part 131

163 16 2
                                    

"BRUUT..." Tiba-tiba terdengar suara kentut dari salah satu si kembar.
Mereka terperangah. Ternyata baby Imam yang mengeluarkan gas tersebut sampai beberapa kali. Bahkan raut wajah tampan itu ngeden seperti orang ingin melahirkan. Hal itu mengundang tawa lepas mereka.
"Anak Ayah e'ek ya..." Ledek Verrel.
Di ledek begitu, Imam membulatkan mata, ia seolah tau kalau dirinya sedang di ledek oleh Ayahnya. Namun setelah itu Imam terkekeh geli.
"Gemes banget sih kamu hmmm..." Goda Verrel.
"Jangan dicium" Larang Febby ketika Verrel ingin menciumnya.
"Kenapa kok nggak boleh?"
"Kalau lagi e'ek memang nggak boleh dicium"
Setelah Imam tidak ngeden lagi, barulah Febby membuka celana dan pampersnya.
"Astaghfirullahaladzim..." Verrel kaget sambil menjauh saat melirik pampers itu dipenuhi oleh e'eknya.
"Nggak usah buang muka, dulu Ayah waktu bayi juga begitu"
"Iya ya" Sembari mengingat, Verrel menggaruk-garuk tengkuknya.
Verrel memperhatikan Febby yang membersihkan pantat si Imam pakai tissue basah sampai benar-benar bersih. Disitu ia melihat Febby sudah tidak kaku lagi dalam menjalani peran seorang Ibu. Febby kini sudah terbiasa mengurus mereka. Karena sering melihat Bella dan Vani, ia jadi banyak belajar. Mulai dari memberi bedak, minyak telon, sampai minyak rambut dan minyak wangi ketika sudah di mandikan.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hp Ayah mana?""Mmm tadi bunda tarok dimana ya" Febby berlagak lupa untuk menutupi apa yang sudah ia lakukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hp Ayah mana?"
"Mmm tadi bunda tarok dimana ya" Febby berlagak lupa untuk menutupi apa yang sudah ia lakukan.
Mereka tak menyadari kalau ketua team Eagle tengah mendekati motornya diluar, disaat Verrel mencari ponselnya di ruang tamu.
"KOK NGGAK ADA BUNDA..."
Seketika ia pergi mendengar teriakan itu, namun kakinya tak sengaja tersandung pot bunga kesayangan Febby.
"Suara apaan tuh?" Verrel lekas membuka pintu, namun yang terlihat hanya pot bunga yang sudah pecah. "Kok bisa pecah sih?"
"Pot bunga aku...siapa yang mecahin?" Febby terkejut dari belakangnya.
"Bukan, bukan Ayah yang mecahin" Bantah Verrel ketika Febby memukul-mukulnya.
"Terus kalau bukan Ayah siapa? Memangnya ada orang lain lagi?"
"Ayah juga nggak tau, tadi pas buka pintu, pot bunganya udah kayak gini"
Febby tampak cemberut dan kecewa mengamati pot bunga yang berisi bunga cantik itu.
"Udah nggak usah cemberut, nanti Ayah ganti deh"
"Bener? Janji?"
"Iya janji"
Lagi-lagi si ketua team Eagle kesal. Ini kedua kali rencananya yang gagal.

Siang hari, Rifki dan Vani menyempatkan diri ke bengkelnya. Walaupun itu hari minggu, tapi bengkel tetap buka. Semua karyawan, termasuk Tony dan Rian menyapanya dengan ramah. Rifki kemudian masuk ke sebuah ruangan, dimana Verrel pernah menempatinya sebagai manager. Sementara Vani memutar bola matanya kesana kemari. Ia heran, kenapa Verrel tidak ada diantara mereka. Setaunya Verrel bekerja disana. Lalu Vani menyusul Rifki ke ruangan itu.
"Verrel nggak masuk ya mas?" Tanya Vani disaat Rifki memeriksa berkas-berkas didalam laci, tapi yang ia dapatkan hanya helaan nafas belaka. "Kenapa mas? Kok nggak jawab?"
"Verrel...Verrel udah tidak mau kerja disini lagi"
"Lho, kok begitu?"
"Itu memang kesalahan saya, karena dia terlambat, saya jadi emosi dan tidak sengaja melontarkan kata yang membuatnya tersinggung"
Rian yang tak sengaja menangkap pembicaraan itu tersenyum riang.
"Jadi Verrel itu bukan mengundurkan diri to, ya baguslah kalau begitu!"
Vani terkejut saat membuka pintu, wajah Rian terpampang jelas di hadapannya.
"Kamu ngapain berdiri disitu? Nguping?" Tegas Rifki.
"Oh bukan pak, tadi saya cuma mau lewat, tiba-tiba bu Vani buka pintu, jadinya saya juga kaget" Jawabnya terbata-bata.
            Disisi lain, Livia terus memperhatikan gerak gerik Nasya yang gelisah memegang ponsel diteras rumahnya. Rupanya Nasya gelisah memikirkan bu Rahmi yang pernah berkata, kalau dia tidak mau lagi melihat dirinya. Sesekali Nasya membuka layar ponselnya itu, tapi sedetik kemudian ditutup lagi.
"Apa gue ke rumah Verrel aja ya...?"
Dari belakangnya, Livia terbelalak mendengarnya. Jelas saja kata Verrel itu berhubungan dengan Febby sahabat dekatnya. Karena ia tidak mau Nasya jadi pelakor, yang merebut kebahagiaan sahabatnya.
"Lo mau ngapain ke rumah Verrel?" Tanya Livia pura-pura tidak tau dengan permasalahan mereka.
"Gue juga nggak tau"
"Lo gimana sih?"
"Ya lo ngapain juga mau tau urusan gue, udah mendingan lo diem disini oke"
"TIN TIN..." Klakson taksi online tiba-tiba berhenti di depan.
"Gue pergi dulu ya" Pamit Nasya mencubit pipi sahabatnya itu dengan genit.
"Heh lo mau kemana?"
Tapi Nasya tak menggubrisnya.
"Apa Nasya mau ke rumah Verrel? mau nemuin Verrel gitu? wah nggak bener nih, nggak bisa di biarin, gue harus kasih tau Febby" Tapi nomor telepon Febby malah tidak aktif. Begitu juga dengan nomor Verrel. "Aaagh susah banget sih kalau di telepon!" ya udah deh gue kesana aja"

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang