9. Goodbye, World!

408 19 1
                                    

Flo bergerak terburu dengan kedua kaki berbalut high heels setinggi lima sentimeter. Wanita berusia dua puluh enam tahun itu bergegas menuju ruangan bosnya di lantai dua puluh. Ia tidak ingin terkena bully-an lagi oleh bosnya. Sudah cukup kemarin dirinya disiram kopi oleh bosnya di depan banyak orang.

Tok. Tok. Tok.

Flo memberanikan diri membuka pintu kembar berbahan kayu eks itu perlahan setelah mendapat sahutan dari sang pemilik ruangan. Wanita itu melongokkan kepalanya sedikit.

“Kau telat sepuluh detik,” ujar sebuah suara dengan nada dingin.

Flo berjengit. Ia langsung berjalan mendekati bosnya dan menunduk. “Ma-maaf, Pak. Saya—”

Dugh!

“Aw!” Flo meringisi saat keningnya dihantam vas bunga oleh bosnya. Tangannya mengusap lembut keningnya yang memerah. Untunglah tidak sampai mengeluarkan darah. Hanya memar.

“Dasar bodoh! Datang tepat waktu saja tidak becus. Apa pantas karyawan lelet sepertimu tetap dipertahankan di perusahaan ini?!”  Pria tiga puluh tahun bernama Vino itu menatap Flo nyalang. “Apa belum cukup semua siksaan yang aku berikan padamu?! Masih kurang, hah?!”

Flo menegakkan kepalanya. “Vino,” panggilnya lirih dengan linangan air mata yang siap tumpah.

Vino—bosnya—menatap benci. “Jangan panggil aku seperti itu! Kau bawahanku!”

Flo sudah tidak bisa membendung air matanya. “Apa sakit hatimu karena aku menolakmu membuatmu berlaku seperti ini padaku?” tanyanya parau.

Ya, saat mereka duduk di bangku SMA, Vino pernah menyatakan perasaannya pada Flo. Tetapi, gadis itu menolaknya karena dirasa Vino hanyalah siswa miskin yang tidak punya apa pun. Vino tidak pantas untuk Flo yang notabenenya berasal dari keluarga berada.

Namun, takdir mempermainkan Flo. Lima tahun lalu, perusahaan ayahnya mengalami kebangkrutan. Dan kini posisi Flo dan Vino berbalik.

Vino melangkahkan kakinya ke arah Flo. Tangannya bergerak di udara dan....

Plak!

Pipi Flo terasa panas dan nyeri. Belum sempat rasa sakit di pipinya mereda, Vino mendorong tubuhnya hingga kepalanya menghantam guci mahal di dekatnya.

“Vino, a-ampun. Maafkan aku,” mohon Flo dengan kedua mata yang sudah basah.

Srak!

Vino menjambak rambut Flo kasar. Kontan, kepala Flo—terpaksa—mendongak dan menatap kedua ain Vino yang memerah karena marah.

“Ampun? Kau pikir, setelah semua yang pernah kau lakukan padaku dulu—kau melakukan pembullyan massal padaku—dan membuatku malu selama masa SMA, aku akan memaafkanmu semudah itu?!” Dengan tak berperasaan, Vino menendang tubuh Flo. “Pergi! Aku tidak mau melihat wajah busukmu!”

***

Embusan angin malam terasa mengerikan dari atas gedung berlantai dua puluh. Orang gila macam apa yang rela berada di sana pada malam hari?

Tetapi, Flo melakukannya. Dengan pakaian kantor yang masih menempel di tubuhnya, rambut panjangnya yang berantakan, dan wajahnya yang kusut, dia berdiri di tepi gedung. Tatapannya kosong.

Flo sudah tidak kuat lagi dengan semua bully-an yang dilakukan Vino. Ia sakit fisik dan psikis. Ia ingin mengakhiri segalanya. Memang semua salahnya. Semua berawal dari dirinya yang lebih dulu mem-bully Vino saat sekolah.

Setelah perlakuan Vino tadi pagi, malam ini Flo memutuskan untuk pergi ke rooftop gedung.

“Untuk apa aku hidup?” Flo tertawa miris. Ia meratapi nasibnya yang berubah dalam sekejap. “Ya, sekarang aku percaya bahwa karma itu ada. Karma itu berlaku. Dan aku terlambat menyadarinya.”

Kedua kakinya tak berbalut apa pun. Telanjang. Sekali lagi, ia menatap ke bawah. Kendaraan berlalu-lalang di bawah sana. Wanita itu merentangkan kedua tangannya. Kedua kelopak matanya terpejam. Ia menghirup oksigen sebanyak-banyaknya sebelum akhirnya....

“KYAAAAAA!!! ADA ORANG JATUH DARI ATAS GEDUNG!”

“ASTAGA! TUBUHNYA TAK BERBENTUK!”

“AKU TIDAK MAU MELIHATNYA!” []

Written by nandaahime

Cerpen 10 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang