Aku punya mimpi.
Mungkin hal ini terdengar bodoh, karena ... mimpi yang kumiliki bukanlah mimpi biasa....
Aku ... ingin menjadi....
"Sayang sekali itu mustahil untukmu Mikazuki, pikirkanlah hal ini dengan baik, kamu harus memilih masa depan tercerah! Mikazuki, kamu seharusnya tahu 'kan? Jangan main-main dengan masa depan, tolong tentukanlah masa depanmu dengan benar! Pak Guru yakin kamu seharusnya bisa melakukannya."
Pak Guru ... Anda sama sekali tidak mengerti. Iya 'kan?
Tentu saja.
"Ehem, sekarang masih ada waktu empat minggu sebelum waktu kelulusanmu. Sebaiknya kamu harus merenung, bapak akan menunggumu selama itu. Pikirkanlah dengan baik dan jangan seperti ini lagi, ya?"
Setelah keluar dari ruangan bimbingan konseling, aku pun kembali ke kelas untuk mengambil tasku.
Sekarang sudah sore, di koridor ini tidak ada lagi siswa-siswi yang berkeliaran. Sepanjang jalanku hanya ditemani oleh sorotan sinar matahari yang menembus beberapa jendela, membuat munculnya siluet di sisi terang koridor.
Sepi, benar-benar sepi. Tenang dan sunyi sekali.
Hehe, apa yang kuharapkan...? Tentu saja kelasnya sepi, mereka takkan pernah menungguku lagi. Tidak akan pernah.
"JANGAN BERCANDA!! Jujur saja, apa yang salah dengan kepalamu!!??"
"Misoguchi...?"
"Ah sudahlah! Ayo Ibuki, Sayuki, Asahi. Lupakan saja orang bodoh ini!! Jangan harap bertemu dengan kami lagi! Selamat tinggal!!"
"Tunggu ... tunggu...."
Misoguchi, Ibuki, Sayuki, Asahi. Kalian ... benar-benar meninggalkanku....
Pasti kalian sangat benci kepadaku sekarang....
Inilah ... kenyataan yang muncul pada masa-masa terakhirku menikmati masa muda, semuanya hancur begitu saja. Ini semua salahku ... harusnya aku tidak melakukan itu.
Sudah terlambat ... aku benar-benar bodoh.
****
"Aku pulang."
Seperti biasa, rumah ini seakan-akan kosong tak berpenghuni. Dari sini aku dapat melihat pancaran cahaya televisi yang menyala di ruang keluarga, itu pasti ayah. Ayah biasanya mabuk-mabukkan sambil menonton televisi, dengan keadaan ruangan digelapkan.
Kalau ibu ... dia tidak ada di dapur maupun ruang makan, pasti orangnya masih di luar ke suatu tempat. Biasanya dia akan meninggalkan sepiring makanan untukku di meja makan, untuk ayah juga ada, tapi aku tidak melihatnya. Pasti sudah ia habiskan.
Ibu nantinya akan pulang sangat malam, biasanya pulang pagi-pagi. Setiap melihatnya pulang, dia selalu terlihat lesu, terluka ringan–kadang berat–di bagian wajah dan tangan, dan wajahnya selalu sedih.
Sebenarnya aku sangat khawatir terhadapnya, tapi ia tidak pernah mengijinkanku untuk membantunya maupun mengkhawatirkannya, ayah juga biasa menghalangiku mendekatinya ketika aku tak lagi dapat menahan rasa khawatirku ini.
Mungkin di mata orang-orang kami merupakan keluarga yang tidak bahagia dan penuh masalah, tapi masalah yang menimpa kami bukanlah masalah sederhana atau seperti kebanyakan itu.
Lebih spesifik dengan kata "rumit". Hanya itu saja yang bisa kukatakan.
Sebelum makan malam, aku pergi mengganti pakaianku dan meletakkan tas di kamar.
Sepertinya tempat ini butuh kerapian, sebaiknya aku bersihkan kamarku. Setidaknya aku masih punya kamar normal.
Kenapa aku berkata seperti itu? Itu karena keluargaku ini juga terlanda masalah ekonomi, ayah ditolak setiap perusahaan yang ada–sempat ada yang menerimanya selama tiga tahun–di kota. Hal itu membuatnya berakhir terpuruk dan jadilah dirinya yang sekarang, cuma seorang pemabuk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen 10 Days ✔
Короткий рассказAdalah sebuah project rutin grup kepenulisan FLC. Yaitu member akan membuat sebuah karya cerpen dalam jangka waktu 10 hari. Cover spektakuler dari salah satu mem kami : @Kuroyuki01