"Biongo skali eh!"
(Bego banget, ih!)
Aku berteriak emosi, "Apa ngana!? Mo se tunjung jago!? Sini, lawan pa kita!"
(Apa lu!? Mau sok jago!? Sini, lawan gue!)
Kali ini emosiku sudah tidak bisa ditahan, dia sudah keterlaluan. Sekarang murid-murid lain sudah mengerumuni kami.
Cowok sialan di depanku ini tidak berbicara sepatah kata pun dan langsung meninju perutku. Aku pun balas menendangnya di bagian perut hingga dia terhempas ke belakang.
"Woi, kiapa ngoni so bakalae!? Nih anak-anak ley kepo skali, bubar!"
(Oi, kenapa kalian berantem!? Nih anak-anak juga kepo banget, bubar!)
Pak Ten membubarkan murid-murid yang tadinya mengerumuni kami kemudian menyeret kami ke ruang BK.
Setelah proses yang panjang dengan debat mengisi setiap detik, kasus pun selesai. Selesai di mata Pak Ten.
Semua yang cowok itu ceritakan adalah kebohongan. Dia hanya berpura-pura untuk menyudutkanku. Walau aku sudah mengatakan yang sesungguhnya, Pak Ten tetap berpihak pada cowok sialan itu.
Cowok itu telah dipersilahkan keluar, sedangkan aku harus diam di sini dengan ditemani ceramah Pak Ten.
"Ngana ini beking susah pa Bapak jo. Ngana kira sadap jadi nga pe wali kelas? Kasus ley so boleh catat jadi satu bukul tabal. Reken eh, masih kelas spuluh so bagini."
(Kau ini bikin Bapak susah aja. Kau pikir enak jadi wali kelasmu? Kasusmu itu udah bisa jadi satu buku tebal. Haduh, masih kelas sepuluh udah gini.)
Setelah itu, aku disuruh pulang dan guru-guru mengadakan rapat. Keesokan harinya aku diberi kabar bahwa aku diskors selama dua minggu.
Orang tuaku hanya cuek. Mereka tidak peduli apa yang terjadi padaku di sekolah, di rumah, dan di mana saja. Aku tidak tahu kenapa mereka seperti itu.
Tapi, jika ada suatu hal yang menyangkut adikku, mereka sangat perhatian. Kenapa dia yang selalu dapat perhatian?
Baru saja mau menuruni tangga, aku mendengar ibuku bercakap-cakap lewat telepon rumah. Aku berencana untuk menguping pembicaraan mereka, tapi ibu sudah menutup teleponnya.
Aku pun turun ke bawah dengan wajah cuek seperti biasa.
"Kreo," panggil ibuku.
Aku menoleh, masih dengan ekspresi yang sama.
"Pi basiap sana, tadi Oma da batelpon kong Oma da suruh ngana pigi ka sana."
(Pergi siap-siap sana, tadi Oma nelpon terus Oma nyuruh kamu pergi ke sana.)
"For apa? Mo ba apa ley kasi di sana," gerutuhku.
(Buat apa? Mau ngapain di sana.)
"Oma so tau ngana da dapa skors, jadi slama dua minggu ngana musti tinggal pa Oma pe rumah," kata Ibuku kemudian naik ke atas.
(Oma udah tahu kalau kau diskors, jadi selama dua minggu kau harus tinggal di rumahnya Oma.)
Aku juga ikut naik ke atas, masuk ke kamar dan mulai mengemas barang-barang. Bagus juga kalau aku tinggal di rumah Nenek, kalau bisa selamanya saja. Lagi pula, Nenek perhatian padaku.
Begitu selesai mengemas, aku langsung keluar dengan ransel ukuran besar di punggungku. Berat sekali.
Ayahku sudah menunggu di dalam di depan rumah. Raut wajahnya datar seperti biasanya. Tapi, entah kenapa aku merasa kalau rautnya lebih datar. Ah, mungkin hanya perasaanku.
![](https://img.wattpad.com/cover/187212068-288-k442496.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen 10 Days ✔
Short StoryAdalah sebuah project rutin grup kepenulisan FLC. Yaitu member akan membuat sebuah karya cerpen dalam jangka waktu 10 hari. Cover spektakuler dari salah satu mem kami : @Kuroyuki01