasrah, dia ga bisa berontak.
Dia cuma mau mati. Death drive-nya udah sebesar itu.
Mata Chang-Min udah sepenuhnya terpejam. Tapi kesadarannya masih tertinggal. Dia masih bisa ngerasain lumatan di bibirnya berhenti. Tubuhnya diangkat lagi, digendong ke suatu tempat.
Mungkin kembali ditidurin ke kasur, karena rasanya empuk dan nyaman. Tubuhnya dikeringkan, mungkin pakai handuk. Lalu Chang-Min merasa tubuhnya dipakaikan sesuatu. Chang-Min bener-bener jadi boneka yang sedang didandani.
"Kak, dipanggil Ayah—Kak?? Itu ... dia ...."
"Kenapa kamu ke sini?"
"Itu ... Ayah cari Kakak soalnya ... Kakak langsung hilang setelah pembersihan."
Chang-Min kenal suara itu. Tapi dia ga bisa berpikir.
"Iya, nanti Kakak pulang."
"Tapi ... dia ...."
"Jangan kasih tau Ayah atau kakak yang lain."
Rambut Chang-Min dirapiin. Tubuhnya diangkat lagi, dibuat senyaman mungkin tidur di kasurnya. Chang-Min ngerasain satu kecupan di keningnya sebelum denger langkah kaki menjauh.
Tapi ada satu langkah kaki lagi yang mendekat. Ga tau ini siapa, tapi dia nyelipin sebuah benda panjang kecil di antara dua tangan Chang-Min yang ditaruh di atas perutnya.
Tangkai ... bunga?
"Maaf, Chang-Min. Maaf ...."
Setelah denger suara itu, semuanya mendadak hening.
Chang-Min mau buka matanya, tapi dia terlalu lelah. Dia udah ga diikat lagi, harusnya bisa kabur, kan?
Tapi dia ga bisa.
"Kak ... Kak Young ... Hoon ...."
Dan akhirnya kesadaran Chang-Min kembali menghilang. Mungkin dia akan tidur untuk waktu yang lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thrilling Love (Book I) || The Boyz
FanfictionThe vampires finally found their partners, but will everything always be fine? The Boyz with other idols. bxb June 26 2019 - June 14 2020