part 2

541 23 0
                                    

Vani menemui Wira di suatu tempat yang tidak terlalu ramai. Ia kebingungan mencari Wira, namun dari kejauhan Wira berlari menghampirinya. Mereka mencari tempat yang aman agar pembicaraan mereka tidak di dengar oleh orang lain.
"gimana apa kamu sudah menemukan Verrel?" Tanya Vani.
"tante tenang aja Verrel baik-baik aja kok" jawab Wira.
"tapi kenapa dia nggak pulang?" Vani sangat mencemaskannya.
"Verrel itu pengen menjalani semua tanpa ada paksaan tante, mangkanya dia pengen membuktikan sama om Wahyu, kalau sesuatu yang di paksa itu tidak akan membuahkan hasil yang baik"
"tante nggak tau gimana cara ngebujuk papanya supaya tidak memaksakan kehendaknya" Vani menghela nafas dan tertunduk lesu.
"Verrel juga sebenarnya kangen banget sama tante, dia bilang tante harus jaga kesehatan"
"apa kamu bisa membujuk Verrel untuk pulang?" Vani sangat berharap.
"kayaknya nggak mungkin tante, karena Verrel takut kalau anak buahnya om Wahyu berbuat nekad"

Menjelang malam, Verrel duduk di beranda kediaman Febby seraya menatap langit. Verrel terus memandangi bintang-bintang yang bersinar terang. Febby yang melihat Verrel dari balik jendela kamarnya ingin menghampiri, tapi Naya langsung mencegahnya.
"kamu mau kemana? Jangan bilang kamu mau nemuin si V itu"
Ternyata sewaktu Verrel melamar kerja menjadi supir, Verrel memperkenalkan dirinya dengan sebutan V, sehingga sampai sekarang sebutan itu sudah melekat di keluarga tersebut, tapi Febby lebih suka memanggilnya dengan sebutan si kumis.
"memang kenapa sih ma?" Tanya Febby cemberut.
"mama nggak mau kamu akrab sama supir" jawab Naya.
"meskipun supir tapi si kumis orangnya baik ko" Febby membelanya.
"kalau dia nggak mau di pecat, lebih baik kamu turutin apa kata mama"
Febby berpikir sejenak, lalu masuk lagi ke kamar.
Diam-diam Febby menghubungi Verrel.
"Hallo kumis, lo pulang aja ya, soalnya gue juga nggak kemana mana lagi kok, tapi besok pagi jangan sampai telat ya, daah...” ucap Febby ditelpon.
Sementara didalam kamar, Ammar mengingat wajah Bella. Ia bertekad besok ingin berkenalan dengannya di kampus.

Keesokan harinya nampak Mario sedang membaca naskah di lokasi syuting. Sementara dari kejauhan, Febby berlari takut terlambat. Ia duduk tepat di samping Mario dengan nafas terengah-engah.
"Ternyata lawan main gue cantik juga" Mario membatin. "lap tuh keringetnya” sambil memberikan sapu tangan.
Setelah mengelap keringat di wajahnya, Febby mengembalikan sapu tangan tersebut sambil tersenyum. Tak lupa ia juga mengucapkan terima kasih dengan manis.
"oia, lo lawan main gue kan? kenalin nama gue Mario" Mario menyodorkan tangan.
"Gue Febby" dengan senang hati Febby menyambut tangannya.
"gimana kalian udah siap kan? Sebentar lagi kita mulai" ucap sutradara.
"siap bang" sahut Mario, sedangkan Febby hanya mengangguk. Mereka mengikuti sutradara yang berjalan menuju taman bunga, sedangkan para crew dan cameramen sudah siap menjalankan tugasnya. Sutradara duduk bersiap menyaksikan acting mereka sebagai sepasang kekasih. "ACTION...” teriak sutradara.
"sayang...pliss maafin aku” Mario berjongkok menatap mata Febby dengan sungguh-sungguh. Dalam beracting Mario sudah tidak diragukan lagi. Ia sangat totalitas dalam beradegan apapun. Berbagai film pun sudah ia lakoni, sedangkan Febby baru kali ini mendapatkan peran. Jadi Mario agak ragu dengan acting yang akan dilakoni Febby.
"maaf..., untuk kali ini aku nggak bisa maafin kamu" dengan penuh penghayatan Febby pergi meninggalkan Mario.
Mariomengejar dan memegang tangannya dengan keras, namun Febby berusaha melepaskan tangannya sambil meringis kesakitan.
Tak tanggung-tanggung, Febby juga menampar wajah Mario dengan keras meskipun adegan seperti itu tidak ada di scene. Kemudian ia pergi, sedangkan Mario hanya terdiam menahan sakit di wajahnya.
"CUT...” teriak sutradara sambil tersenyum mengacungkan jempol.

Sementara Juan anak buah Wahyu menemui Wahyu di kantor, namun ia sedikit gugup.
"apa kamu sudah menemukan Verrel?" Tanya Wahyu.
"ehmm belum pak" jawab Juan.
"kamu bisa nggak sih sebenernya, nyari satu orang aja nggak becus" maki Wahyu.
"kasih saya waktu sampai besok, saya janji akan menemukan Verrel secepatnya pak"
"oke" Wahyu duduk melamun sambil menghela nafas.
Juan berpamitan pergi, sedangkan Wahyuhanya menatapnya sekilas.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang