11. Melodi Hari Itu

588 19 0
                                    

Mataku terbuka ketika aku menyadari sinar mentari lolos masuk ke kamarku. Minggu pertama di musim semi. Sinar yang hangat menjadi khas musim ini. Aku berjalan menuju jendela. Membukanya lebar-lebar dan menarik napas dalam.

Semua orang di kota tampak bercahaya. Ada sebuah kebahagiaan pagi ini. Angin berhembus pelan menggoyangkan rambutku yang masih berantakan.

Aku beranjak ke dapur. Ini hari Minggu, dan aku sedang libur bekerja. Biasanya aku akan membuat kopi di Minggu pagi.

Radio menyala. Memutar sebuah musik yang tidak asing di telingaku.

Tanpa sadar diriku bersenandung lagu lama yang membangunkan kenangan. Ah, rasanya sudah lama aku tidak menyanyikan lagu ini. Jika diingat-ingat, ini adalah lagu favoritnya dan aku. Terakhir kali kami menyanyikannya di bawah pohon, setelah acara kelulusan. Entah mengapa aku jadi teringat kembali. Memoriku menembus waktu ke masa lalu.

Lagu itu akan segera berakhir. Aku segera mempersiapkan diri untuk mengungkapkannya. Meski kami mungkin tidak akan bertemu lagi, aku akan mengungkapkan rasa cinta yang sejak dulu selalu terpendam.

Ini dia. Jarinya berhenti memetik senar gitar. Aku menoleh padanya.

"A-anu."

Aku mulai angkat bicara. Rasanya gugup sekali. jantungku seperti sedang berpesta. Tubuhku berkeringat. Tanganku gemetaran.

Dia menoleh. Tatapan matanya padaku masih sama seperti biasanya, lembut. Gitar di pangkuannya dipindahkan ke samping pohon tepat kami berdua.

"Ada apa?" tanyanya.

Dadaku benar-benar tidak karuan saat itu. Aku berusaha mengumpulkan tenaga untuk mengeluarkan suara. Pokoknya aku harus mengungkapkannya.

"K-kak Rio...," ucapku terbata-bata.

Kak Rio menaikkan sebelah alisnya, seperti memintaku untuk mengatakannya.

"A-"

Belum sempat aku mengucapkan padanya. Seseorang berlari menuju kami. Itu Via, pacar Kak Rio. Ya, memang Kak Rio sudah memiliki pacar. Tetapi kupikir, jika hanya mengungkapkan saja tidak apa-apa, bukan?

Kak Rio menoleh pada Via yang tersenyum sangat manis. Dia menghampiri Via yang membawa bunga.

Jika mengingat hari itu, sesak sekali rasanya. Aku bahkan tidak bisa mengatakannya walau berbisik sekalipun. Jika waktu bisa terulang, ingin sekali aku mengatakannya sekeras mungkin. Berteriak jika bisa.

Sejak saat itu, aku tidak pernah lagi merasakan yang namanya jatuh cinta. Masa muda akan terasa hampa jika tidak bisa mengungkapkan cinta. Aku harap bisa merasakan masa-masa itu lagi.

Mengingat masa lalu, aku jadi lupa kalau sedang membuat kopi. Ku tuang air panas ke dalam gelas yang sudah berisi kopi dan gula, lalu mengaduknya.

Melihat pagi yang cerah aku jadi ingin berjalan-jalan sebentar keliling kota. Aku menghabiskan kopi kemudian bersiap-siap. Hanya mengenakan rok lipit selutut dan kaus warna kuning, kurasa sudah cukup.

Aku keluar rumah. Menghirup dalam-dalam udara pagi yang segar. Mendengar kicauan burung yang terbang di langit. Aku segera berangkat.

》《

Di bawah pohon rindang, aku berjalan sendiri. Sesekali mengambil foto bunga atau serangga.

Di persimpangan, aku berbelok ke kanan. Ada seseorang di sana, membawa gitar. Dengan kupu-kupu yang hinggap di tangannya. Aku berhenti. Ku rasa aku mengenalnya.

Cerpen 10 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang