3. Hantu Pembunuh Kerinduan

325 20 11
                                    

Two Tea menggebrak meja. "Hei, teman-teman! Aku dapat gosip terbaru!" umumnya. Dua puluh empat murid sekelasnya langsung menoleh.

"Apaan? Gak bohong, 'kan?" tanya Koi memastikan.

Two Tea menggeleng cepat. "Nggak. Kali ini aku gak bohong!"

Rize menyahut. "Entah kenapa aku jadi merasa semakin dibohongi."

Bima membalas santai. "99% dari ucapanmu itu selalu bohong. Kurasa ga akan ada yang percaya padamu. Apalagi yang kau dapatkan hanyalah gosip."

"Betul tuh kata Bima. Tapi, kalau emang gak bohong, kuharap kau tidak mengkhianati kepercayaanku yang tinggal sedikit ini," ujar Sableng Child.

Mendengar komentar teman-temannya, Two Tea jadi merasa tak dipercaya. Padahal selama ini ia berbohong, tapi tak ada seorang pun yang mencurigainya. Sungguh, kali ini ia tak berbohong.

"Aku gak bohong!" serunya lagi. "Yaudah, kalau gak percaya, coba aja sendiri!" ujarnya kesal sambil berlalu pergi.

Amaki segera menghentikannya. "Tunggu! Apa ada kaitannya dengan misteri?"

Two Tea mengangguk. Amaki langsung histeris. "Katakan padaku! Katakan padaku!"

"Baiklah. Baru-baru ini kita kedatangan misteri hantu baru limited edition. Dia datang karena sebentar lagi hari valentine. Dia adalah 'Hantu Pembunuh Kerinduan'. Orang-orang yang merindukan seseorang yang telah mati, akan dibunuh olehnya di hari valentine nanti," jelas Two Tea panjang lebar.

Seisi kelas yang tadinya ribut, seketika hening. Saking heningnya sampai dengkuran Sura yang tertidur terdengar jelas di telinga mereka.

"Seriusan? Tau dari mana?" selidik Amaki.

"Klub koran."

"Mitos atau fakta?"

"Mana kutehek! Awokwokwok." Two Tea langsung berlari setelah mengucapkan kalimat keramat itu.

***

"Oi, kamu percaya gak sama yang dibilang si Tuti itu?" tanya Bima merebahkan dirinya di atas rerumputan taman.

Yang ditanya tampak berpikir. "Hmmmm. Entahlah. Aku ingin percaya, tapi entah kenapa ada yang mengganjal di pikiranku," jawabnya.

Bima hanya mendesah. "Aku bisa melihat kejujuran dari wajahnya. Sepertinya ia tak berbohong."

Sableng Child terbengong. "Sejak kapan kau bisa melihat kebohongan seseorang? Apa itu sulap? Sihir? Kekuatan super? Atau jangan-jangan.... kekuatan aneh?" Sableng Child menyerbu Bima dengan pertanyaan yang tidak masuk akal.

"Apa maksudmu? Kau tidak tau apa-apa tentang psikologi, ya?"

"Psikologi? Apa itu?"

"Pantes." Bima menepuk jidat. "Tapi, yang pasti, kita belum tau itu fakta atau mitos, 'kan?"

Sableng Child mengangguk pelan.

Tak disangka dan tak diduga, Amaki yang bersembunyi di balik pohon datang dengan membawa catatannya. "Hemm. Menarik," ucap Amaki sambil menulis sesuatu di buku catatan kecil yang terlekat di tangan mungilnya. "Ada lagi?" tanya Amaki.

Bima dan Sableng Child hanya diam tak mengerti.

"Maksudmu apaan?"

"Kau tak mengerti? Baiklah. Kuanggap tidak ada lagi. Kalau begitu, sampai jumpa!" ucap Amaki berlalu begitu saja. Meninggalkan tanda tanya besar di kepala Bima dan Sableng Child.

"Oi, Sableng Child! Kau bisa nebarin virus kegilaanmu itu?"

***

Sura, Sora, Rize, dan bang Jono sedang nongkrong di kantin. Mereka tampak antusias membahas hal yang baru mereka dengar di kelas tadi.

Cerpen 10 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang