13. True Freedom

186 8 0
                                    

"Kebebasan? Hah, sialan dengan itu!" Aku mendengus kasar pada lelaki yang ada di depanku itu, dia adalah teman masa kecilku, Rhax.

"Hem? Kenapa begitu?" Tanyanya kembali padaku, dan ia mulai membuat wajah mengesalkan itu… wajah tidak tau apa apa, yang sangat membuatku kesal!

"Emang apa artinya kebebasan?" Ujarku kembali sambil menatap ke langit-langit, dan bersandar di dinding sebelah rumahku.

"Kebebasan itu yah… bebas dari segalanya, Aria…" balasnya santai lagi, sekarang ia juga ikut berdiri di sebelahku, ikut menatap langit yang sama denganku.
"Lihatlah, bahkan tak ada kebebasan dalam pandangan kita."

Kali ini ia menunjuk ke langit-langit yang sebagian besar ditutupi oleh seng, dan hanya sepetak langit yang terlihat di pandangan kami. Aku tertawa singkat, "tentu saja, dasar konyol. Rakyat kelas bawah seperti kita tidak akan diperbolehkan melihat langit secara penuh."

"Itu artinya kita tidak bebas, rakyat bawah tak memiliki kebebasan…" ujarnya lagi sambil tersenyum simpul. "Apa kau juga menginginkan kebebasan, Aria?"

"Hem… tapi kupikir saat ini, aku sudah cukup bebas…"ujarku, "saat ini mungkin sudah, karena setidaknya aku sudah punya pekerjaan…"

"Pekerjaanmu menjadi pelayan di kerajaan kan?" Tanya Rhax, dan aku mengangguk sebagai jawaban.

Hening, entah kenapa kami berdua tiba-tiba berhenti berbicara, aku pun cepat-cepat asal menyeletuk, mengambil acak suatu topik pembicaraan.

"Bagaimana denganmu, Rhax? Bukankah kau juga mantan bangsawan? Apakah penurunan pangkat ini tak membuatmu sedih atau kesal?"

Rhax tersenyum sejenak, "aku sih tak terlalu menyukai menjadi bangsawan,sejujurnya keluargaku yang selalu mengincar hal yang lebih mewah, dan kau tau hal itu bukan?"

"Iya tentu, bahkan sampai sekarang sifat mereka masih kelihatan begitu." Aku memutar bola mataku malas, kadang cukup menyebalkan melihat kedua orang tua Rhax yang masih bersikap berfoya-foya meski tau gelar bangsawan mereka sudah dicabut karena suatu insiden. Ya aku akui mereka masih punya uang dalam jumlah yang lumayan, tapi jika seperti ini terus, aku yakin pangkat mereka akan merosot lagi dalam waktu yang singkat ini

"Yah… memang, maklumi saja" ujar Rhax sambil tersenyum pahit. Terkadang aku juga kasihan pada Rhax.

"Eh!" Serunya yang tiba-tiba membuatku terkejut. Aku diam dan menunggu dia melanjutkan kata-katanya.

"Kan kerajaan sedang mencari calon istri untuk pangeran kedua mereka, kamu gak ikutan?" Tanyanya yang membuatku memelototi nya lekat-lekat.

"Ha? Apa maksudmu?!" Ujarku masih memelototinya dengan tajam sedangkan ia hanya terkekeh pelan, aku menyikut lengannya karena masih kesal.

"Coba saja, mana tau sang pangerannya tertarik" candanya diiringi tawa kecil.

"Heh! Aku sering berbicara dengan sang putri, kudengar dari putri Iriana, kakaknya yang kedua itu menyebalkan sekali!" Gerutuku kesal sambil melipat kedua tanganku di dada.

"Benarkah?" Tanya Rhax kemudian ia kembali mengingat-ingat, "dia sedikit...hanya sedikit sih, eh… menyebalkannya...."

"Nah kan sudah kubilang" seruku sambil menunjuk-nunjuk Rhax dan memasang wajah tersenyum kemenangan. "Aku mana mau, coba."

"Tapi kalau misalnya memang pangeran tertarik padamu, kamu bisa jadi putri loh, dan pastinya otomatis menjadi bangsawan" ujarnya lagi, dia seperti sedang memaksaku, apa sih mau anak ini?

"Terus?" Balasku ketus sambil menaikkan sebelah alisku.

"Emm…. Kamu bisa makan bebas kalo jadi putri!" Celetuknya tiba-tiba, "Makanan?"

Cerpen 10 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang