part 109

151 18 2
                                    

Namun Wira berpapasan dengan Aldo yang hanya mengenakan jaket yang menutupi kepala. Ternyata Aldo sudah mengawasinya sejak tadi.
"Lo ngapain ke rumah Via?" Tanya Aldo memperlihatkan ketidaksukaannya.
"Cuma balikin buku" jawabnya datar.
Aldo merampas payung itu dan membuangnya ke sembarangan, tapi Wira tak menggubris tindakan kasarnya. Wira berupaya menahan emosi agar tak menimbulkan perkelahian, sehingga ia hanya terdiam menatap kepergian Aldo.
"Kalau memang Livia suka sama lo, gue bisa ikhlas do"

Febby yang hanya mengenakan kaos oblong dan celana dibawah lutut yang terlalu ketat, diam-diam meninggalkan Verrel yang lagi menaruh si kembar ke stroller masing-masing. Pagi yang cerah ini Verrel berniat ingin mengajak ketiga buah hatinya jalan-jalan sekalian olahraga. Verrel memang selalu menjaga tubuhnya agar tetap bugar dan juga atletis, jadi ia selalu memanfaatkan waktu untuk melakukan olahraga, walaupun itu cuma sekedar jalan santai. Namun matanya seakan membulat kala menemukan Febby dengan semangatnya push up di halaman basket.
"Pagi Bundanya si kembar yang seksi" sapa Verrel mendekatinya, sedangkan si kembar hanya menonton mereka dari stroller.
Dengan berbagai macam mainan yang menggantung di sttoller, si kembar terkadang asyik sendiri dengan mainan-mainan itu. Tingkah mereka juga semakin menggemaskan dan lucu.
"Kok Ayah bawa mereka kesini sih?" Tanya Febby dengan terbata-bata disela kegiatan push up nya.
Baru beberapa hitungan saja rasanya ia sudah tidak sanggup.
"Coba Bunda sit up, biar kakinya Ayah pegangin ya" ucap Verrel kemudian.
Febby mulai memposisikan tubuhnya dengan telentang dan Verrel memegangi ujung kedua kakinya.
"Ayo mulai"
Febby mulai mengangkat tubuhnya sampai hitungan ke sepuluh. Setelah itu ia terkulai lemas seperti orang yang kehabisan oksigen.
"Bunda udah nggak kuat lagi yah..." Rintihnya.
"Baru juga sampai hitungan sepuluh, ayo bangun"
"Bunda nggak sanggup lagi beneran" nafasnya masih tersendat-sendat seperti habis dikejar anjing, ia bahkan membaringkan tubuhnya dilantai semen itu.
"Dasar lemah" ledek Verrel sambil mengangkat tubuh Febby dan menempatkannya di kursi gazebo.
"Biarin..., Lemah-lemah juga, Ayah suka kan?"
"Mmm iya sih, aneh ya"
Verrel kemudian menyodorkan Aqua botol yang sudah dibuka tutupnya.
"Mmm nggak yah" tolak Febby.
"Lho kenapa? Memangnya nggak haus?"
"Bunda lagi puasa"
"Alhamdulillah, itu bagus banget lho, diet yang sempurna ya puasa"
Namun tawa renyahnya si kembar menuntun langkah Verrel dan Febby untuk mendekatkan mereka. Dan ketika si Imam sudah bisa memainkan bibirnya, bahkan mangap-mangap karena godaan yang diberikan Febby, Febby terkesima dengan satu gigil mungil yang mulai tumbuh didalam mulutnya.
"Masyaallah yah gigi Imam udah tumbuh" riangnya tak terkira.
"Haah masak sih, coba liat" sahut Verrel tak mau kalah memeriksanya. "Ya Allah anak Ayah udah tumbuh gigi" pujinya mengelus kepala Imam, namun ia juga tak mengabaikan yang lain.
Sementara dari arah yang berbeda, Nasya dan Andin terus memperhatikan mereka. Keharmonisan rumah tangga Feverr bak neraka bagi keduanya. Namun Nasya tidak mungkin lagi bisa dekat dengan Verrel. Karena ia sadar bahwa cinta tak harus memiliki, tapi tidak bagi Andin. Semakin mereka terlihat mesra, Andin justru semakin meradang. Tak pelak bekas botol yang tergeletak pun jadi sasaran kemarahannya.

"Tok tok tok..." Naya mengetuk pintu kamar Ammar, namun yang keluar si Bella dengan pakaian tidur masih melekat ditubuhnya.
"Ada apa ma?"
"Ammar mana?"
"Ammar lagi mandi"
"Semalam kalian kemana?"
"Kita nggak kemana-mana ma cuma nemenin si kembar"
"Kamu sengaja ya, biar Ammar nggak punya waktu sama Mawar?"
"Bella nggak pernah melarang Ammar dengan Mawar ma, bahkan dari awal pernikahan mereka Bella udah ikhlas"
Dari pintu kamar mandi, Ammar keluar mengenakan kaos dan celana pendek sambil mengeringkan rambutnya pakai handuk. Tiba-tiba terdengar dari kamar sebelah ada suara kegaduhan antara Mawar dan si bibik. Naya menghampiri mereka. Terlihat si bibik mencegah  Mawar yang membawa koper.
"Kamu mau kemana Mawar?"
"Lebih baik Mawar keluar dari rumah ini ma"
"Tolong jangan pergi Mawar, ini rumah kamu juga" Naya mencekal tangan Mawar yang memaksa pergi.
"UNTUK APA MA? UNTUK APA MAWAR ADA DISINI KALAU MAWAR TIDAK DIANGGAP SEBAGAI ISTRI...?"
"INI SEMUA GARA-GARA KAMU BELLA, KAMU YANG TIDAK PERNAH MEMBERIKAN PENGERTIAN TERHADAP AMMAR..." Maki Naya kepada Bella yang muncul dari kamar bersama Ammar.
"Memangnya apa yang mama inginkan?" Tanya Ammar.
"Mama ingin kamu sama Mawar itu akur"
"Baik kalau begitu, ayo" Tanpa berpikir panjang, Ammar menarik Mawar ke kamar dengan sedikit paksaan, hingga tangan Mawar terlepas dari koper. Kemudian pintu dikunci dan Mawar didorong ke atas ranjang. Dalam keadaan terlentang, Ammar menekan kedua tangan Mawar yang ada dibawahnya. Seringaian mata Ammar yang liar dan tajam membuatnya ketakutan.
"Jangan Ammar..." Suara tertahan Mawar memohon penuh saat Ammar membuka kancing bajunya  dengan paksa. "Tolong jangan lakukan ini"
Tapi Ammar tak menggubrisnya. Ia semakin gencar menerkam Mawar seperti drakula yang haus akan darah. Mawar berupaya mendorongnya, tapi tenaga Ammar terlalu kuat untuk ukuran seorang wanita. Tak pelak, Mawar terpaksa menikmati perkosaan itu.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang