3. Karma For Bully

849 37 14
                                    

Aku pikir, karma itu hanya ucapan semata.
Aku pikir, itu hanyalah bualan saja.
Namun nyatanya, kini aku mengalaminya.

📍📍📍

Erna. Seorang gadis SMA dengan kemampuan berbicara yang hebat. Ia kini sedang berjalan dengan angkuhnya di koridor.

Orang-orang hanya menatapnya biasa, dari dalam kelas. Namun tidak baginya. Baginya, semua orang menatapnya seseorang yang luar biasa. Karena, ucapannya yang pedas sepedas silet, membuat Erna selalu beranggapan orang akan takut padanya.

Ketika itu hujan lebat diserati petir, membuat orang-orang enggan untuk beranjak dari dalam kelas, memilih diam. Berbeda dengan anak laki-laki yang berada di kelas XI-IPS 2. Mereka justru malah asyik bermain air hujan, perosotan mengenakan lantai koridor.

Orang yang hendak lewat, mereka lebih baik mengambil jalan di pinggiran, supaya tidak terkena kotornya air hujan. Berbeda dengan Erna. Ia justru dengan berani lewat ke tengah, sehingga air kotor di tangan salah satu siswa mampu mengenai seragamnya.

"Eh ... maaf," kata salah satu laki-laki yang sedang memegang ember kecil.

Erna diam. Kemudian, perlahan ia membuka matanya. Memerah, membara, menggebu-gebu, siap menyemprotkan caci-maki pada laki-laki tadi.

"KAMU BEGO? Liat ini baju jadi kotor. Kamu tuh gak mikir, ya. Dasar orang yang IQ nya seperempat sendok seblak!" pekiknya begitu menggema, membuat orang-orang yang di dalam kelas keluar dan bahkan mengintip dari jendela.

"Hayo loh, Edi. Hayo loh!" ucap teman-teman sebayanya mengompori Edi.

"Kan udah minta maaf. Lagian, salah kamu sendiri lewat tengah," ucap Edi membela diri sendiri.

"Kamu pikir ini jalan milik kamu? Mikir dong harusnya, udah SMA masih aja kaya bocah. Dasar bego, gak punya sopan santun. Orang tua ga didik, ya? Sampai-sampai tingkahnya kaya anjing lepas," katanya menyindir.

Edi nampak emosi, ia melemparkan embernya ke sembarang arah. Ia kemudian menunjuk-nunjuk Erna.

"Kamu boleh hina saya. Tapi, jangan sampai bawa-bawa orang tua saya. Kamu boleh ngatain saya bego, dan sejenisnya. Orang tua saya gak bersalah!"

"Biasa aja, dong. Jangan tunjuk-tunjuk. Suruh siapa kamu bikin tingkah kaya anjing liar," kata Erna mendelik kemudian kembali berjalan, memasuki kelas XI-IPS 2.

"DASAR TOLIL!" pekik Edi.

Semua orang yang mengintip mulai bergunjing. Erna hanya duduk di bangkunya, memasang earphone ke telinganya.

Di luar, bukanya marah. Justru, laki-laki tadi malah meniru Erna ketika marah. Itu jadi hal candaan seketika, yang mengundang bahan tawa banyak orang.

Para lelaki tadi pun, masuk ke kelas. Seragam mereka basah, dan sedikit kotor. Dengan dua ember di tangan, mereka duduk di atas meja. Edi memukul-mukul ember sehingga berirama, diikuti oleh Engkus yang juga membawa Ember. Mulailah alunan lagu melantun.

Ferdi bahkan berdiri di atas kursi sembari menari, diikuti oleh Zea. Murid-murid yang sedang diam pun, mengerumuni mereka dan ikut bernyanyi.

Lagu "Kabogoh Jauh" pun dimainkan.

Semua nampak bergembira bernyanyi. Bahkan ada yang memvideo untuk dimasukan ke story sosial media mereka.

🎶Boga kabogoh jauh. Mentas laut, leweng gunung🎶

🎶Tapi, apel te bingung. Cukup hallo di telpon🎶

🎶Kuring di pulau Jawa, manehna pulau Sumatera🎶

Cerpen 10 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang