part 74

180 19 0
                                    

Dengan penuh amarah Ammar menghancurkan dekorasi tersebut menggunakan kayu yang ada didekatnya. 
"AMMAR..." Mawar berusaha menghentikannya, sehingga kepala Mawar tertimpa dekorasi tersebut.
"Astaghfirullah..." Salah satu penjaga hotel yang melihat kejadian tersebut langsung menolongnya.
"Pak Ammar tega banget sih sama calon istri sendiri" cercanya.
"Kamu nggak tau apa-apa tentang keluarga saya, jadi kamu nggak berhak mengata-ngatai saya"
"Aku nggak apa-apa kok, ini bukan salah Ammar, ini kesalahan aku" Mawar membelanya.
"Terus gimana dengan semua kerusakan ini?" Tanya petugas itu.
"Kita batalkan saja semuanya, dan berapapun kerugiannya nanti akan aku ganti"
Ammar mulai menetralisir pikirannya untuk bisa meredam emosi.

Didepan teras, Verrel mendapat telepon dari bang Rian. Rian bilang harus berangkat ke puncak Bogor untuk keperluan shooting. Karena hari sudah sore, otomatis ia harus menginap di sana.
"Jadi kita menginap di sana bang?" Verrel kembali meyakinkan.
"Iya, karena kita shootingnya malam"
Karena telepon itu di load speaker, akhirnya Febby tak sengaja mendengarnya.
"Jadi Vibi mau shooting di Bogor sama Nasya" ingatan Febby tentang mimpinya itu kembali menghantui pikirannya.
Usai menutup telepon, Verrel bingung harus menjelaskannya pada Febby yang berdiri disamping.
"Kalau memang itu keperluan shooting, nggak apa-apa kok pergi aja" ucap Febby walau hatinya terasa berat untuk mengizinkan.
"Jadi aku di izinin nih?"
"Iya"
"Makasih bunda..." Dengan cepat kilat Verrel mencium keningnya.
Lalu ia masuk kamar memakai jaket dan meraih tas.
"Hp Febby harus standby oke, daah..." Pamit Verrel keluar.
Ada kesedihan diwajah Febby sembari menatap punggung Verrel yang pergi menggunakan motor.
"Padahal aku pengen banget ngasih kejutan ulang tahun kamu besok, tapi ya udahlah demi pekerjaan, nggak mungkin juga kan biaya hidup minta ditanggung sama mama!"

Dino sengaja datang ke tempat tongkrongan Bima membawa pasukan. Tapi yang ada cuma dua orang saja, yaitu Raka dan Chiko.
"Wow, berani-beraninya si pengkhianat datang kemari" sindir Raka.
"Siapa yang lo sebut pengkhianat?"
"Wah nggak ngerasa dia" sindir Raka lagi sambil melirik Chiko.
"Asal lo tau ya, Bima udah ngejadiin gue kambing hitam atas perbuatan bejatnya, memangnya kalian nggak tau sifat busuknya Bima seperti apa?"
"Jangan ngomong sembarangan ya" balas Chiko menunjuknya.
"Gue nggak ngomong sembarangan tapi kenyataan"
"Terus lo mau apa? Mau nyari ribut sama kita?" Tanya Raka.
"Gue nyari Bima, dimana lo sembunyiin dia?"
"Lo pikir dia takut sama lo"
Dino memberi kode pada pasukannya menggeledah tempat itu. Karena Bima tidak ditemukan, Dino memporak-porandakan tempat itu. Raka dan Chiko  berupaya menghentikan kejadian itu, tapi mereka justru membuatnya babak belur walaupun awalnya melawan.
"Kita harus cepat kasih tau Bima" ucap Raka meringis saat mereka lekas pergi.
Tapi ternyata ponselnya rusak karena tadi sempat terjatuh.

Sampai dipuncak Bogor hari sudah gelap. Mobil tanpa atap yang membawa peralatan shooting lekas mengeluarkan tenda. Bang Rian yang satu mobil dengan Naysa lekas memasang tenda itu sebagai tempat bermalam. Begitu juga dengan Verrel. Setelah tenda terpasang, barulah Rian meminta mereka untuk bersiap-siap take.
"Oia scriptnya mana bang?" Pinta Verrel.
"Itu sama Nasya"
Verrel lalu menunduk membaca script itu dari belakang Nasya yang tengah duduk.
"Verrel mencari Nasya dalam kegelapan menggunakan senter. Sejenak kemudian terdengar suara teriakan minta tolong dari arah barat, Verrel lekas mendekati sumber suara itu sambil memanggilnya" Dengusan nafas Verrel yang membaca scrift itu membuat telinga Nasya agak bergidik.
"Oke siap yuk" ajak bang Rian kepada semuanya.
Dengan penuh penghayatan Verrel dan Nasya melakoni perannya masing-masing sesuai scrift yang dibacanya tadi. Kali ini tidak ada kendala dalam acting mereka. Apalagi Nasya. Nasya begitu menjiwai saat memeluk Verrel usai Verrel menolong dirinya yang hendak terjatuh di tebing.
"CUT..." teriak Rian.

Diruang santai, Febby merasa suntuk tidak melakukan apa-apa. Telepon dari Verrel yang ditunggu-tunggu juga tidak kunjung berdering. Padahal sedetikpun Febby tidak melepaskan ponsel dari genggamannya.
"Mendingan aku telepon Livia aja deh dari pada suntuk" gumamnya sambil memeluk bantal menghubungi Livia.
"Iya feb, tumben lo nelepon gue malem-malem begini, ada apa?" Tanya Livia.
"Nggak ada apa-apa sih gue cuma mau ngobrol aja ama lo"
"Memangnya pangeran lo kemana?"
"Lagi shooting di Bogor"
"Sama siapa?"
"Ya sama bang Rian juga"
"Terus lawan mainnya siapa?"
"Mmm Nasya"
"Wah hati-hati lo, apalagi kalau lawan mainnya cantik"
"Duuh jangan nakut-nakutin gue dong"
"Bukannya gue nakut-nakutin tapi ngingetin"
"Ya udah deh bye"
"Tut Tut Tut..." Livia mendengar teleponnya terputus.
Sementara di puncak Bogor, Livia menyelinap masuk ke tenda Verrel disaat Verrel sedang rebahan meluruskan pinggang.
"Lho mau ngapain?" Verrel bingung sambil bangkit.
"Mau tidur" dengan polosnya Nasya menjawab.
"Ya tidur di tenda lo dong masak di tenda gue"
"Gue takut rel"
Tadinya Verrel ingin marah, tapi itu tidak dilakukannya setelah melihat Nasya yang pucat menahan takut.
"Ya udah deh lo boleh tidur disini" ucap Verrel.
"Yess...setelah sekian purnama akhirnya gue bisa..." Riang Nasya dalam hati sambil membayangkan dirinya menatap wajah Verrel yang tengah terlelap tidur.
"Biar gue tidur diluar"
Kata-kata Verrel itu memutus bayangan indahnya Nasya.
Begitu ada panggilan video call my husband di ponselnya, Febby lekas menghias diri didepan cermin. Ia tidak ingin terlihat kucel atau jelek saat video callan. Karena tak ingin membiarkan lama menunggu, Febby memakai lipstik dengan terburu-buru. Alhasil tanpa sadar lebih tebal bagian sebelah kiri. Ia lekas menerima video call itu sambil bersandar di sandaran ranjang.
"Iya hallo..." Dengan gugup iya menyapanya, tapi Verrel malah menahan tawa.
"Kenapa mau ketawa?" Tanya Febby mengangkat alisnya sebelah.
"Febby abis dandan ya?" Goda Verrel.
Langsung saja Febby ngaca didepan cermin.
"Haah..." Ia sendiri malah kaget.
"Meskipun tanpa makeup, Febby tetap cantik kok di mata aku"
Febby jadi salting tersipu malu. Lantas ia menghapus lipstiknya pakai tissue.
"Kenapa jam segini Febby belum tidur?"
"Abis ini baru aku bisa tidur"
"Ya udah kalau gitu, sekarang Febby tidur ya"
"Iya..."
"Jangan lupa shalat isya dulu, susunya juga diminum"
"Iya iya bawel"
"Assalamualaikum"
"Wallaikumsalam"
Verrel tersenyum manis mengamati foto-foto Febby didalam ponselnya. Sementara dari balik tenda, Nasya justru menahan jengkel menatapnya.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang