ANTI EMPATI DAN MAKHLUK HIDUP LAINNYA

281 12 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Dalam jarak kurang dari lima langkah kaki, seekor love bird berkicau dengan cukup berisik tapi indah dalam sebuah sangkar berwarna kuning cerah yang seringkali dicantelkan pada sebuah tali tambang yang biasanya aku sering gunakan sebagai tempat menjemur beragam jenis pakaianku yang telah aku cuci. Burung itu biasanya berkicau dengan berisiknya saat pagi tiba dan mulai berisik kembali ketika matahari semakin bergerak ke arah barat bersama dengan beberapa kokok ayam jago dari beberapa arah yang berlainan.

Aku bukan sedang berada di dalam hutan atau daerah pinggiran maupun desa. Aku tengah berada tepat di pusat kota, yang beberapa puluh langkah dari love bird yang bersuara merdu itu, terdapat puluhan burung lain yang berkicau di dalam sangkar milik seorang laki-laki paruh baya, yang mana, beberapa puluh langkah kaki lagi, terdapat beberapa burung yang tengah berkicau atau diam mengamati dalam sangkarnya masing-masing dan sebagai milik orang yang berlainan.

Ini tidak seperti yang dipikirkan Rachel Carson dalam Silent Spring di mana para burung mendadak hilang dari lingkungan dirinya berada dan suara dari kicauan merdu para burung lenyap begitu saja dari pagi yang biasanya sangat hidup. Ini sangat, sangat jauh berbeda. Ini jauh lebih sadis, di mana mereka yang menyebut dirinya pecinta burung, membuat para burung yang seharusnya terbang bebas dan menjelajah itu terkurung selamanya dalam kerangkeng yang begitu kecil tanpa nyaris adanya kesempatan untuk terbang; kebiasaan yang mereka miliki dan lakukan selama jutaan tahun hingga kini, yang mereka warisi dari leluhur dinosaurus mereka, yaitu ichthyornis, dalam 75 juta tahun yang lalu. Karena leluhur burung yang lebih jauh, yang hidup sekitar 150 juta tahun yang lalu, archaeopteryx, belum memiliki kemampuan terbang sama sekali.

Tapi leluhur dari para burung itu jauh lebih beruntung. Bahkan jika archaeopteryx hanya mampu mengandalkan kaki, moncong, dan giginya serta hidup sepenuhnya di permukaan tanah. Mereka jauh lebih sangat beruntung dari pada para burung yang aku lihat hidup dalam lingkungan sempit bernama sangkar. Burung yang memiliki daya jelajah sangat luas, bermigrasi secara berkelompok atau sendirian, melakukan perkawinan yang mereka nantikan di alam terbuka, mencari makan di berbagai tempat, terpaksa harus bergantung sepenuhnya pada manusia, yang mengikatnya dalam ruangan yang begitu kecil atas nama cinta, yang lebih tepat aku sebut sebagai kesenangan.

Membayangkan orang yang kita cintai terkurung dalam sangkar seukuran tubuh manusia, selamanya, rasa-rasanya, apakah seperti itu yang dinamakan cinta? Jika itu benar, itu sangatlah mengerikan. Mengingatkan kita pada sesosok dari bangsa Afrika yang dikurung atas nama ilmu pengetahuan dan rasisme.

Keberadaan para ayam malah jauh lebih mengenaskan dari pada para burung yang banyak dari kita memeliharanya untuk kesenangan kita akan kicauan yang merdu. Karena sekitar beberapa ratus meter dari tempat tinggalku, McD dan KFC mencincang, merebus, dan menggoreng ratusan atau ribuan ayam setiap harinya tanpa perasaan bersalah sama sekali. Dan beberapa puluh meter dari kamarku, terdapat sebuah pasar yang menjual ayam-ayam yang dikurung berjejalan sebagai binatang yang sebentar lagi akan dikuliti dan berharga hanya sebatas daging dan bukan keberadaan yang lainnya, di mana para ayam itu sendiri juga memiliki rasa sakit. Tapi sayangnya, seperti yang ditulis oleh Jonathan Safran Foer dalam Eating Animal, "Ayam bisa melakukan berbagai hal, tapi mereka tak bisa membuat perjanjian canggih dengan manusia."

PSIKOLOGI, PSIKOTERAPI, DAN MASALAH LAINNYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang