part 141

138 21 1
                                    

"Sebenarnya Aldo serius mau kerja nggak sih? Haah..." Verrel mendengus kesal dan menghentikan pekerjaannya.
"Memangnya Aldo kenapa?"
"Coba aja bunda lihat absennya, tuh" Verrel menggeser laptop menunjukkan absen tersebut.
"Ya udah kita gaji sesuai dengan absen kehadirannya aja"
"Iya tapi kalau dia terus-terusan begini, ini sama aja kerja dengan semaunya dia dong, kan nggak bisa begitu"
"Ayah omongin aja pas nanti ngasih gajinya"
"Oia, kenapa gaji mereka nggak kita kirim via transfer aja yah?"
"Ya mau gimana, yang punya rekening cuma Livia sama Wira aja sih"
Mendengar tangisan si Yusuf, Febby lekas ke kamar. Menepuk-nepuk pantatnya menemaninya tidur. Sampai selesai pekerjaan Verrel, Yusuf masih saja merengek-rengek gelisah. Sedetikpun ia tak mau tidur, sehingga Verrel juga tidak bisa tidur mendengar rengekan yang tak kunjung berhenti itu. Sedangkan Febby kesana kemari menggendongnya. Sampai ngomel memarahi Yusuf, karena ia sudah sangat sangat mengantuk sekali. Di kasih susu, botolnya malah cuma di gigit-gigit saja. Diletakkan di box tidur, tambah nangis. Gimana Febby tidak marah-marah coba?
"Sini Ayah gendong" Verrel ingin menyambutnya, tapi Yusuf justru melengos.
"Kok nggak mau sih? Memangnya Yusuf mau apa? Ini udah bunda gendong lho, udah dong jangan nangis, bunda pusing kalau kayak gini" Febby kembali ngomel-ngomel sembari membawanya ke ruang tamu.
Namun ternyata kegelisahan Yusuf itu adalah sebuah pertanda, supaya mereka harus waspada. Karena Febby tak sengaja mendengar ada suara derap langkah sepatu seseorang.

Bella mendekati Ammar yang bersandar disandaran ranjang. Menyibakkan selimut yang menutupi sebagian tubuh Ammar dan masuk. Bella menatap mata Ammar yang sayu ke depan. Entah apa yang sedang di pikirkannya. Dengan tersenyum nakal Bella memencet hidungnya.
"Sssh aduh..." Ammar tersadar. "Sayang, kamu kok jahil banget sih?"
"Ya habisnya dari tadi mas melamun terus, ngelamunin apa?"
"Ya ngelamunin kamu dong"
"Bohong"
Ammar kemudian membenamkan kepala Bella didadanya. Membelai lembut rambut dan juga tangan halusnya.
"Kenapa mas tidak pulang? Seharusnya kan kamu menginap di tempat Mawar?" Tanya Bella sembari memegangi lengan Ammar.
"Saya tidak mau mengganggu konsentrasinya Mawar, memikirkan atas pertemuan makan malam ini"
"Maksudnya?"
"Ya saya berharap pertemuan ini, membuat Mawar mulai memikirkan Alan"
"Apa itu akan berhasil mas?"
"Kita berdoa saja mudah-mudahan berhasil"
"Amin..."
"Gimana kalau seandainya suatu saat nanti, Mawar tidak menginginkan kalau kamu adalah Bapak dari anaknya?"
"Jangan memikirkan itu dulu, karena itu hal yang saya takutkan untuk saat ini"
Keadaan jadi hening, sampai akhirnya ponsel Bella berbunyi. Dan itu panggilan dari mama Vani yang lagi gelisah di kamarnya. Ammar mengendurkan pelukannya membiarkan Bella menerima telepon tersebut.
"Assalamuallaikum ma" Jawab Bella duduk disisi ranjang.
"Mmm ada sesuatu yang ingin mama bicarakan, tapi nggak bisa di telepon" Bisik Vani sembari memperhatikan pintu masuk, ia takut kalau tiba-tiba Rifki pulang.
"Gimana kalau mama ke rumah Bella sekarang?"
"Nggak bisa sekarang Bella, mama takut ketika mas Rifki pulang mama nggak ada"
"Memangnya mama mau ngomongin masalah apa?"
Saat Vani ingin menjawab, terdengar suara gagang pintu dibuka. Vani langsung menutup telepon itu, menyambut kepulangan Rifki yang berwajah kusut. Sehingga Bella makin penasaran, apa yang ingin di bicarakan Vani.
"Mama kenapa?" Tanya Ammar mendekatinya.
"Saya juga tidak tau mama mau ngomong penting apa, teleponnya udah di putus"
"Telepon balik aja"
Tapi begitu di telepon, nomor tersebut sudah tidak aktif. Sementara itu Rifki tampak pusing memikirkan permasalahan di hotelnya.

Kita kembali lagi ke kediaman Feverr. Dimana Febby yang lagi menggendong Yusuf diruang tamu. Semakin ia diam, derap langkah sepatu dari luar makin terdengar. Suaranya perlahan-lahan mendekati pintu.
"Kretek kretek..."
Nampak gagang pintu itu bergerak seketika. Sekujur tubuh Febby mulai berkeringat.
"Jangan-jangan ini perampokan, aaaa tidaak..." Batin Febby memekik, namun ia lekas kembali ke kamar diam-diam.
Untung saja si Yusuf bisa diajak kompromi. Ia diam tak bersuara sedikitpun, kecuali melongo terus menatap wajah ibunya yang panik.
"Yah..." Panggilnya sangat pelan.
"Kenapa?" Melihat kecemasan dimata Febby, Verrel langsung bangkit.
"Diluar ada yang mau merampok rumah kita"
"Bunda tetap disini jaga si kembar, jangan kemana-mana"
"Iya Ayah hati-hati"
Verrel lalu menutup pintu kamar itu dan mendekati pintu luar. Benar saja, gagang pintu itu bergerak. Verrel bersembunyi dibaliknya. Tampak lah seorang laki-laki yang memakai penutup wajah masuk dengan mengendap-endap.
"BUGG..." Verrel memukul bagian lehernya dengan keras.
Langsung saja tubuh itu ambruk dan pingsan. Secara kasar Verrel melepaskan penutupnya, namun ia sangat terkejut. Ternyata itu adalah Iwang, sang rivalnya yang akan adu skill basket besok. Untuk memperebutkan jabatan sebagai ketua UKM basket. Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran Iwang yang tak henti-hentinya ingin melakukan kejahatan terhadap keluarganya. Lantas ia mengambil seutas tali. Menggeret tubuh Iwang ke gazebo didepan rumahnya. Disana Verrel mengikat tangan Iwang dan melakban mulutnya, agar tidak bisa berteriak jika nanti tersadar. Sementara Febby dirundung kecemasan didalam kamar. Ia tidak tau apa yang terjadi dengan Verrel. Itu sangat mengkhawatirkannya. Hatinya tergerak ingin membuka pintu, tapi pesan Verrel yang memintanya untuk tetap stay didalam kembali terngiang ditelinga. Untung saja Yusuf sudah tertidur. Febby meletakkannya di box tempat tidurnya.
"Gimana yah? Apa itu maling? Atau rampok? Mana orangnya? Apa dia kabur?" Pertanyaan beruntun seperti kereta api keluar dari mulut Febby saat Verrel telah kembali. "Ayah nggak apa-apa kan?" Satu persatu tubuh Verrel diperiksa oleh Febby seperti memeriksa buronan.
"Ayah nggak apa-apa" Jawaban begitu singkat.
Untuk menenangkan Febby yang masih ketakutan, Verrel memeluknya sebagai perlindungan, agar perasaan Febby jauh lebih tenang. Apalagi jantung Febby yang tak beraturan sangat terasa menempel diatas perut Verrel.
"Perampoknya ketangkep apa nggak yah?" Rintih Febby dengan suara yang sangat pelan. "Gimana kalau mereka masih ada disekitar rumah kita?"
"Bunda nggak usah takut, itu cuma orang iseng aja kok, besok juga bunda bakalan tau pelakunya siapa"
Meskipun sudah agak tenang, tapi tetap saja Febby masih cemas. Febby justru mempererat pelukannya.
"Udah sekarang bunda tidur ya, mumpung si kembar lagi nggak rewel"
"Nggak mau"
"Ada Ayah yang jagain kalian, jadi nggak perlu takut, yah" Sembari membelai wajahnya.
Verrel lalu menuntun Febby ke tempat tidur.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang