Sejak kakek meninggal dunia, aku harus hidup sendiri di pondok yang sudah lapuk dan tua ini. Setiap malam kedinginan, kala hujan aku harus menampung tetesan air yang bocor dengan ember.
Mencari makanan di dalam hutan sudah menjadi rutinitasku sehari-hari, setiap pagi aku pergi menuju sungai untuk membersihkan badan dari setiap kotoran yang menempel. Sekalian aku membawa peralatan pancing untuk makan di siang harinya.
Beberapa saat kemudian, sebuah objek mengambang melintas di depan pandanganku. Aku mengetahui itu adalah satu set pakaian yang masih memiliki tubuh utuh! Dengan tangkas, aku melompat ke dalam air, berenang untuk menggapai orang yang tenggelam itu. Setelah berhasil mendapatkannya, aku berenang menepi untuk membawanya ke daratan.
Sosok yang tenggelam ternyata seorang gadis yang secantik dewi, kulitnya mulus seperti giok, rambut hitamnya basah oleh air. Aku pun menunggu gadis itu sadar sambil memancing ikan.
Tetapi karena hari mulai malam dan gadis ini masih belum bangun, aku memutuskan untuk membawanya ke pondok agar tidak kedinginan. Sesampainya di sana, aku menyalakan perapian dan menanggalkan pakaian gadis itu, lalu menggantinya dengan selimut yang kering agar badannya tidak terkena demam.
Sembari menunggu gadis itu bangun, aku menusuk ikan yang telah aku dapat dengan lidi, kemudian mengoleskan campuran kecap dan garam yang aku beli dari kota beberapa waktu lalu. Aku pun memakan ikan yang telah matang dengan lahap, maklum karena ini terlalu lezat.
Beberapa selang waktu kemudian, gadis berambut hitam pun mengerang pelan, wajahnya mengerut terlihat ketakutan terhadap suatu hal yang tak aku mengerti. Dia bergumam, "Jangan! ... Jangan!"
Gadis itu tersentak bangun dengan wajah membiru, tubuhnya gemetar tidak karuan dan setetes air jatuh dari matanya mengalir melewati pipinya yang tirus, kemudian jatuh ke tanah.
Aku bingung harus berbuat apa, karena gadis itu menangis semakin keras. Aku pun mendekat dan mengusap punggungnya yang kecil hingga ke pinggangnya yang ramping, dia melihatku dengan mata yang sembap.
"Kamu tidak apa-apa? Bagaimana kamu bisa berada di sungai?" tanyaku dengan ragu, aku belum pernah berbicara dengan gadis yang sebaya denganku, aku tidak tahu harus bagaimana.
Gadis itu masih menangis dan tidak menyahut, tetapi perlahan tangisan itu berhenti, kemudian dia menatapku dengan mata seindah langit malam itu.
"K-Kalau ada masalah, aku akan membantumu ... umm ... seperti itulah." Tidak tahu mesti merespon apa, aku berkata secara spontan. Gadis itu menekuk lututnya kemudian memeluknya, wajahnya menunduk diam.
"Kamu bukan siapa-siapa diriku, aku tidak bisa mengatakan masalahku padamu, maaf," kata gadis berambut hitam ini. Aku terdiam cukup lama, kemudian sebuah ide terlintas di dalam benakku.
"Baiklah! Aku akan menjadi temanmu! Aku dengar, teman adalah seseorang yang saling tolong menolong jika kita dalam kesulitan, bukankah begitu?" ucapku, aku segera memalingkan wajahku karena ditatap oleh gadis berambut hitam ini dengan tatapan tidak percaya. Aku jadi malu sendiri.
Gadis itu menjawab, "B-Baiklah, aku akan menjadi temanmu. Kalau begitu, b-bolehkah aku mengetahui namamu?" Gadis itu tersenyum dengan wajah semerah tomat.
"Hary, namaku Hary. Lalu namamu?"
"Aku Marissa, salam kenal."
Aku menjabat tangannya dengan mantap, kami saling memandang satu sama lain, entah mengapa lingkungan di sekitarku tiba-tiba kehilangan warnanya sesaat. Aku bisa merasakan wajahku yang memerah, aku segera memalingkan muka menghindari tatapan Marissa.
Aku duduk di sampingnya. "Masalah apa yang menimpamu?" tanyaku dengan suara yang hanya bisa didengar oleh Marissa. Marissa menundukkan wajahnya, aku bisa mengetahui kalau dia menangis lagi, aku mengelus punggungnya untuk menenangkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen 10 Days ✔
ContoAdalah sebuah project rutin grup kepenulisan FLC. Yaitu member akan membuat sebuah karya cerpen dalam jangka waktu 10 hari. Cover spektakuler dari salah satu mem kami : @Kuroyuki01