Garfu yang dipegang Febby langsung menusuk-nusuk makanan yang berada diatas meja.
"Febby..." Tegur Ammar yang melihat kekesalan itu. "Febby nggak apa-apa kan?"
"Nggak apa-apa sih cuma lagi nggak enak hati aja"
Sindiran itu membuat Bella seakan-akan merasa bersalah.
"Kak Bella tau itu keputusan yang sangat berat bagi Febby" ucap Bella setelah terdiam sejenak.
"Nggak kak, Febby nggak akan nyerahin anak kita ke siapapun titik" Febby kemudian beranjak pergi.
"Sayang...tunggu" Verrel menahan tangannya.
"LEPASIN..." Febby menepisnya.
Ammar hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Disatu sisi Bella adalah istrinya, sedangkan Febby adalah adiknya. Ia tidak mau menyinggung perasaan keduanya, jadi ia hanya terdiam memejamkan mata sambil bersandar di kursi. Bella ingin beranjak dari tempat duduk, tapi Ammar memberi tanda agar Bella tetap disini.
"Tolong jangan memperkeruh suasana" pinta Ammar.
"Tapi saya nggak enak sama Febby, ini semua gara-gara saya"
"Apapun yang akan kamu jelaskan itu tidak akan merubah keadaan"
Tak terasa air mata Bella menetes pelan. Sedangkan Verrel masih mengejar Febby yang menuju mobil.
"Sayang dengerin penjelasan aku dulu" ucap Verrel.
"Nggak ada lagi yang perlu dijelaskan"
Lama mereka berdiam diri didalam mobil. Febby melemparkan pandangan ke samping kiri menghindari tatapan Verrel.
"Kalau kamu masih mau disini, biar aku naik taksi" ucap Febby lekas membuka pintu.
"Oke kita pulang" Verrel menyalakan mesin mobil itu dan melaju santai menembus remang-remang lampu jalanan.Andin dan Lisa tampak bertengkar didalam mobil. Karena Lisa terus saja memaki kecerobohan Andin sambil menyetir.
"Andin nggak bisa melawan takdir ma"
"Itu karena kamu bodoh, kalau kamu pintar nggak mungkin itu terjadi"
Andin mendesis memegangi perut.
"Sakit banget ma" rintihnya.
"Makanya kalau belum sembuh total itu jangan coba-coba kabur, begini kan akibatnya"
"Pliss ma ini bukan saatnya kita berantem"
Lisa menambah kecepatan mobil menuju Rumah Sakit. Sampai di sana, Lisa berteriak meminta suster membawanya ke ruangan dimana tempat awal mula Andin di rawat.
"Apa yang anda rasakan saat ini?" Tanya Dokter yang akan menanganinya.
"Perut saya terasa keram dok, punggung saya juga terasa sakit"
"Mohon jangan melakukan aktivitas berat atau pun mengangkat beban berat terlebih dahulu"
"Dengerin apa kata Dokter" Lisa menambahkan.
"Kalau dilanggar, maka bisa berakibat fatal, apalagi terjadi pendarahan hebat" jelas Dokter setelah mengecek denyut nadi dan juga darahnya.Di kediamannya, Rifki menyusun sebagian uang kedalam tas. Tapi dibawah uang itu disusun kertas-kertas yang berukuran sama. Ia sudah tidak sabar menunggu senja di pagi hari.
Sementara dikamar, Bella berdiam diri memeluk bantal. Gimana kalau seandainya Febby benar-benar tidak mau memberikan anaknya?"
Gelisah, khawatir dan takut bercampur menjadi satu didalam hatinya.
"Besok kamu harus temui Mawar" celetuk Bella tiba-tiba saat Ammar masuk.
"Kenapa?" Ammar berlagak bodoh dihadapannya.
"Apa kamu mau mama marah sama saya, karena saya tidak bisa membujuk kamu?"
Tapi cuma helaan nafas yang Bella dengar. "Kamu harus mengerti posisi saya"
"Iya saya mengerti"
"Kalau kamu mengerti, tolong kamu temui Mawar besok"
"Oke kalau memang itu maunya sayang" Ammar lalu berbaring mendongak ke langit-langit.
"Saya yakin kamu pasti bisa" sahut Bella setelah mendekatinya, tapi Ammar pura-pura memejamkan mata saat Bella mengusap tangannya.Sebelum ayam berkokok saling bersahutan, Verrel meninggalkan Febby yang masih terbaring di atas ranjang berselimut tebal. Ia sengaja pergi diam-diam agar Febby tidak mengetahuinya. Karena kalau sampai Febby tau ia akan berkelahi melawan anak-anak buahnya Wahyu, otomatis Febby akan mengejarnya memakai sapu atau jenis peralatan dapur lainnya. Dan Verrel tidak mau itu terjadi. Tak lupa ia memakai jaket berwarna gelap. Sementara Wira, Aldo, Astra dan Reno sudah menunggu ditepi jalan tempat mereka janjian. Tak berapa lama muncullah Rikfi membawa tas yang berisi uang. Verrel yang baru tiba langsung meminta Wira, Astra dan Reno mengecoh Juan dan Bocil yang tampak berjaga didepan pintu.
"Tapi gue nggak bisa berantem rel" nyali Wira sudah ciut duluan.
"Ya elah, lo cuma ngakalin mereka aja supaya mereka keluar, biar gue sama Astra bisa masuk" sahut Reno.
"Gimana sanggup nggak lo?"
"Oke gue sanggup"
"Ya udah"
Mereka bertiga mendekati rumah itu lewat dari samping. Sementara Verrel mengamati dari persembunyian. Lantas Rifki memasuki halaman rumah sewaan Wahyu perlahan-lahan. Juan dan Bocil yang berjaga-jaga di depan rumah itu memperhatikan Rifki serta tas yang dibawanya. Disaat yang sama, Reno menjepret punggung Juan pakai karet.
"Aduh..." Juan menjerit. "Kamu apa-apaan sih cil, sakit tau nggak" cercanya.
"Kalau nuduh jangan sembarangan"
Wira, Astra dan Reno mengendap-endap merayap didekat kakinya melewati pintu. Tiba-tiba kendaraan Wahyu tiba dan berhenti didepan Rifki.
"Mana uangnya?" Dengan berlagak misterius Wahyu meminta uang itu.
"Saya tidak akan menyerahkan uang ini sebelum Anice ada bersama saya"
"Oke, JUAN...BAWA ANICE KEMARI..." teriak Wahyu tetap berdiri di tempat.
Juan lekas masuk ke kamar dimana Anice disekap, namun ia melihat ikatan Anice sedang dilepas oleh Reno dan Astra, sementara Wira hanya tercengang ketakutan karena ketahuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...