8. Rindu Ini Membunuhku

292 17 1
                                    

Malam hari. Cahaya rembulan dengan angkuhnya menyelimuti suasana kota metropolitan ini. Dan di sinilah Vino, seorang mahasiswa semester akhir berjalan pulang dari membeli rokok di minimarket ujung komplek.

Ia yang awalnya hanya berniat membeli rokok tergoda dan berakhir dengan sekantung penuh camilan yang jauh melenceng dari barang awal yang ingin ia beli. Sambil menenteng kresek penuh camilan di tangan kirinya, Ted berjalan menyusuri trotoar sambil sesekali bersiul.

Sebenarnya, jarak dari tempat kost dengan minimarket tidak terlalu jauh. Namun, Vino sengaja memperlambat jalannya untuk menikmati suasana malam di kota padat ini. Barangkali, ada hal unik yang akan terjadi padanya jika dia berjalan sedikit lebih lambat dari biasanya.

Vino terus berjalan, dan tetap berjalan. Sambil mendendangkan nada lagu kesukaannya, ia mulai memasuki taman kecil yang cahayanya remang-remang.

Tidak ada orang di sini. Vino tidak terkejut sama sekali mengetahui hal itu. Terakhir kali ia mengecek arlojinya, waktu hampir menunjukkan tengah malam. Sadar bahwa suasana di sini sangat tenang, Vino berjalan ke arah salah satu bangku taman dan duduk di sana.

Vino mulai mengambil sebatang rokok dari kotaknya, dan mulai menyalakan pemantik api. Dengan khidmat, Vino menyesap dan menghembuskan asap rokok dari mulutnya berulang kali. Ia merasa damai kali ini.

Saat tengah asyik melakukan kegiatannya tadi, tiba-tiba Vino mendengar suara. Biasa, ia akan mengacuhkan pengganggu-pengganggu macam itu dan akan tetap melanjutkan kegiatannya. Namun, suara yang Vino dengar kali ini berbeda.

Itu adalah suara tangisan.

"Siapa gerangan yang menangis di tempat sesepi ini? Dan, di waktu selarut ini?"ucap Vino kepada dirinya sendiri. Ia akhirnya memutuskan untuk mendatangi arah sumber suara tangisan tadi. Ia berdiri, membuang puntung rokoknya yang tinggal seperempat bagian itu, lalu mulai berjalan ke arah tangisan itu.

Vino tetap berjalan sampai akhirnya ia sampai di sudut taman. Di atas sebuah bangku taman yang sama dengan bangku yang diduduki oleh Vino tadi, terlihat seorang wanita berambut panjang sedang duduk sambil menangis sesenggukan. Ia menutup wajahnya menggunakan tangan, namun masih jelas terlihat air mata turun membasahi pipi wanita itu.

Vino mulai berjalan mendekati wanita tersebut dengan sangat perlahan. Ia takut jika wanita itu bukanlah manusia. Tetapi, setelah melihat kaki wanita itu yang masih menapak ke tanah membuat Vino yakin kalau wanita ini adalah manusia, dan sedang membutuhkan bantuan.

Vino mendekat, lalu memegang pundak wanita tersebut. "Hei, mengapa kau menangis?"tanya Vino lembut, berhati-hati agar wanita itu tidak menangis lebih kencang.

Wanita tadi menoleh dengan wajah bingung serta takut lalu berkata,"Si-siapa kamu?"

"Aku hanya seorang pria biasa yang kebetulan sedang duduk di taman ini. Tangisanmu sangat keras sampai-sampai aku yang berada di tengah taman bisa mendengarnya. Tentu saja, aku mencari asal dari suara tangisan tersebut yang ternyata bersumber dari dirimu."jelas Vino panjang lebar.

Wanita tadi menunduk, lalu mulai berkata,"aku sebenarnya sedang dilanda masalah. Oh iya, ngomong-ngomong namaku Vera. Dan namamu?"

"Namaku Vino. Sekarang, coba jelaskan mengapa kau menangis sesenggukan seperti tadi."

Vera menatap mata Vino lekat-lekat. Matanya terlihat berkaca-kaca. "Aku... sedang dilanda rasa rindu."

Mendengar jawaban dari Vera, Vino manggut-manggut mengerti. Ia terlihat berpikir sambil sesekali mengusap-usap dagunya. "Rasa rindu ya. Memang, rindu itu tidak bisa ditahan. Saranku, lebih baik kau segera menemui orang yang kau rindukan itu."

"Tidak, tidak. Aku tidak merindukan seseorang. Aku merindukan melakukan suatu kegiatan yang mungkin tidak akan pernah aku lakukan lagi."

"Kalau begitu masalahnya, lakukan saja hal yang membuatmu rindu itu. Tidak baik memendam sesuatu, kau tahu."saran Vino kepada Vera.

Mendengar jawaban Vino, wajah Vera langsung berubah menjadi secerah sinar mentari pagi. Ia tersenyum lembut. Tentu saja, Vino yang melihatnya ikut tersenyum. "Ngomong-ngomong, hal apa yang membuat dirimu dilanda rasa rindu?"

Vera tetap tersenyum, lalu berkata,"membunuh seseorang."

Penulis : Yumazthaqil

Cerpen 10 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang