HIJRAH. Kata yang akhir-akhir ini sangat populer. Sampai membuatku sendiri heran, betapa banyaknya artis yang mendadak hijrah dan bahkan temen-temenku sendiri ikut-ikutan hijrah.Ini hijrah atau cuma kamuflase? Atau hijrah dadakan?
Hidup di zaman modern abad 21, mau kamu pakai kata hijrah yang sangat Arab, atau diganti dengan kata Yahudi dan Latin yang Kristen, yang, semua itu dilekatkan dengan agama. Tentunya mustahil.
Hijrah kok lagunya masih dengerin lagi Korea? HP Cina. Aplikasi Amerika. Bajunya dari pabrik dengan buruh gaji murah. Duitnya dari Bank Indonesia yang kapitalis. Negaranya Indonesia yang Tuhannya Rakyat. Dan lainnya sebagainya.
Mau hijrah ke mana? Mau hijrah ke Arab dan Timteng pun, ini dunia modern. Mau hijrah dengan alasan sekedar ingin bertingkah laku baik? Apa tak ada kata selain hijrah? Makannya tetap beras murah hasil dari petani miskinkan? Nah, trus tiba-tiba pakai cadar. Itu mau hijrah atau lagi main film ninja?
Hijrah kok ya cuma gitu. Masih sibuk selfie. Sibuk posting status. Pamer diri hijrah. Dan, listriknya kok tetap PLN?
Aku tidak benci Islam atau orang yang ingin hijrah. Hijrahnya nanggung masalahnya. Harusnya mereka yang hijrah itu ke Mars saja! Nanam makanan sendiri. Buat listrik sendiri. Buat baju sendiri. Diriin sekolah sendiri. Buat internet sendiri.
Hijrah kok kuota internetnya dari kapitalis? Celana dalamnya dari Cina Komunis. Atau, Facebooknya buatan ateis Amerika.
Hmm, lalu apa guna hijrah? Selfie bercadar? Baiklah. Lakukanlah sesukamu. Huaaam...
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKOLOGI, PSIKOTERAPI, DAN MASALAH LAINNYA
SachbücherEsai-esai yang aku tulis ini, lebih berkaitan dengan dunia psikologi dan bagaimana kita keluar dari jeratan hidup yang menekan. Di sini kau akan menemukan bagaimana memilih psikiater atau psikolog sebelum memutuskan pergi ke klinik mereka. Bagaimana...