4. When it Rainy Then...

396 36 58
                                    

Ini kisahku tentang "Rahasia Kelas Baruku Dibalik Hujan".

Namaku Fururun atau Elin. Kalian bebas memilih ingin memanggilku apa.

Bermula dari sebuah bisnis yang membuat orangtuaku pindah ke luar daerah, dan aku tidak betah tinggal sendirian, aku pindah rumah bersama beberapa orang pembantu. Orang yang akan mengurusku sehari-hari. Oh tidak lupa, aku juga akan pindah sekolah. Kalau tidak salah, besok aku akan mulai masuk ke sekolah baruku.

Yaps. SMP Four-Leaf Clover. Kata orang sekitar, SMP ini termasuk sekolah elit yang bergengsi. Tidak sembarang orang masuk ke sana. Aku sangat beruntung lulus ujian pendaftaran dan berhasil diterima di sini. Kapan lagi 'kan masuk sekolah elit.

Akan tetapi, sepertinya aku terlalu cepat menilai sekolah ini.

Aku mendapatkan kelas 3-A, alias kelas unggulan. Ah, kayaknya Dewi Keberuntungan tengah berpihak padaku. Sudah meluluskanku dari ujian, sekarang aku dapat kelas utama. Sungguh, aku tidak tahu cara berterimakasih padamu, Tuhan! Aku akan sujud syukur nanti malam.

"H-halo, Namaku Elin. Senang bertemu dengan kalian!" Suaraku menjadi melengking karena tatapan murid-murid di kelas ini. Aku bahkan nyaris mengigit lidahku karena grogi yang luar binasa. Tekanan kelas ini tidak bisa kudefinisikan lewat kata-kata. Apakah aku pantas untuk berada di kelas super duper beraura Einstein ini?

PROK PROK

Itu suara tepuk tangan. Aku menatap ke depan. Mereka menyambutku dengan hangat. Oh, astaga. Kupikir mereka akan mulai bergunjing yang tidak-tidak soal penampilan seperti yang ada di drama-drama. Tetapi sepertinya itu takkan terjadi. Iya. Takkan terjadi. Itu hanya terjadi di film.

"Nah, Nak Elin bisa duduk di samping Bintang." Pak Guru yang ber-nametag Bayu Kusuma itu menunjuk meja paling pojok. Ada seorang cowok berwajah datar duduk di sana. Kulihat dari semua orang, dia satu-satunya yang tampak cuek sejak aku mulai mengenalkan diri. Maksudku, tidak peduli akan kehadiranku.

Aku melangkah gontai menuju tempat dudukku. Sesekali tersenyum ketika murid-murid lain menyapaku. Mereka kelihatannya baik-baik dan terkesan siswa teladan seperti yang ada di anime-anime sekolah elit. Aku mengeluh dalam hati. Kelas ini benar-benar membuatku tertekan. Mereka semua pastilah sangat pintar, sopan, dan terdidik.

Setelah duduk di bangku, aku lamat-lamat melirik cowok di sebelahku yang tengah menopang dagu, menerawang ke luar jendela, memandangi langit. Wajahnya sangat datar bak triplek. Tidak ada mimik sedikit pun. Itu membuatku jadi gugup sendiri. Kenapa aku harus disuruh duduk di sini?

"H-halo, Namaku Elin—"

Cowok itu memotong lebih dulu. Dia memotong tanpa mengalihkan pandangannya. "Kau telah melakukan sebuah kesalahan."

"Eh?" Sekarang aku benar-benar gugup. Apa maksudnya? Aku membuat kesalahan apa? Apanya? Kesalahan apa? Perasaan, aku tidak melakukan apa pun. Atau mungkin karena aku mengajaknya berbicara? Mungkinkah dia tidak suka diajak ngobrol? Atau-atau dia tidak suka dengan orang yang sok kenal sok akrab?

"Masuk ke kelas ini adalah kesalahan." Cowok itu bergumam lagi. Kali ini dia agak bereaksi ketimbang yang pertama tadi. "Aku hanya mengingatkanmu."

"Mengingatkan apa? Aku tidak mengerti maksudmu. Kesalahan apa yang telah kuperbuat? Apakah karena aku tiba-tiba menganggu lamunanmu?" Ini hari pertamaku. Tidak mungkin aku membuat kesan buruk pada cowok dingin ini. Apa lagi beberapa bulan ke depan, aku akan menjadi teman sebangkunya.

Dia tersenyum tipis. "Tidak ada."

Aku menelan air ludah pahit. Tidak paham makna dibalik senyumannya itu.

Cerpen 10 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang