12. Sebuah Impian dan Kenangan

392 14 3
                                    

Aku menatap intens dinding tinggi di hadapanku, tidak peduli dengan penjaga dengan senapan otomatis di atas sana. Aku benar-benar tidak mengerti. Apa yang salah mereka, hingga mereka harus dikurung di sini? Bukankah ini tanah mereka?

¬ω¬)⼃

Aku berjalan tergesa ke dalam rumah sakit. Baru saja aku mendapatkan kabar, ada lagi seseorang yang harus kutangani. Beberapa meter di depanku, kulihat serombongan orang memasuki sebuah ruangan. Ruangan itu tak lain adalah tujuanku, ruang operasi. Dengan sigap, aku menuju ruang operasi dengan fasilitas sederhana itu, dan pintu ditutup tepat setelah aku masuk.

...

Aku duduk dengan kedua tangan kutangkupkan. Kuhela napas yang terasa sangat berat dari paru-paruku. 6 jam operasi memang bukan perkara mudah, tapi tetap saja..

Aku berdecak.

Lagi-lagi tidak tertolong.

Sebuah kilas balik muncul di kepalaku.

"Dokter, sekolahku sudah dibangun kembali, loh!" ucap seorang anak padaku.

"Benarkah?" balasku.

"Iya! Meski tidak sebagus yang lama, aku tetap senang karena bisa sekolah lagi!" jawabnya antusias.

"Memangnya dapat apa di sekolah? Permen?" tanyaku menggodanya.

"Ih, bukan! Di sekolah itu bisa dapat ilmu, dan kata Ayah, kalau mau mengalahkan tentara jamur harus dengan ilmu," jelasnya dengan binar antusias yang meningkat.

"Terus, kalau tentara jamur sudah kalah, Khalid dapat apa?"

"Kebebasan dan kemerdekaan!" matanya kian berbinar, "tapi bukan cuma Khalid yang dapat. Ibu dapat, Kak Najeela dapat, Rasyed dapat, Nawaz dapat, Kak Dokter juga dapat. Semua dapat!"

"Khalid pintar. Eh tapi, memangnya Khalid tau apa itu kebebasan dan kemerdekaan?"

"Tidak tahu!" jawab Khalid dengan polosnya.

Aku tertawa dan mengelus pelan kepala Khalid.

"Besok kalau sudah tahu, beritahu Kakak ya!" pintaku.

"Nanti dapat permen?"

Aku tergelak.

Senyumku sedikit terkembang mengingat percakapanku dengan Khalid kala itu, sekitar 2 tahun lalu. Khalid yang saat itu masih sangat polos, antusias sekali membicarakan kemerdekaan yang bahkan tidak ia ketahui artinya.

Ah, tapi setelah itu Khalid memberitahuku.

Aku kembali tenggelam dalam kilas balik.

"Kak Dokter! Aku sudah tahu arti kemerdekaan!" katanya menarik-narik tanganku.

"Oh ya?" tanyaku sangsi.

"Benar kok!" katanya menggembungkan pipi.

"Coba beritahu Kakak!"

"Kemerdekaan itu hak segala bangsa, jadi semua harus dapat,"

"Ohh, terus?" dalam hati aku tersenyum kecil, lantaran mengingat bunyi pembukaan undang-undang dasar negara asalku.

"Kemerdekaan itu harus bebas dari penjahat, seperti tentara jamur!"

Aku kembali tersenyum karena mengingatnya. Sesederhana itu pengertiannya, tapi pada kenyataannya susah untuk dicapai. Negara asalku bahkan memerlukan lebih dari 3 abad untuk bebas dari penjajahan. Namun setelah merdeka, anak-cucu mereka justru membiarkan diri mereka "dijajah", lantas apa gunanya perjuangan leluhur mereka?

Aku mendesah pelan, mengingat satu lagi kilas balik tentang kenanganku dengan Khalid. Di hari terakhir aku melihat sosoknya.

Kala itu, Khalid sedang dalam perjalanan menuju sekolahnya ketika melihat bentrokan antara penduduk sipil dan tentara jamur.

¬ω¬)⼃

Pagi yang lebih cerah dari biasanya. Awan putih menggantung di angkasa luas, menciptakan kombinasi yang elok dipaandang.

Seorang anak berjalan ringan di sela reruntuhan. Tubuhnya gesit menghindari beberapa lubang menganga. Sesekali barisan ayat suci terlantun dari bibir mungilnya. Dialah Khalid, bocah 10 tahun yang hendak menuju sekolahnya.

Di antara suara langkah dan seandungnya, indera Khalid menangkap suara yang tak asing. Ia mempercepat langkahnya menuju tempat berasalnya suara.

Khalid hendak bertanya apa yang terjadi, namun urung ketika melihat asap gas air mata memenuhi area di depannya. Khalid menutup hidungnya dan mencoba mendekat.

Ketika asap dari gas air mata mulai reda, Khalid dapat melihat apa yang terjadi di depannya. Alangkah terkejutnya Khalid ketika melihat ayahnya tengah dipaksa tiarap dengan senapan semi-otomatis menodong kepalanya.

Kalut, mengambil beberapa kerikil di dekatnya dan melempari sosok yang menodongkan senapan ke ayahnya. Satu kerikilnya berhasil mengenai mata si tentara jamur, membuatnya mengaduh murka. Tanpa pikir panjang, si tentara jamur mulai menembak membabi-buta. Naas, satu dari sekian peluru yang ditembakkan si tenara jamur menembus organ vital Khalid.

...

Khalid dilarikan ke rumah sakit segera setelahnya, namun bukan aku yang mengoperasinya. Operasi pengangkatan peluru dari tubuh Khalid tidak berjalan lancar. Khalid meninggal 2 jam setelah dilarikan ke rumah sakit.

Yang kuingat di hari itu, saat aku hendak berganti shift dengan dokter lain, aku bertemu ayah Khalid. Ia berkata padaku sembari terisak,

"Khalid sudah bebas, Saudaraku. Khalid sudah bebas,"

Aku membeku seketika.

¬ω¬)⼃

Lagi-lagi aku mendesah.

Apa salah mereka?

Pertanyaan itu terus menghantui pikiranku. Membuatku terus hanyut dalam lamunanku, tidak menyadari tepat di atas gedung tempatku berada, pasukan udara tentara jamur tengah melancarkan serangan udara.


Penulis: laays_ry

Cerpen 10 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang