[56]

3.7K 554 15
                                    

Sore harinya Sang-Yeon baru dateng lantaran tadi banyak kerjaan yang ga bisa ditinggal. Berita hiatus tiga artisnya bikin agensi dapet banyak telpon. Agensi emang ga nyebut penyakit tiap orang jadi mungkin penggemar nuntut kejelasan.

Karena susah juga, mereka bertiga kan ga bener-bener sakit.

"Maaf ya tadi Ayah suruh Young-Hoon nelpon kamu dadakan." Chan-Yeol yang dari tadi nunggu di teras senyum ke Sang-Yeon.

"Saya yang minta maaf karena telat datengnya," jawab Sang-Yeon.

Jujur selama beberapa hari ga ketemu Chan-Hee, Sang-Yeon merasa ada yang kurang. Ga ada orang yang bisa diajak ngobrol. Ga ada orang untuk berbagi cerita, ketawa bareng, nemenin dia tiap malem kalau insomnia.

Sang-Yeon udah terbiasa dengan kehadiran Chan-Hee.

"Ayo masuk, Chan-Hee di kamarnya."

Chan-Yeol sebenernya berat ngelepas Chan-Hee karena dia baru aja sadar. Harusnya dapet darah dari Young-Hoon dulu, setidaknya untuk menekan nafsunya.

Takutnya Chan-Hee ke Sang-Yeon nanti terlalu banyak minum darahnya, ga bagus juga untuk Sang-Yeon.

Mereka jalan bareng ke lantai dua. "Chan-Hee baru sadar tadi siang, jadi maklum ya kalau masih agak ngelamun.

"Coba ajak ngobrol. Tadi ada kejadian kurang enak. Perlakuin Chan-Hee yang baik, ya?

"Chan-Hee masih dalam pengawasan Ayah jadi nanti kalau dia terlalu banyak minum darah kamu Ayah yang misahin."

Sang-Yeon ngangguk. Mereka jalan terus sampai tepat berdiri di depan pintu kamar Chan-Hee.

"Chan-Hee, ini Sang-Yeon udah dateng," kata Chan-Yeol sembari ngetuk pintu.

Berasa lagi datengin anak gadis terus izin dulu ke ayahnya. Gemes.

Chan-Yeol buka pintunya dengan Sang-Yeon yang ngikutin dari belakang.

Chan-Hee lagi baca novel di atas kasur. Harusnya dia denger sih panggilan ayahnya tadi tapi entah kenapa masih diem aja di sana.

"Chan-Hee? Ini Sang-Yeon," ucap Chan-Yeol sekali lagi waktu mereka berdua tepat berdiri di dekat tempat tidur.

Chan-Hee noleh, ngeliatin mereka berdua sebentar lalu nutup bukunya. "Iya, Yah," jawabnya.

"Ayah tinggal, ya? Sang-Yeon nanti kalau mau makan boleh ke dapur aja, Chang-Min lagi masak."

"Iya."

Sang-Yeon duduk di pinggir tempat tidur begitu Chan-Yeol nutup pintu kamar.

"Feel better?" tanya Sang-Yeon.

Chan-Hee ga jawab, cuma ngeliatin Sang-Yeon.

He misses him so much but why there's something weird inside his heart?

"Mau peluk?" Sang-Yeon masih senyum ke Chan-Hee.

Ternyata emang bener Chan-Hee masih ngelamun terus, cuma diem. Biasanya dia bawel, banyak cerita, ceria. Sang-Yeon ga tega liatnya.

"Kakak sini duduknya deketan," akhirnya Chan-Hee ngomong juga.

Sang-Yeon ketawa kecil liat Chan-Hee yang juga ikutan geser duduknya. Lucu, kayak anak kecil.

Sekarang mereka duduk sampingan. Chan-Hee ngeliatin Sang-Yeon lagi cukup lama.

"Kenapa sih, Sayang? Sini peluk," kata Sang-Yeon terus meluk Chan-Hee duluan.

Chan-Hee balas meluk Sang-Yeon. Dia duduknya agak turun sampai sisi kiri kepalanya tepat di dada Sang-Yeon. Chan-Hee suka denger detak jantung Sang-Yeon yang teratur.

Hampir semua vampir suka detak jantung manusia. Karena mereka ga punya itu. Rasanya nyaman dan tenang kalau denger itu.

"Tidurnya lama banget, sih, kan Kakak kangen."

Kayaknya khusus hari ini Sang-Yeon akan lebih banyak ngomong ke Chan-Hee. Sang-Yeon ga ngerti kenapa tapi kayaknya emang ada yang ga beres sama Chan-Hee.

Chan-Hee eratin pelukannya. Sejak kapan jadi senyaman ini.

"Aku mimpi aneh waktu tidur," ucap Chan-Hee.

Chan-Hee ga natap Sang-Yeon, matanya nerawang ke jendela yang masih tertutup tirai. Udah mulai gelap dan mereka ga ada yang nyalain lampu.

Tangan Sang-Yeon ngusapin rambut Chan-Hee yang mulai panjang. Chan-Hee paling anti potong rambut kalau ga Sang-Yeon yang nyuruh.

"Mimpi apa?"

"Aku ada di pegunungan, pemandangannya indah. Tapi berisik, banyak suara orang ribut, saling teriak, nangis. Aku takut.

"Ada satu suara yang nyuruh aku terjun ke jurang. Aku ga mau, tapi dia maksa. Aku takut ga bisa pulang lagi ...."

Sang-Yeon tau Chan-Hee nangis karena suaranya makin lama makin kecil. Dia ngangkat tubuh Chan-Hee sampai naik lagi dan wajah mereka sejajar. Jemarinya ngusap mata dan pipi Chan-Hee. Chan-Hee cuma ketawa diperlakuin semanis ini.

"Sekarang kan udah di sini, ada Kakak. Itu cuma mimpi. Jangan nangis lagi."

Sang-Yeon cium kening Chan-Hee agak lama, lalu perlahan turun menelusuri garis hidungnya.

"Hahaha ... geli, Kak." Chan-Hee dorong bahu Sang-Yeon sembari masih ketawa.

Mau ga mau Sang-Yeon jadi ikutan ketawa. Chan-Hee lucu banget bikin dia gemes.

Tangan Sang-Yeon terulur untuk meluk Chan-Hee lagi sementara dia masih juga ketawa. Kayaknya seneng banget masih bisa lihat Sang-Yeon.

Chan-Hee bener-bener setakut itu ga bisa pulang dan ketemu orang-orang yang dia sayang.

"Kakak!"

Sang-Yeon ngangkat tubuh Chan-Hee sampai duduk di atasnya. "Makin ringan aja kamu. Nanti makan yang banyak, ya.

"Eh? Makan mah ga ngaruh, ya? Hahaha ...."

Sang-Yeon ngetawain kekonyolannya sendiri. Chan-Hee senyum, ngusap pipi Sang-Yeon pelan-pelan.

"Kata Ayah tadi kamu harus minum darah. Ayo sini, biar cepet sehat," lanjut Sang-Yeon lagi. Tangannya ngambil jemari Chan-Hee di pipinya terus diusap lembut.

Chan-Hee jadi keinget gimana tadi dia nangis waktu lihat Young-Hoon. Chan-Hee ga tau kenapa dia sendiri kayak gitu. Dia refleks nangis dan ngerasa takut padahal Young-Hoon ga ngapa-ngapain.

"Maaf kalo agak sakit ya, Kak."

Perlahan Chan-Hee dekatin wajahnya ke Sang-Yeon, cium bibirnya dari yang sangat lembut sampai makin lama penuh tuntutan.

Sang-Yeon yang masih di bawahnya juga ikut imbangin Chan-Hee. Dua tangannya diam di pinggang Chan-Hee sementara Chan-Hee mulai bukain kancing kemeja Sang-Yeon satu per satu.

Biasanya Chan-Hee paling ga suka liat Sang-Yeon cuma pakai kemeja. Terlalu ganteng, banyak yang naksir jadinya. Dia cemburu.

Sang-Yeon suka merasa gemes tiap diomelin Chan-Hee suruh pakai luaran jas atau jaket atau mantel, apa pun asal jangan cuma kemeja.

Sang-Yeon cuma milik Chan-Hee.

Waktu Chan-Hee lepasin ciumannya, Sang-Yeon bisa lihat mata Chan-Hee mulai berubah. Berkilau biru seperti biasa. Biru langit yang terang.

"Akh ...."

Bener kata Chan-Hee, gigitannya kali ini lebih sakit dari yang biasa. Sang-Yeon coba tahan, tapi tiap Chan-Hee makin isap darahnya, rasa sakitnya makin menjadi. Mirip perasaan perih terbakar.

Napas Sang-Yeon mulai ga teratur, tapi dia harus tahan. Dia mencoba bernapas senormal mungkin.

Kamar ini benar-benar gelap karena senja udah turun, digantikan bulan.

Di dalam kegelapan ini, cuma ada kilau biru dari mata Chan-Hee dan deru napas Sang-Yeon.

Anyway, it's still a very long night to go.

Thrilling Love (Book I) || The BoyzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang