part 105

147 19 15
                                    

Kita kembali kepada Feverr yang terlihat tak bertegur sapa dikamar hotel. Febby mengemasi barang-barangnya ke dalam koper, sementara Verrel terus berupaya mendekatinya dengan membantunya memasukkan pakaian ke koper itu. Tangannya pura-pura tak sengaja menyentuh tangan Febby.
"Udah nggak usah" Febby menepuk tangannya sambil berucap datar.
"Ssst Verrel diem" dengan lucunya Verrel menutup bibirnya sendiri dengan telunjuk. "Bundanya si kembar lagi marah" ia terus menggodanya.
Febby melotot menatapnya yang menyunggingkan senyuman. Langsung saja Verrel terdiam.
"Cepetan kita mau ke Bandara" ajak Febby tetap memperlihatkan wajah betenya.
"Baik nya..." Sahutnya menunduk sekilas.
Sikap yang ditunjukkan Verrel bak terhadap seorang majikan itu sukses membuat Febby ingin tertawa, tapi ia menutupinya.
"Sini biar Ayah yang bawa" Verrel menawarkan diri membawa koper itu setelah menggendong tas miliknya.
"Nggak usah" tepisnya berjalan lebih dulu.
Verrel malah gemas sendiri melihat istrinya yang masih cemberut itu.
Setelah berada didalam taksi menuju Bandara Ngurah Rai, Verrel meletakkan tangannya di atas punggung tangan Febby seraya melarikan pandangan keluar.
"Dasar..." Gerutu Febby dalam hati.
Ia ingin meletakkan tangan Verrel ke jok, tapi Verrel menahannya dengan kuat. Hingga Febby hanya bisa pasrah, tak kuasa melepaskannya.
"Hehehe..." Verrel terkekeh-kekeh dalam hati menatap kepasrahan itu.
Tapi Febby tak kehilangan akal. Ia mengangkat tangan sebelahnya dan memelintir pinggang rampingnya Verrel.
"Aduh sakit..." Rengek Verrel memohon dilepaskan.
"Kenapa pak?" Tanya sang supir kaget.
Dengan cepat Febby melepaskan tangannya dan tersenyum kaku kepada supir yang menoleh kearah mereka.
"Biasa pak, istri saya memang suka begitu, suka galak" sindir Verrel seraya melirik Febby disebelahnya.

Bella membereskan dapur usai menaruh semua masakannya ke mangkuk dan juga piring.
"Ammar pasti sudah lapar, saya harus cepat menyiapkannya"
Ia kemudian membawa masakannya ke meja makan, namun Mawar sengaja menghadangnya pakai kaki.
"PRANK..." Piring dan mangkuk itu terjatuh bersamanya.
Bella meringis menahan panas, akibat tumpahan masakannya.
"Ini ada apa?" Tanya Ammar datar, namun yang ia lihat justru Mawar lagi menolong Bella.
"Ada apa? Kok kayak ada suara yang pecah barusan?" Celetuk Naya muncul.
"Ini ma, Bella nggak sengaja nabrak aku yang lagi nyiapin makan" sahut Mawar cepat agar tidak keduluan sama Bella.
"Jadi kamu yang masak?" Naya ingin meyakinkan.
"Iya ma, tapi malah tumpah sama Bella" jawab Mawar.
Sementara Ammar membantu Bella membereskan pecahan piring dan mangkuk itu. Naya sepertinya memberi respon positif pada Mawar.
"Memangnya si bibik kemana? Kok bukan dia yang masak?" Tanya Ammar pelan di telinga Bella.
"Saya sengaja masak buat kamu"
"Jadi bukan Mawar yang masak?"
"Aku juga masak kok, dasar Bella aja yang nyerobot pas aku mau masak"
Tak mau ambil pusing, Naya meninggalkan perdebatan mereka.
"Sayang kita makan diluar aja yuk" ajak Mawar bernada manja pada Ammar.
"Saya tidak suka makan diluar" tolaknya mentah-mentah.
Mawar menghela nafas sambil berlalu ke kamar mengumpat mereka.

Taksi yang dinaiki Feverr tiba didepan  Bandara Ngurah Rai. Verrel keluar lebih dulu berniat ingin membukakan pintu untuk bidadarinya.
"Aku bisa sendiri" gumam Febby memotong aksinya.
Saat Febby ingin menutup pintunya kembali, ada seseorang yang menjambret tasnya.
"JAMBRET YAH..." Pekik Febby menunjuk si jambret yang berlari kearah jalan umum.
Verrel mengejar si jambret itu, sementara Febby terasa lesu setelah membayar ongkos taksi.
"Lain kali harus lebih hati-hati lagi mba"
Febby tidak lagi menghiraukan perkataan si supir. Ia berharap tidak terjadi apa-apa dengan Verrel dan juga tasnya. Karena tas itu adalah pemberian suaminya sendiri, makanya kalau kemana-mana selalu dibawa. Setelah merebut tas itu dari tangan si jambret dan membuatnya terkulai lemas, Verrel berlari menghampiri Febby.
"Kamu nggak apa-apa kan?" Tanya Febby khawatir.
"Nggak apa-apa, tasnya biar Ayah aja yang bawa, ya udah yuk"
Bandara Ngurah Rai, tampilannya kini sangat modern dan membuat mereka sebagai orang Indonesia berdecak kagum. Menariknya lagi, fasilitas di dalam bandara ini pun sudah sangat banyak, terutama restoran populer dengan tampilan yang menggugah selera. Mulai dari coffee shop berdetail unik hingga restoran keluarga. Mereka merasa layaknya di dalam mal ketika berada di dalam bandara tersebut. Terlebih lagi karena tata ruang yang apik serta perawatan interiornya yang jauh berbeda. Berhubung keberangkatan pesawat masih menyisakan waktu dua jam lagi, Verrel mengajaknya ke coffe shop. Setelah minuman hangat yang dipesan Verrel diantar, Verrel meraih tangan lentik sang pujaan hati.
"Nggak usah pegang-pegang aku masih marah" ucap Febby datar.
"Mau sampai kapan marahnya?"
"Sampai kamu bisa meluluhkan hati aku, oke" tatap Febby tajam.
"Oke, aku akan berusaha" balas Verrel.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang