2. Krisan Kuning dalam Perjalanan Cinta Aruffin

201 15 9
                                    

Berkacamata, rambut dikepang dua, dan bermata sipit. Tidak ada laki-laki di dunia ini yang mencintainya selain aku. Gadis Tionghoa itu adalah Xiao Mei Mei.

Namun, ada sebuah penghalang denganku dan dia. Sebuah dinding besar, tinggi, serta kuat yang membatasi rasa dalam diriku, dan dia. Penghalang itu adalah Ismail bin Mail, pengusaha sukses di bidang kuliner.

Kami bertiga lahir di tahun yang sama dan di kampung yang sama—Kampung Durian Runtuh. Aku, saudara kembarku, Mei Mei, dan Mail adalah sekelompok sahabat di masa kecil.

Mulai dari masa Taman Kanak-Kanak yang terasa lama. Lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar, dan selanjutnya ke Sekolah Menengah Pertama. Kami lulus dengan nilai yang sangat baik sehingga kami berempat dapat masuk ke SMA favorit.

Mei Mei beranjak menjadi gadis yang luar biasa cantik bagiku. Di masa ini tentu kami sudah mengenal hubungan asmara dan mulai tertarik dengan lawan jenis.

Ya, hatiku terpikat dengan Gadis Tionghoa itu. Tetapi dia lebih memilih Mail.

Saat kami duduk di bangku SMA, Mail sudah sukses dengan bisnisnya. Maklum, sejak Taman Kanak-Kanak, pemuda itu sudah biasa berdagang ayam goreng di pasar bersama ibunya. Mail dididik menjadi calon pengusaha. Kiat-kiat untuk menjadi sukses di bidangya telah ia pelajari pada orang yang tepat—ibunya.

Mei Mei paham benar, jika dia kelak menikah dengan Mail, hidupnya akan tenteram. Jika denganku—yang bahkan tak membuat kemajuan di sekolahku—hidupnya mungkin akan sengsara.

Dan itu terbukti benar. Cintaku bertepuk sebelah tangan, seperti krisan berwarna kuning. Mari, dengarkan cerita cintaku yang konyol ini.

= = =

Kampung Durian Runtuh, 2015-2018

Kami mulai memasuki jenjang Sekolah Menengah Atas. Mei Mei yang selalu meraih nilai sempurna membuatku kagum. Sejak itulah rasa itu muncul.

Sering kali aku meminta saran kepada adik kembarku—yang lebih dulu memiliki pasangan—tentang perasaanku terhadap Mei Mei.

Dan saat aku mencurahkan isi hatiku, jawabannya selalu sama, “Cinta tidak dapat dipaksaakan, Bang. Seperti aku dan Susanti yang sudah saling memiliki rasa sejak awal.”

Tanganku gatal setiap kali dia menjawab pertanyaanku seperti itu. Ingin sekali kudaratkan telapak tangan ke kepalanya yang botak itu.

Namun, tetap saja kulakukan seperti ucapan Ariffin. Aku tidak memaksakan Mei Mei untuk mencintaiku. Kehidupan berjalan biasa, hanya seorang teman biasa.

Setelah beberapa minggu, kurasakan Mei Mei semakin dekat dengan Mail. Jarakku dengannya seperti bumi dan matahari, seperti Serawak dan Kuala Lumpur, seperti jarak antar langit.

Kemudian aku mengenal istilah PDKT yang kudapat dari negara tetangga, Indonesia. Aku mengetahuinya dari Susanti. Dia bilang kehidupan cinta remaja di Indonesia sangatlah rumit. Aku pikir itu sama saja seperti di Malaysia.

Aku mulai mendekati Mei Mei secara halus. Dimulai dari sering meminta bantuan tentang tugas sekolah, mengajaknya minum ABCD di warung Paman Muthu, atau sekadar menemaninya menjual koran bekas ke Paman Ah Tong.

Semua berjalan lancar. Strategi PDKT dari negara sebelah memang berhasi. Tapi, aku salah kira.

Mei Mei memang gadis yang baik, dan bukan hanya terhadapku, terhadap calon pengusaha itu juga.

Mei Mei yang kurang pandai di mata pelajaran ekonomi sering meminta bantuan Mail yang sangat mahir di bidang itu. Mail juga sering mengajaknya membeli pupuk organik untuk bunga matahari di kebunnya.

Cerpen 10 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang