Sekolah tak selamanya menyenangkan. Terlebih bagi mereka yang berbeda dari kebanyakan orang, memiliki kebutuhan khusus, dianggap terlalu lambat menyerap pelajaran, atau memiliki jiwa yang labil, rentan, dan susah berteman dengan siapa pun. Atau saat sekolah terlalu mengekang segala potensi yang kita miliki. Tiba-tiba sekolah menjadi monster. Ruang kelas hanyalah keseharian yang mengerikan. Teman-teman tak ubahnya para iblis dan guru-guru lebih menakutkan dari pada sipir penjara dan maniak keji.
Dan tugas sekolah seperti hukuman paling biadab dari sejarah umat manusia.
Saat berada di dunia macam itu, siapa pun yang pernah merasakannya akan tahu dan berpikir, seandainya saja aku keluar dari sekolah ini. Seandainya aku bisa.
Banyak orang ingin sekali keluar dari sekolah yang membuatnya depresi, sering memaksa kita menangis, takut, marah, dan seolah, dunia ini begitu kejam membuat kita berada di dunia dan lingkungan yang bak neraka. Tapi, orang tua kita tak peduli. Pihak sekolah tak peduli. Saat kita memiliki uang dan banyak hobi, mungkin segala ketegangan dan depresi sedikit teratasi. Tapi bagaimana dengan tipe anak pendiam, susah bergaul, tak tahu dengan kesukaannya, dan sedikit menderita sosiofobia dan miskin? Maka, dia berada dalam neraka yang sempurna.
Bertahun-tahun aku melihat anak-anak kecil yang tertekan dan frustasi hanya karena sekolah. Para remaja yang depresi dan nyaris gila. Dan anak-anak kuliah awal yang ingin bunuh diri dan bosan hidup. Saat ruang kelas hanyalah sisi lain dari rumah yang menekan, apa bedanya? Untuk apa sekolah di tempat yang tak mengerti kita? Saat di rumah jauh lebih buruk dari sekolah itu sendiri? Atau sekolah menghancurkan kita lebih banyak dari pada di rumah.
Saat sekolah hanyalah tempat lain untuk menderita, membuat kita tertekan dan memelihara penyakit jiwa yang bertambah dalam. Maka kata 'pendidikan' harus mulai dihapus. Pendidikan bertahun-tahun tak ubahnya hanyalah penjara yang menyakitkan dan merusak. Sekolah hanyalah kata lain dari sanatorium. Tempat di mana kita mendidik agar anak-anak kecil menjadi gila saat dewasa nanti.
Dan memang, sekolah harus dibenci jika seperti itu. Tapi sedikit anak atau siswa-siswi yang mampu menunjukkan kebencian dan rasa tak sukanya terhadap sekolah. Karena takut. Karena terbiasa disuruh untuk jadi penakut. Maka, terbekatilah mereka yang berani membakar sekolahnya sendiri. Terbekatilah mereka.
Seorang anak yang berani menunjukkan kesakitan hidupnya dan membakar habis sekolahnya adalah pahlawan.
Tapi, sedikit yang seperti itu. Terlalu banyak yang bertahun-tahun harus menghadapi kekejaman dan siksaan bernama sekolah. Para guru yang mirip sebagai Tuhan pemaksa. Membuat takut dari pada menimbulkan rasa sayang dan melindungi. Kadang kita mungkin berpikir, berapa banyak guru yang benar-benar bisa membebaskan rasa tertekan kita?
Saat semua orang merendahkan kita, menganggap kita bodoh, culun, tolol, dan guru melakukan hal yang sama terhadap kita. Apa lagi yang bisa kita percayai dari sekolah?
Tidakkah sudah saatnya kita melemparkan tas, buku-buku, sepatu, seragam, dan tugas-tugas kita ke dalam nyala api atau membuangnya ke aliran sungai dan mulai berkata: Sudah cukup. Aku membenci sekolah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKOLOGI, PSIKOTERAPI, DAN MASALAH LAINNYA
NonfiksiEsai-esai yang aku tulis ini, lebih berkaitan dengan dunia psikologi dan bagaimana kita keluar dari jeratan hidup yang menekan. Di sini kau akan menemukan bagaimana memilih psikiater atau psikolog sebelum memutuskan pergi ke klinik mereka. Bagaimana...