Anak perempuan itu terdiam di depan kaca sebuah toko, memandangi kue-kue yang berjajar rapi. Beberapa di antaranya merupakan kue ulang tahun yang sangat diinginkan olehnya.
Namanya Maya. Usianya 10 tahun. Rambutnya ikal, panjang, dan di kuncir pada dua sisi. Dia hanyalah seorang anak perempuan biasa. Tetapi, Maya sering menganggap dirinya berbeda dengan teman sebayanya.
Maya seorang yatim piatu. Ayahnya meninggal saat perjalanan pulang kerja, dan ibunya sudah tiada ketika dirinya lahir.
Maya tinggal bersama sang Kakek sejak lahir, di rumah tua dari kayu di pinggiran kota. Kakek bekerja sebagai tukang bangunan untuk menghidupi cucunya. Itulah mengapa Maya sering menganggap dirinya berbeda, karena tidak mampu.
Meski begitu, Maya tahu diri. Dia berusaha menjadi pintar agar banyak mendapat bantuan untuk sekolah. Teman-teman sekolah Maya kebanyakan anak orang kaya. Jadi Maya berpikir, meskipun dia miskin, dia lebih pintar dari teman-temannya.
Setiap pulang sekolah, Maya menunggu Kakek di dekat bangunan yang sedang dikerjakannya. Dan saat ini, Maya sedang menunggunya. Proyek bangunan yang dikerjakan Kakek ada di sebelah toko kue yang Maya pandangi sedari tadi.
Sebentar lagi, tanggal 31, adalah ulang tahunnya ke 11. Maya hanya ingin merayakannya, seperti teman-temannya yang lain. Dia tidak pernah merayakan ulang tahun, apalagi mendapatkan kado. Bahkan Maya ragu teman-teman di sekolahnya tahu tanggal ulang tahunnya.
Dari arah belakang, seoarang laki-laki tua menghampirinya. "Maya, ayo pulang."
Kakek merangkulkan tangannya di bahu Maya. Maya mengangguk. Mereka verdua berjalan pulang menuju rumah tua.
Maya ingin sekali mengatakan pada Kakek, bahwa dia ingin ulang tahunnya kali ini dirayakan, seperti kebanyakan temannya. Kali ini Maya akan mencobanya.
"Kek."
Kakek menoleh ke bawah, untuk melihat cucunya. "Ada apa Maya?"
Maya menghirup napas dalam, lalu membuangnya perlahan. “Tahun ini, Maya mau ulang tahun Maya dirayain.”
Kedua alis Kakek saling menaut, dahinya berkerut. “May, kamu tahu kan—“
“Iya, Maya tahu. Tapi Maya juga ingin kayak teman-teman Maya yang lain. Maya udah jadi anak pinter, dan Maya cuma minta ngerayain ulang tahun Maya,” selanya.
Kakek berhenti, kemudian berjongkok di depan Maya untuk menyamakan tingginya. Seulas senyum mengembang di wajahnya. “Kakek nggak punya uang, Maya. Kakek tahu Maya pinter. Harusnya kamu mengerti keadaan kita saat ini. Kakek janji nanti kalau Kakek punya uang, Kakek bisa ngerayain ulang tahun Maya.”
Kakek mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala Maya. Namun, Maya menepisnya.
“Nggak mau! Pokoknya Maya mau tahun ini!” Maya berlari menjauh dari Kakek. Kakek hanya diam melihat cucunya berlari menjauh.
---
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 8 malam, tapi Maya belum juga mau keluar kamar. kakek khawatir karena cucunya belum makan dari tadi sore. Sudah berulang kali ia mengetuk pintu kamar Maya, namun hanya tolakan yang terdengar.
Maya marah, menolak makan sebelum kemauannya dituruti. Padahal Maya tahu merayakan ulang tahun membutuhkan uang yang tidak sedikit. Namun kali ini keegoisan Maya mengalahkan segala sifat baiknya.
“Maya. Ayo makan. Nanti kamu sakit perut, lho,” pinta Kakek dari luar kamar Maya.
“Eggak mau!” Maya tetap tidak mau mengalah.
Kakek menyerah. Dia meninggalkan pintu kamar Maya dan makan malam sendirian. Maya tidak pernah semarah ini sebelumnya. Maya juga tidak pernah memohon sesuatu hingga sampai begini. Mungkin tidak ada cara lain selain mengiyakan permuntaan cucu satu-satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen 10 Days ✔
Short StoryAdalah sebuah project rutin grup kepenulisan FLC. Yaitu member akan membuat sebuah karya cerpen dalam jangka waktu 10 hari. Cover spektakuler dari salah satu mem kami : @Kuroyuki01