3. Just Rania

225 18 1
                                    

"Jadi, mulai sekarang kita putus ya," ucap Kak Arkha singkat. Terlalu singkat untuk memberiku waktu untuk mencerna semuanya. Aku meneguk ludah dengan susah payah. Bibirku yang kering terasa bergetar. Protes yang ada di ujung lidah tidak bisa keluar sama sekali. Sekujur tubuhku terasa dingin dan dadaku terasa sesak.

Kenapa? Kumpulan pertanyaan itu beradu di kepalaku. Padahal awalnya semua begitu indah. Kenapa harus diakhiri dengan kesakitan yang begini?

Aku, Rania yang menyukai Kak Arkha selaku seniorku. Permulaannya adalah aku yang tiba-tiba pingsan saat hari pertama masa orientasi pengurus osis. Kak Arkha sebagai salah satu panitia segera turun tangan untuk menggendongku ke ruang UKS. Orang-orang banyak memperbincangkan bagaimana pemuda yang mengikuti ekskul PMR itu membalurkan minyak padaku agar sadar. Setelahnya ia meminta izin pada rekan OSISnya agar ia bisa menungguiku istirahat.

Bahkan hari esoknya, Kak Arkha tidak mau jauh-jauh dariku agar bisa mengawasi. Hatiku pun luluh diberi perhatian yang demikian dalamnya. Oke, aku tau itu dilakukan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan mengingat daya tahan tubuhku ini memang lemah. Tetapi, kita tidak bisa mengendalikan hati yang jatuh cinta kan?

Di akhir kegiatan masa orientasi, aku memberanikan diri mengungkapkan perasaan pada Kak Arkha. Tak disangka ia menerima perasaanku dan sejak itu kami resmi berpacaran. Aku bisa melihat langit seolah berwarna merah muda. Angin terasa amat sejuk dan nyaman.

Dan sekarang? Aku dicampakkan. Baru dua minggu sejak hari itu. Kenapa Kak Arkha mengakhiri hubungan kami begitu cepat? Apa yang salah dariku? Selama ini aku selalu berusaha membuat Kak Arkha senang. Memang kenapa kalau aku terlalu menyukai kekasihku sendiri?  Tolong beri tau aku!

"Maaf ya Rania. Kita bisa jadi senior dan junior biasa mulai saat ini. Tetap jaga profesionalitas di OSIS ya." Dan dengan itu, Kak Arkha pergi meninggalkanku. Segera aku meraih lengannya yang kokoh. Lengan yang berkali-kali menolongku.

"Kenapa jadi begini kak?" tanyaku sendu.

"Maaf, aku rasa selama ini sikap kamu terlalu posesif. Jadi aku gak nyaman dan risih. Sudah ya."

Aku terdiam tak bisa berkata apa-apa. Punggung kokohnya yang menjauh mulai terlihat buram karena air mata. Sungguh, apa yang salah dengan terlalu menyukai Kak Arkha? Padahal aku kira aku bisa memilikinya untuk---

Sebuah suara keras membuyarkan lamunanku. Aku menghapus air mata dan segera menuju sumber suara. Pandanganku tertambat pada sebuah lubang.

"Ini ... Sumur?" gumamku. Menilik batu-batuan dan kayu tua di sekitar lubang itu membuatku heran. Ah, ada sebuah plang tanda bahaya yang roboh.

"Ugh, sakit." Sebuah suara yang agak menggema membuatku terlonjak kecil. Segera aku bersimpuh dengan hati-hati di depan lubang itu. Kemudian dengan segenap keberanian aku melongok.

"Kak Arkha! Kakak baik-baik saja? Bisa naik tidak?" tanyaku panik. Lubang itu gelap dan dalam. Dari sinar matahari yang menerobos masuk, aku bisa melijat ada batu-batuan berlumut di dasar sana. Dan, Kak Arkha yang terbaring lemah.

"Badanku sakit sekali. Susah untuk bergerak," jawab Kak Arkha parau.

"Ah, iya aku akan segera panggil orang!" seruku.

Dengan keringat dingin membanjiri keningku, aku mulai berteriak memanggil siapapun. Tiba-tiba aku teringat bahwa ini adalah taman terbengkalai yang agak jauh dari sekolah dan rumah kami. Kurasa tidak akan ada orang yang sengaja lewat sini. Kalau tidak salah taman ini direncanakan untuk direnovasi. Tetapi karena pemimpinnya mengkorupsi dana, akhirnya renovasi yang didengungkan itu tidak berjalan sama sekali. Meninggalkan taman yang rusak dan ditinggalkan semua orang.

Cerpen 10 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang