KAMI TIDAK BAHAGIA

2.3K 164 22
                                    

Kami tidak bahagia. Apakah kalian lihat dengan kedua mata milik kalian sendiri? Kami tidak bahagia. Jumlah kami luar biasa banyak. Sebagian besar dari kami adalah anak-anak muda dan berusia remaja. Apa kalian pernah tahu, jumlah kematian akibat perang, bencana, dan kelaparan jauh lebih rendah dari pada orang-orang di antara kami yang memilih bunuh diri? Apakah kalian tidak tahu tanda-tanda ini, di mana banyak dari kami gila dan frustasi karena tak tahu harus melakukan apa?

Kalian para orang tua hanya bisa melahirkan kami. Memberi perlindungan dan sekian banyak uang yang ada. Tapi kami sebagai manusia tak segampang itu. Kami jalinan yang terlalu rumit, yang diincar segenap nilai, tempat, agama, lingkungan, ruang, perasaan, pikiran, tubuh, dan segala ikatan yang terlalu banyak. Dan apakah kalian pernah berpikir, saat kalian memutuskan dan melahirkan anak, tahu dunia macam apa yang bakal kami alami?

Dan janganlah terus-menerus menambah anak-anak yang saat dewasa banyak dari mereka seolah-olah tak lagi punya rumah. Tak ada tempat untuk berpulang dan bercerita. Dunia terlalu kosong dan mati di depan mata mereka yang sendu dan lelah. Kami adalah contoh nyata dari kegagalan para orang tua kami, masyarakat kami, para guru,negara, dan semua manusia di sekitar kami. Apakah kalian yang hari ini berada di usia kami, terlalu tolol untuk melahirkan anak dan anak padahal kalian tahu bahwa diri kalian terlalu bodoh dalam berpikir dan terlalu gagal dalam kejiwaan kalian sendiri?

Kami dilahirkan oleh para orang tua tolol dan bodoh. Mereka semua tak bisa kami tanyai hal-hal yang seharusnya mereka bisa menjawabnya dari soal ketuhanan, genetika, astrobiologi, hingga filsafat dan metafisika. Tapi karena kami punya orang tua yang sok menjadi Tuhan dengan melahirkan kami dan merasa cukup telah memberi kasih sayang, tempat tinggal, dan uang. Mereka lupa, bahwa kami manusia yang berkembang menyerap segala sesuatu. Saat kami berkembang, para orang tua kami berhenti di tempat. Berhenti berpikir dan menambah wawasan. Dan tragisnya bagi kami, para orang tua yang melahirkan kami sebagian besar memiliki trauma masa lalu dan kejiwaan yang buruk. Sehingga jarang dari mereka yang bisa diajak bicara dan menjadi tempat berkeluh kesah. Jika orang tua kami sendiri gagal dengan kehidupan pribadi mereka. Apa yang bisa diharapkan?

Dan mereka nyaris tak pernah menilai, saat kami dilahirkan, kami ternyata hanya sekedar dibuang ke generasi-generasi tua yang sama tolol dan bodohnya dengan kedua orang tua kami. Lingkungan kami hidup berisi orang-orang tua dan setengah baya yang ditanya sejarah, puisi, hingga apa itu kebahagiaan saja tidak becus. Mereka juga generasi yang malas membaca dan mencari tahu. Parahnya, kami dicekoki dengan Tuhan, agama, nilai-nilai, ide-ide, dan norma-norma yang mereka sendiri tak mampu menjelaskannya.

Saat mereka tak mampu menjelaskan hal paling dasar di dunia ini, lalu apa yang akan terjadi dengan kami? Yang terjadi adalah kami kehilangan arah, tak bahagia, kecewa, marah, dan merasa hancur.

Para orang tua kami benar-benar menyerupai Tuhan. Melahirkan monster-monster bercangkang kosong, kesepian, hampa, dan tak puas dengan penjelasan apa pun. Tapi mereka tak pernah menyadarinya. Mereka berpikir terlalu sederhana dan untuk kepentingan diri mereka sendiri. Dan jika kami berontak dan melawan orang tua kami, mereka berang. Atau menganggap kami sampah. Saat kami tak lagi dididik oleh orang tua kami. Kami diasuh oleh pasar dan negara. Hidup hanya sekedar demi uang, mencari makan, hidup konsumtif, dan sedikit mendapat kenyamanan dari segala jerih payah yang kami peroleh. Sehebat apa pun kami, sesukses dan sekaya apa pun, kami masih tak bahagia.

Tapi saat kami mencermati para orang tua kami yang tak becus mengurus diri kami dan kehidupan mereka sendiri. Kami melihat hal-hal yang lebih gila dari pada para orang tua kami. Generasi seusia kami, banyak dari mereka dengan santainya berbondong-bondong memiliki anak tanpa mempersiapkan dan mempertanyakan lebih dulu kemampuan mereka.

Memiliki anak di usia kami saat ini, di mana kami adalah generasi gagal, hanya akan melahirkan para iblis dan setan-setan baru yang bergentayangan di dunia ini. Siapa di usia kami saat ini yang yakin mampu memberikan anak-anaknya lindungan emosional, ilmu pengetahuan, wawasan, kesabaran, dan ekonomi yang mencukupi? Sedikit yang mampu. Kebanyakan dari generasi kami terlalu bodoh untuk bisa menjawab hal-hal yang paling sepele sekalipun. Sementara sisi emosional, apakah kalian yang seusia kami akan sabar dan kuat jika anak-anak kalian saat memasuki usia remaja dan dewasa, menjadi frustasi, depresi dan gila? Apakah kalian siap atau malah berlaku otoriter dan menganggap anak-anak kalian sialan dan tak tahu diuntung? Atau pada akhirnya kalian memilih membentuk anak kalian mirip robot: hidup, berpendidikan, kerja, dapat uang, jabatan, menikah, menghasilkan anak, kemudian mati?

Kami tidak bahagia. Dan kalian yang menginginkan anak pun jarang yang hidup dalam kebahagiaan. Berpikirlah seribu kali jika ingin melahirkan anak baru dan jangan seenaknya mengeluarkannya tanpa pikir panjang. Jika pada akhirnya kalian menciptakan anak-anak yang rusak, kalian harus berani bertanggung jawab terhadap anak-anak kalian di kemudian hari. Bercerminlah pada diri kami dan diri kalian sendiri. Kita hidup di dunia yang membuat siapa saja sakit dan menderita. Kebingungan terhadap semua hal yang tak jelas. Dan segala kekayaan, kemakmuran, masa damai tanpa perang, kemudahan teknologi, tak membuat kami bisa tersenyum dengan puas.

Atau, jika kalian mau, bentuklah anak-anak kalian agar jangan memikirkan kemanusiaan, Tuhan, ide-ide universal, agama, dan eksistensi manusia. Jangan ajari anak-anak kalian baik dan buruk. Jangan beri tahu soal segala macam nilai kecuali satu nilai: kekuasaan, uang, atau hidup enak dengan segala cara. Jangan ajari akhirat, neraka, dan hantu-hantu. Jangan ajari empati dan belas kasih. Tapi tidakkah kalian berpikir, kalian tengah melahirkan dan mendidik sosok-sosok yang lebih buruk dari pada diktator?

Nilailah diri kalian lebih dulu. Jika kalian adalah sosok yang buruk dari pada kami. Lebih baik jangan pernah berkhayal melahirkan anak-anak. Tidakkah masih banyak anak-anak di dunia ini yang terlantar karena perang, perceraian, kemiskinan, kematian, dan bencana alam? Apa kalian tak memiliki mata dan hati nurani, mengabaikan mereka semua, lalu mencetak anak-anak baru yang kelak mengikuti jejak langkah kami?

Sejak awal orang tua kami tak mencintai kami. Sama halnya dengan kalian yang tak mencintai anak-anak kalian. Saat kalian berkata mencintai anak-anak kalian, semua itu omong kosong. Orang tua macam apa yang membiarkan dunia di sekitarnya hancur, hutan-hutan hilang, berbagai kehidupan punah, dunia yang panas, kemacetan parah, hukum rusak, ketidakadilan terjadi di depan mata, dan penyakit menjadi kian banyak karena dunia kalian yang konsumtif. Jika kalian adalah para orang tua yang mencintai anak kalian, yang kelak akan hidup dan tumbuh berkembang, kalian tak bisa merusak dengan seenaknya tempat tinggal anak-anak kalian sendiri. Menelantarkannya dengan ketidakbecusan, keengganan, dan ketidakpedulian yang ekstrem.

Apakah kalian ingin melahirkan anak-anak yang terjebak macet, saat di usia remaja perang tengah berkobar, atau ketika ekonomi dan lingkungan runtuh anak-anak kalian belum menyelesaikan usia sekolah mereka? Apakah kalian akan menempatkan anak-anak kalian di ruang kelas dengan para guru tak becus, teman sekelas yang frustasi, depresi, dan suka membully? Atau melemparkan anak kalian ke rimba raya asap knalpot, tugas yang menumpuk, dan para psikolog yang buruk? Kalian tipe orang yang tidak peduli dengan lingkungan hidup sekitar, negara, sistem pendidikan nasional, politik, dan orang lain. Apa kami bisa yakin, kalian mampu mendidik anak-anak kalian? Kami ragu.

Sekali lagi kami ingin bilang. Kami tidak bahagia. Dan jangan menambah generasi-generasi baru yang tercetak nyaris mirip kami. Jika kalian melakukannya, kami akan persiapkan mereka semua untuk melawanan kalian di kemudian hari.

PSIKOLOGI, PSIKOTERAPI, DAN MASALAH LAINNYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang