Sepuluh tahun sudah berlalu. Kini usia anak itu sudah sepuluh tahun. Sejak ia lahir ke dunia ini, tak pernah sekali pun ia melihat ibunya. Satu-satunya sosok yang dikenalnya hanya ayahnya. Bocah berusia sepuluh tahun itu selalu bertanya siapa ibunya? Dan di mana ia sekarang? Tapi, ayahnya selalu menjawab, “Mommy-mu sudah meninggal saat melahirkanmu.”
Awalnya bocah itu percaya saja apa yang dikatakan ayahnya, tapi lama-kelamaan ia mulai merasa ada yang tidak beres. Jika ia bertanya di mana makam ibunya, ayahnya selalu mengelak dari pertanyaan itu. Tidak hanya itu, foto ibunya pun tidak ada di apartemen mereka. Satu pun tidak ada. Terkadang ia merasa sedih karena tidak pernah mengenal ibunya. Ia iri pada teman-temannya yang mempunyai ibu. Setiap hari mereka selalu dibuatkan bekal untuk dibawa ke sekolah oleh ibu mereka. Sementara Cellosa Xitrogen, bocah sepuluh tahun itu tidak pernah sekali pun merasakan masakan ibunya.
“Cellosa, kenapa melamun?” Suara berat ayahnya membuat Cellosa tersentak dari lamunannya.
“Nothing. Aku hanya sedang memikirkan pelajaran di sekolah,” dusta Cellosa.
Zephine Xitrogen. Pria itu mendekati putra tunggalnya. “Apa kau ada masalah di sekolah?”
“Tidak. Hanya saja belakangan ini banyak sekali ulangan yang harus dihadapi.” Cellosa berdusta lagi.
“Kebetulan Daddy sedang tidak ada pekerjaan. Bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan?” ajak Zephine.
“Baiklah,” kata Cellosa senang.
“Kau mau pergi kemana?” tanya Zephine pada putranya.
Cellosa berpikir sejenak. Mengingat-ingat tempat apa yang selama ini selalu ia ingin kunjungi. “Aku ingin pergi ke makam Mommy,” jawab Cellosa akhirnya.
Raut wajah Zephine langsung berubah ketika mendengar jawaban putranya. Kerongkongannya terasa kering. Apa yang harus ia katakan sekaran? Cellosa sudah besar. Ia tidak akan mudah untuk dibohongi lagi.
“Cellosa, bagaimana kalau kita pergi ke rumah Paman Zhask saja? Di sana kau bisa bermain bersama Ruby dan Rafael,” elak Zephine.
Cellosa mengembuskan napas. Sudah ia duga ayahnya pasti akan mengelak lagi. Kali ini Cellosa malas berdebat dengan Zephine, jadi ia turuti saja perkataan appanya itu. Zephine bernapas lega karena Cellosa tidak bertanya yang macam-macam lagi.
***
Fawkes’s House. Darlington, England.
Kedatangan Zephine dan Cellosa selalu disambut hangat. Zhask Fawkes sudah menganggap Zephine sebagai adiknya sendiri. Mereka sudah berteman selama lima belas tahun. Zhask mengajak Zephine minum teh bersama di halaman belakang rumahnya, sementara Cellosa asyik bermain bernama Ruby dan Rafael, anak Zhask dan Euryca.
“Apa ada yang ingin kau bicarakan padaku?” tanya Zhask.
“Cellosa ingin melihat makam ibunya. Aku tidak mungkin membohonginya lagi. Usianya sudah sepuluh tahun, tidak akan mudah untuk dibohongi lagi. Jadi aku bawa saja dia kemari,” jawab Zephine.
“Sampai kapan kau akan merahasiakan ini semua? Usia Cellosa sudah sepuluh tahun. Sebentar lagi ia akan beranjak remaja, ia butuh seorang ibu,” nasihat Zhask.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen 10 Days ✔
Short StoryAdalah sebuah project rutin grup kepenulisan FLC. Yaitu member akan membuat sebuah karya cerpen dalam jangka waktu 10 hari. Cover spektakuler dari salah satu mem kami : @Kuroyuki01