22. Broken Future

339 15 4
                                    

Langit cerah dengan gumpalan awan di sekitarnya terlihat indah di atas sana. Ditambah, matahari yang menyemburkan cahaya hangatnya kepada bumi. Permadani serta dedaunan yang dibasahi oleh embun sehabis hujan, serta pelangi tampak melintang di langit.

Sungguh hari yang sempurna.

Orang normal mungkin akan duduk di teras, sembari mengopi dan membaca koran, menikmati pagi yang damai ini. Namun, tentu saja lelaki itu menjadi pengecualian.

Seorang lelaki bersurai pirang itu tampak sedang mondar-mandir di kaki bukit. Tangannya menggenggam sebuah remote yang mengeluarkan sinar merah kedip-kedip serta bunyi yang begitu nyaring. Setiap kali bunyi semakin melengking, lelaki itu mempercepat langkah kakinya.

"Ck, di mana sih," lelaki pirang itu berdecak sebal. Pasalnya, sudah nyaris dua jam ia berada di sana, namun perbuatannya belum kunjung membuahkan hasil.

Lelaki pirang kembali mondar-mandir, mengulurkan remote ke segala arah. Berharap remote-nya berhasil menemukan sesuatu.

Nit. Nit. Nit. Nit.

"Ah!" Mata lelaki itu terfokus kepada sebuah kaki pelangi. Di sana, terdapat pot hitam berisikam koin-koin emas dengan daun semanggi di sekitarnya. Tanpa berpikir dua kali, lelaki itu berlari cepat menuju kaki pelangi tersebut.

Sayangnya, kenyataan tak semanis itu. Saat sedang berlari mendekat, sesuatu justru menghantam, membuat lelaki tersebut jatuh terduduk di atas tanah.

Ia mengelus siku kirinya yang kebetulan lebih dulu mencium kerasnya tanah, meringis kesakitan. Si lelaki pirang menengadahkan kepalanya, mencoba mencari tahu apa--atau siapa--yang baru saja menabraknya.

Sesosok gadis bersurai merah menyala terduduk tak jauh di hadapannya. Gadis itu juga tampak meringis kesakitan. Dalam hitungan detik, lelaki itu berhasil menyimpulkan bahwa gadis di depannya adalah orang yang menabraknya.

"Eh?" Merasa ada yang janggal, lelaki itu meraba-raba tanah sekitarnya. Mencari keberadaan remote yang terlepas dari genggamannya saat ia terjatuh. Tak lama kemudian, ia menemukan fakta bahwa remote-nya tergeletak tak jauh darinya, dalam kondisi rusak parah.

Seberapa keraspun ia mencoba untuk menyalakannya, tetap tidak bisa.

"Hei!" panggil lelaki itu dengan nada kesal. "Kamu merusak alat berhargaku! Aku ingin kamu menggantinya!!"

Si gadis menatap polos, mengerjapkan matanya beberapa kali. "Aku tidak merasa telah merusaknya."

"Tapi kenyataannya begitu!" Lelaki itu beranjak berdiri, mendengus. "Lihat nih, alatku jadi rusak karenamu!"

"Ah, hanya itu."

Hanya itu? Entah mengapa lelaki itu semakin emosi mendengarnya.

"Sini, akan aku perbaiki!" Gadis itu menyambar remote dari tangan si lelaki. "Lihat baik-baik ya!"

Lelaki itu menunggu, menatap tak sabar.

Si gadis mengulurkan tangannya ke langit, memejamkan mata, lalu berseru, "Wahai Kami-sama! Tolong perbaiki benda aneh ini!!"

Lelaki itu refleks menatap datar. Dia ini bodoh atau apa?!

"Ah, sudahlah!" Lelaki itu kembali merebut remote dari tangan gadis aneh itu. "Lagi pula, aku sudah menemukan apa yang aku cari. Benda ini tidak diperlukan lagi." Meskipun berkata demikian, tentu saja dalam hati lelaki itu menangis. Bagaimana tidak? Dua tahun ia bekerja siang malam demi menciptakan benda ini, dan hancur begitu saja akibat perbuatan gadis aneh yang baru ditemuinya.

Cerpen 10 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang