21. Kutukan Hana

159 15 0
                                    

Dahulu hidup seorang Nenek tua bernama Hana. Dia adalah seseorang yang baik pada masa mudanya, namun tidak pada masa tuanya. Mengapa? Karena ada yang terjadi, di mana ada sesuatu yang sangat mengerikan.

Saat itu Hana disegani orang-orang desa karena dia sangat baik oleh siapapun. Dia juga adalah anak dari orang kaya. Dari jauh dia tidak memiliki kekurangan sama sekali. Tapi itu salah, dia memiliki kekurangan.

Ini tentang anakku. Kedua anakku. Entah mengapa, sebenarnya aku tidak ingin menceritakannya. Aku takut siapa yang membaca ceritaku, anak-anakku akan datang di sisimu nanti. Hmm ... karena aku sudah memperingatinya jadi aku akan mulai bercerita.

"Ibu, aku akan bermain yah?"

Anak lelakiku Potre, bertanya. Adiknya Fen, berada di sebelahku. Aku memiringkan kepala. "Memangnya mau kemana?"

Potre tersenyum. Oh tidak, aku mengulang pertanyaan ini. Pertanyaan yang akan melepas kedua anakku pergi setelah dia menjawabnya.

"Kita akan pergi memutari desa. Iya 'kan Fen?" tanya Potre.

Fen sangat ragu sebenarnya, dia bingung. Fen itu begitu ingin bermain tepung saat aku membuat kue, tapi disisi lain Fen juga ingin mengikuti kakaknya. Dengan berat Fen akhirnya memilih ikut Potre.

"Ingat, kalian jangan masuk ke rumah nenek tua itu yah."

Aku mengizinkan mereka pergi untuk terakhir kalinya. Potre pergi bersama barang bawaan di tangannya. Sebuah permen madu buatanku.

Mereka berdua berjalan mengitari desa. Desa kami memang luas, jadi aku bingung apa mereka akan kuat atau tidaknya kalau berjalan padahal usianya masih 10 tahun. Permen madu dibawa, lalu mereka berdua tersenyum sepanjang jalan.

Orang-orang menyapa kedua anakku. Hmm ... mereka itu anak yang imut, jadi wajar saja banyak orang menyukai mereka.

Potre POV

Aku membawa adikku pergi mengelilingi desa. Aku begitu senang sekali dapat menyapa setiap orang, apalagi dapat berbagi permen buatan Ibuku pada setiap rumah.

Tapi, aku bingung, mengapa Ibuku tidak pernah mengizinkan aku memasuki rumah nenek tua itu. Padahal rumahnya besar.

Hmm ... itupun sebuah rumor. Aku belum pernah lewat sana, atau berkunjung sekalipun.

"Fen, kita ke rumah nenek itu yuk!"

Wajah Fen berubah menjadi ketakutan. Aneh sekali, apa yang terjadi dengannya. "Kita tidak boleh ke sana. Kamu mau mati?!!"

Deg!

"Ada apa denganmu? Mana mungkin kita mati karena nenek tua itu?!" aku berteriak cukup kencang pada adikku. Orang-orang melihatku dengan tatapan kaget.

Orang-orang berlari masuk ke dalam rumah mereka. Anak yang bermain di luar rumah, ditarik cepat ke dalam rumah. A-apa yang terjadi? Apa aku mengucapkan hal yang salah?

Seorang anak kecil berteriak kencang dari dalam rumah sebelah. "Kita harus lari kakak! Kita harus lari!"

Deng!

Lonceng jam di setiap rumah berdentang. Tunggu biasanya jam ini berdentang setiap malam, atau biasanya satu jam sekali. Padahal, aku baru bermain sebentar di sini.

"ARGGKK!!"

Fen berteriak sangat keras. Aku sangat takut melihat telinga kecilnya keluar darah. "Fen! Ada apa denganmu?"

"Pergi!! Kita harus pergi!!"

Fen menangis lalu berlari pergi menuju rumah. Rok hitam panjangnya, terus membuat dia terjatuh. Aku ikut mengejarnya, Fen sangat aneh. Apa yang dia takutkan sebenarnya.

Fen kini terjatuh pada sebuah batu tajam. Sisi tajamnya menusuk matanya. Keranjang permenku terjatuh ke tanah. Ini hal menakutkan seumur hidupku.

"Kakak! Kita harus cepat pergi.."

Fen bangkit dari tanah. Dia masih berusaha lari dariku. Larinya tergopoh-gopoh. Dia tidak memperdulikan batu yang menancap di mata kanannya. Darah menetes di pipinya. Darahnya seperti tangisan ketakutan yang teramat sangat.

Rumahku masih jauh dari sini. Mana mungkin Fen sampai dengan cepat dalam kondisi seperti itu.

Para warga melihat aku yang terus mengejar Fen dari balik jendela rumah. "Tolong kami! Aku mohon!"

Aku berteriak, semoga ada yang menolong. Namun, nihil. Tidak ada yang mendengar kami, mereka sama ketakutannya seperti Fen.

Tiba-tiba saja Fen berbelok. Ini bukan jalan menuju rumah, dia mau kemana. Fen berlari menuju hutan yang lumayan lebat, aku sangat takut pada hutan-hutan di sini. Kata Ibu, ini hutan yang di keramatkan.

Tapi, aku harus menghilangkan rasa takut ini. Aku harus mengejar Fen.

"Kakak! Kita hampir sampai rumah!"

Rumah?! Apa yang dia maksud! Ini bukan rumah Ibuku. Sebuah gubuk tua, yang sepertinya tidak berpenghuni.

"Ibu! Tolong aku Ibu! Tolong cabut mataku!!"

Aku terdiam membeku. Seorang nenek tua keluar dari gubuk itu, dia tersenyum, lalu memeluk Fen. Siapa dia? Aku belum pernah melihatnya?

"Hoekk!"

Gumpalan darah keluar dari mulut Fen, dan menumpahkannya pada jubah hitam nenek itu. Aku baru menyadarinya sekarang, pisau menusuk di perut Fen.

"Geli Bu! Jangan gelitiki aku hahaha!!"

Nenek itu mencabut mata adikku. Dia mencabutnya begitu kencang sampai mata adikku terbawa olehnya. Urat-urat yang menempel di singkirkan menggunakan pisau itu.

Hah! Hah!

Rasanya ini tidak nyata. Kakiku rasanya semakin kaku. Aku tidak dapat menerima kenyataan ini. Ini semua karena diriku. Nenek bodoh itu harus mati.

Aku menatap kembali Fen, wa-wajahnya. Kulitnya hilang!

"Aku muda! Ahh! HAHAHA!!"

Adikku tidak memiliki wajah. Fen sudah mati di atas tanah. Nenek itu menatap ke arahku, dia berjalan cepat menggunakan pisaunya. Wajahnya tidak terlihat akibat kulit Fen ada di sana.

A-aku harus cepat!

Aku berlari meninggalkan hutan. Aku sangat takut mati. Aku tidak ingin dibunuh olehnya.

Hahaha! Nenek itu tidak akan bisa mengejarku. Lihat saja di belakangku sudah kosong, hanya hutan belantara saja.

"Akhirnya dapat sedekat ini, bocah!"

Aku terkejut melihatnya. Nenek itu ada di hadapanku. Gubuk ini juga mengapa masih ada, a-apakah aku dari tadi tidak berlari.

"Arrgkkk!!"

Fen digantung pada atas pohon. Seluruh tulang belulang manusia. "Aku ingin muda! Aku ingin muda!! hahaha!!"

Pisau itu sudah berada di leherku. Aku tertawa sebelum pisau itu berhasil memotong seluruh leherku. Selamat tinggal dunia. Maafkan aku, Fen dan Ibu.

-END-

Gerascophobia adalah sebuah phobia terhadap penuaan yang amat teramat sangat mengerikan bagi penderitanya.

Penderita phobia ini biasanya tidak sadar mempunyai phobia satu ini saat dirinya masih muda. Namun, mereka sangat khawatir apabila saat di umur tuanya, tidak ada yang menjaganya. Di satu sisi juga phobia ini tidak mau untuk menyusahkan orang lain, saat nanti dirinya sudah tua nanti.

Hana ini dahulunya sudah mempunyai sisi ini. Setiap harinya dia selalu bercermin agar tetap muda, namun tuhan tidak akan memberlakukan manusia lainnya secara tidak adil. Tuhan tidak akan pernah memberikan keabadian saat hidup di dunia ini selain di akhirat.

Hana lama kelamaan menjadi gila. Dia diasingkan para penduduk ke hutan itu untuk dijauhkan dari serangannya. Hana menjadi dendam dan melakukan perjanjian iblis agar siapapun yang menghinanya, bakal mati di tangannya.

Semua warga takut sama itu nenek tua :v
 
Ya, masa kamu mau muda terus padahal orang lain mengalami masa tua ya biasa aja. Hmm ... ga mau ngalamin tua? Emangnya ga bosan hidup/plak.

Penulis : rizalraihan24

Cerpen 10 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang