Ammar termenung sendirian didalam cafe yang sebentar lagi akan tutup. Sudah beberapa kali pelayan memperingatkannya, tapi Ammar tetap tak bergeming. Karena stres, ia pun memesan minuman yang memabukkan dengan harga tinggi. Pelayan itu meminta rekannya mengambilkan sebotol minuman untuk Ammar.
“ini uangnya” Ammar menyodorkan sejumlah uang.
“makasih”
Si pelayan itu agak menjauh, tapi tetap mengawasinya.
“saya tidak akan menceraikan istri saya” gumam Ammar menenggak minuman tersebut.
Sementara dikediamannya, Naya sangat mengkhawatirkannya. Apalagi waktu sudah hampir jam 12 malam. Begitu juga dengan Bella. Bella ingin keluar menyusul Ammar.
“kamu mau kemana Bella? Ini udah larut malam” tanya Naya khawatir.
“Bella mau nyari Ammar ma”
“jangan Bella”
“tapi ma, Bella khawatir Ammar kenapa-kenapa”
“lebih baik kita tunggu didalam”
Sejenak kemudian ponsel Bella berdering kencang. Dengan cepat Bella menerima telepon itu meskipun ia tidak tau itu nomor siapa.
“iya hallo...”
“maaf mba, kami dari cafe Permata, apa benar suami mba namanya Ammar?”
“iya betul, ada apa dengan suami saya?”
“suami mba dalam keadaan mabuk, jadi kami mohon mba bawa dia sekarang juga”
“baik pak”
“Ammar kenapa?” tanya Naya setelah Bella menutup teleponnya.
“Ammar lagi mabuk di cafe Permata ma”
“mama ikut”
Mereka masuk ke mobil bersamaan meluncur menuju cafe Permata. Di cafe tersebut Ammar menceracau membuat keributan. Entah apa yang ada didalam pikirannya.
“astaghfirullahaladzim...” lirih Bella dan Naya ketika mendapati Ammar ngoceh sendiri.
“istighfar Ammar istighfar...” pinta Naya sambil membantu Bella memegangi Ammar.
“dengar ya, sampai kapanpun saya tidak akan menceraikan istri saya” ucap Ammar sambil menunjuk kearah pelayan.
Bella dan Naya membawa Ammar ke mobil meskipun harus bersusah payah, karena Ammar memberontak.Sementara disebuah rumah yang cukup besar, Febby tergolek diatas ranjang dengan keadaan mulut tertutup lakban dan kaki tangan terikat. Juan menatapnya tajam dengan jarak yang cukup dekat. Itu membuat tubuh Febby gemetar.
“hmmm...” Juan tersenyum sinis sambil memeluk kedua tangan.
Semakin Febby memberontak, Juan semakin tersenyum lebar.
“percuma, mau kamu teriak sekalipun tidak akan ada yang mendengar”
Juan memeriksa jendela kamar tersebut agar lebih aman. Kemudian ia memencet ponsel mencari nomor Verrel.Bella membaringkan Ammar diatas ranjang, sementara Ammar masih asyik menceracau nggak karuan.
“kamu ada masalah apa sih sampai begini?” keluh Bella sambil melepaskan sepatu Ammar.
“karena saya tidak mau berpisah dengan Bella”
“memangnya siapa yang mau berpisah? tidak ada kok”
“ada yang memaksa saya untuk menceraikan kamu”
Perkataan itu membuat Bella kaget, karena pengaruh alkohol membuat Ammar mabuk dan tidak sadar ia tengah berbicara dengan siapa. Padahal selama ini Ammar berusaha menutupinya.
“siapa yang memaksa kamu untuk menceraikan saya?” pancing Bella.
Disaat Bella menantikan jawaban Ammar, Ammar malah tertidur. Bella sangat kecewa. Padahal sedikit lagi ia bisa mengoreknya.
“siapa yang memaksa kamu menceraikan saya?” Bella mengulangi pertanyaan, namun Ammar justru menutup telinganya dengan bantal.Sampai subuh, Verrel tidak juga menemukan Febby. Walaupun pikirannya sedang kacau, tapi ia tak melewatkan sholat subuh di masjid yang terletak di seberang jalan. Setelah sholat, Verrel berdoa meminta petunjuk agar keberadaan Febby cepat ditemukan. Tiba-tiba ponselnya berdering.
"Nomor siapa ya?"
Ia heran karena nomor tersebut tidak dikenal, tapi ia tetap menerimanya.
"Iya hallo..."
"Hallo"
"Ini siapa?"
"Kamu tidak perlu tahu siapa saya, yang jelas Febby ada di tangan saya" Juan lalu membangunkan Febby dengan paksa dan membuka penutup mulutnya.
"Ayo ngomong" paksa Juan.
"Hallo..." Lirih Febby.
"Sayang...posisi sayang lagi dimana?"
"Aku nggak tau" jawabnya lemas dan takut
"Febby nggak usah takut ya..."
Belum selesai mereka bicara, Juan menutup teleponnya. Verrel lalu menghubungi Wira.
"Iya rel"
"Gue butuh bantuan lo"
"Apa?"
"Tolong lacak keberadaan nomor yang barusan gue kirim, cepetan ya soalnya Febby dalam bahaya"
"Oke oke"
Wira yang berada dikamar segera membuka laptop dan melacak nomor ponsel tersebut dengan keahliannya dalam bidang IT. Sementara Verrel gelisah menunggu didepan masjid. Setelah sekian lama, Wira menghubunginya.
"Gimana wir?" Tanya Verrel tak sabar.
"Jalan Soedirman nomor 27"
"Oke makasih"
Sampai di jalan Soedirman, Verrel menyembunyikan motornya dibalik semak-semak. Verrel mencurigai ada sebuah rumah yang cukup besar, tapi seperti tak berpenghuni. Ia mencari jalan masuk lewat jendela belakang. Namun si Juan kembali menelponnya, sehingga suaranya agak berisik. Terpaksa Verrel mematikan ponselnya.
"Sial nomornya nggak aktif" gerutu Juan sambil terus memperhatikan Febby yang terkulai lemas karena Febby memang belum makan sama sekali. "Kretek..." Juan mendengar ada suara.
Ternyata itu suara sepatu Verrel yang tak sengaja menginjak botol bekas. Juan memeriksa sumber suara tersebut.
"Oh my God" Verrel bersembunyi di balik pintu dekat Juan.
"KELUAR..." teriak Juan yang mengetahui keberadaannya.
Dengan terpaksa Verrel keluar dari persembunyian.
"Waw, punya nyali juga ya kamu" puji Juan sembari bertepuk tangan.
"Anda suruhan papa saya kan?"
"Oke, kalau memang kamu sudah tau"
Juan menyerang lebih dulu, namun Verrel masih menghindar. Disaat Juan mengambil kayu ingin memukulnya, Verrel menendang tangannya terlebih dahulu.
"Aagh..." tangan Juan kesakitan.
Verrel mendaratkan pukulan dibagian wajah, perut dan kaki. Tapi Juan masih kuat berdiri. Baru saja Juan ingin mengangkat kedua tangan, ia keburu terkulai lemah. Verrel lalu mencari Febby ke kamar itu, dan ternyata Febby sudah pingsan. Setelah melepaskan penutup mulut, ikatan ditangan dan kakinya, Verrel membopongnya keluar mencari taksi. Untungnya taksi langsung muncul secara tiba-tiba. Lantas Verrel membawa Febby ke kamar. Ia meletakkan tubuhnya diatas ranjang dan membersihkan wajahnya dengan air hangat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...