Sudah berapa aku lama menganggur? Dua Tahun? Kenapa aku jadi begini? Kenapa aku tidak punya semangat dan tujuan hidup? Hidupku terasa hanya sebagai deadweight, terutama bagi orangtuaku. Namun aku juga tidak ingin mati, karena aku juga tak punya motivasi untuk mati.
Hidup segan mati pun tak mau...
Aku masih terbaring di kasur, menatap langit-langit yang berwarna putih polos, bland seperti hidupku. Entah mengapa aku masih dibiarkan hidup seperti ini.
Aku terbangun, dan keluar kamar untuk segera mandi. Aku mencuri pandang ke arah jam yang menunjukkan pukul 5 pagi. Kemudian aku menuruni tangga yang berjumlah 14 anak tangga ke bawah, dimana ibuku sedang memasak makanan yang tercium seperti tempe.
"Pagi, Dan," sapanya, masih fokus pada kompor.
"Pagi juga Bu."
Kamar mandi, aku datang...
Setelah selesai mandi dan segala hal-hal yang mengikutinya, aku makan. Semua ini merupakan ritual pagiku, yang sangat repetitif dan membosankan. Aku ingin sesuatu yang berbeda dalam hidupku, sesuatu yang bisa kupegang sehingga aku semangat menjalani hidup dan tidak menjadi seperti benalu.
"Dan, Om Parman katanya butuh pegawai tambahan. Kamu mau coba ga?" tanya Ibuku, sambil menyodorkan piring berisi nasi dan tempe padaku.Aku mengangguk.
"Sayang sih, kamu mengundurkan diri dari kuliah. Tetapi yah, bagaimana lagi...," ucapnya dengan intonasi sedikit sesal.
Aku tidak tahu kenapa Tuhan membuatku seperti ini... tetapi memang semua itu salahku, salah diriku sendiri dan tidak pantas menyalahkan yang lain."Kapan aku harus ke Om Parman?" tanyaku.
"Dia bilangnya jam delapan."
Masih ada waktu, entah aku mau mengisinya dengan apa. Tidak terasa makananku sudah habis. Aku pun beranjak dari tempat makan, membiarkan pikiranku melayang memikirkan berbagai hal yang abstrak.Aku tidak sadar atas fakta bahwa aku kembali ke lantai atas, tepat di dalam kamarku. Pandanganku tertuju pada meja belajarku, yang sering kupakai waktu masih sekolah dulu. Disana terbaring buku berwarna kuning mencolok, tertulis "Forever Sixteen". Aku membuka buku itu dan terpampang foto-foto dari semua kelas di angkatanku waktu SMA, tetapi aku langsung membuka halaman yang berisi dari foto-foto kelasku sendiri, IPS 3.
Di sekolah lain biasanya satu kelas akan dipisah setelah satu tahun, namun di sekolahku berbeda. Teman-temanku tetap sama selama 3 tahun berturut-turut, dan aku suka itu meski yah... aku bisa dibilang isolationist seperti Amerika pada masa sebelum Perang Dunia Kedua. Kelasku dulu itu (hampir) semua penghuninya heboh.
Halaman demi halaman aku baca dengan saksama lalu dibalik. Setiap foto dari teman-temanku memberi kenangan tersendiri. Sepertinya air mataku mulai mengalir, membandingkan masa-masa itu dengan masa sekarang.
Kurasa aku perlu menggali memoriku... aku rindu saat-saat itu yang masih menyenangkan dan tanpa beban dibanding saat ini.
Dari semua memori yang bisa di recall, pikiranku terkunci pada suatu hari pada masih awal-awal kelas 3 SMA. Itu adalah salah satu hari yang paling dikenang selama aku sekolah...---
(Beberapa tahun lalu...)
"Bojoku tok sleding tekel!" Nisa bernyanyi seperti penyanyi dangdut di acara pernikahan, dan disebelahnya ada Tia yang berjoget-joget ria tidak karuan.
"Ganti-ganti! Lagunya yang Barat aja." kata Rasyid, yang duduk di depan. Sepertinya kupingnya panas mendengar terlalu banyak dangdut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen 10 Days ✔
Kısa HikayeAdalah sebuah project rutin grup kepenulisan FLC. Yaitu member akan membuat sebuah karya cerpen dalam jangka waktu 10 hari. Cover spektakuler dari salah satu mem kami : @Kuroyuki01