Hal yang paling kubenci saat ini, akan menjadi hal yang paling kurindukan di masa depan kelak.
Dan sekarang, aku menyesal.
Hujan yang begitu deras mengguyur kota. Petir beserta kilat sahut menyahut menyambar langit. Aku memeluk erat lututku, meringkuk di kolong jembatan layang. Sehelai kardus yang kudapatkan dari tempat pembuangan tak cukup untuk menghangatkan diri.
Kutatap telapak kakiku yang sudah memucat. Kuteks merah yang biasanya menghias kuku kakiku sudah luntur. Genangan air mulai meninggi, nyaris menyampai mata kaki.
Tubuhku gemetar akibat suhu yang terus menurun. Gigiku gemertak. Aku menyembunyikan wajahku di antara ruang yang kubuat. Mencoba menahan udara dingin yang terus menusuk kulit.
Perutku berbunyi, menandakan perlu diisi sesuatu.
Aku lapar.
Belum makan selama dua hari penuh. Ini adalah pencapaian terbaik yang pernah terjadi dalam hidupku.
Mungkin semua ini memanglah salahku. Seharusnya aku tidak pernah melarikan diri dari panti. Tapi, jika aku tidak melakukannya, nasibku akan berakhir seperti teman-temanku yang lain.
Detik ketika aku mengetahui rahasia bahwa panti asuhan yang kutempati selama lima belas tahun adalah sebuah tempat yang bekerja sama dengan pasar gelap, aku segera melarikan diri.
Awalnya, aku melarikan diri bersama teman-temanku yang lain. Namun mereka berhasil tertangkap. Hanya aku yang bisa keluar hidup-hidup dari tempat terkutuk itu.
Setiap ada orang yang datang dan berkata akan mengadopsi salah satu di antara kami, itu semua hanyalah omong kosong. Sesungguhnya orang-orang itu adalah orang bayaran yang akan mengantar kami ke pusara kami sendiri. Mereka menjual organ kami ke pasar gelap.
Aku cukup beruntung dapat melarikan diri dari panti itu. Tapi, aku justru berakhir meringkuk di bawah jembatan layang kota. Kedinginan serta kelaparan.
Awalnya, kupikir ini adalah akhir dari hidupku. Aku akan berakhir menyedihkan sendirian di tempat ini. Namun, presepsiku segerah runtuh saat sebuah mobil terparkir tak jauh dari tempatku. Siluet seseorang terlihat dari kejauhan. Awalnya aku tidak tahu siapa itu, pandanganku terlalu kabur. Hingga siluet itu melangkah semakin dekat, dan aku bisa melihat sosok wanita dengan jelas.
Seorang wanita membawa payung, berjalan ke arahku. Sepintas, dia seperti berumur sekitar tiga atau empat puluh tahun. Dia menghampiriku dengan air wajah cemas yang begitu kontras. "Ah, ternyata benar. Kupikir tadi aku hanya berhalusinasi saja."
Aku menatap sayu. Siapa?
"Tadi saat aku melajukan mobilku, aku seperti melihat seseorang di sini." Wanita itu mulai berjongkok, menghadapku. "Ternyata memang benar ada seseorang di sini." Dia tersenyum lebar. "Kamu sendirian?"
Aku mengangguk pelan.
"Kenapa? Kemana orangtuamu?"
Aku menggigit bibir bagian bawahku, menunduk menatap telapak kakiku yang sudah tidak berwarna. "Aku ... tidak punya."
Wanita itu mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu terdiam. Selang beberapa detik, dia akhirnya beranjak berdiri. Kupikir, dia hendak melangkah pergi meninggalkanku. Namun alih-alih pergi, dia justru mengulurkan telapak tangannya kepadaku, membuatku menatapnya dengan penuh tanda tanya. Bibir wanita itu tersungging lebar. Aku bahkan dapat merasakan hangat senyumannya meskipun suhu sekitar begitu dingin. "Kalau begitu, mau ikut denganku?"
"Kemana?"
"Kita pulang," jawab wanita itu tanpa menghilangkan senyumannya. "Ayo, kita pulang ke rumahku bersama-sama. Kau pasti lapar, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen 10 Days ✔
KurzgeschichtenAdalah sebuah project rutin grup kepenulisan FLC. Yaitu member akan membuat sebuah karya cerpen dalam jangka waktu 10 hari. Cover spektakuler dari salah satu mem kami : @Kuroyuki01