part 108

153 18 8
                                    

Ketika Wahyu kembali ke kontrakan, ia baru menyadari kalau amplop yang berisi uang disaku jasnya raib.
"Sial, kenapa bisa hilang?"
Disaku celana juga tidak ada. Ia mengingat kembali apa saja yang dilakukannya setelah membayar upah Juan.
"Pasti ini ulah mereka, tidak mungkin bisa jatuh"
Tubuhnya diputar kembali ke cafe tempatnya bertemu dengan Juan dan Bocil, namun sampai di sana ia tak menemukannya. Ditelepon juga di riject, hingga emosinya muncul dan membanting ponsel itu sampai pecah berantakan.
      Sementara dikediaman Ammar, Mawar mengadu ke Naya kalau Ammar belum juga pulang. Padahal sudah larut malam. Naya menenangkan Mawar agar tidak khawatir. Dan saat Naya menghubunginya, ternyata Ammar berada di rumah Verrel bersama Bella. Kini Bella sedang mengobati pelipis bibir Ammar yang terluka. Rupanya tadi Wira sempat memukulnya dan mengenai bibirnya. Mendengar ponselnya terus berbunyi, Ammar mematikan ponselnya sambil menggerutu.
"Kenapa dimatiin? Siapa tau penting" ucap Bella disela mengobati luka itu.
"Tidak ada yang penting"
Tatapan Ammar begitu lekat, hingga Bella tak bisa mengalihkannya kecuali menatapnya balik.
"Kamu kenapa? Apa ada sesuatu yang lagi kamu pikirkan?" Bella sengaja bertanya agar pandangan itu terhenti, tapi Ammar justru meraih tangan Bella dan mengecupnya.
"Saya hanya memikirkan kamu"
"Kamu tidak perlu memikirkan saya, karena saya akan baik-baik saja"
"Tidak, saya tau kamu tidak baik-baik saja saat ini"
"Coba kamu lihat" sembari Bella membalikkan tangan Ammar dan menggenggamnya. "Tidak ada sedikitpun kesedihan dimata saya, itu artinya kamu tidak perlu khawatir, oke"
"Saya tau kamu wanita kuat" Ammar menyunggingkan senyuman sembari membelai pipinya.

Ketika suster ingin memeriksa keadaan Verrel di kamarnya, ia kaget karena kamar itu kosong. Diperiksa di kamar mandi juga tidak ada. Terus ia melaporkan hal itu ke Dokter dengan tergesa-gesa ke ruangannya.
"Dok pasien atas nama Verrel tidak ada di kamarnya"
"Tidak ada bagaimana? Mungkin lagi dikamar mandi mungkin"
"Sudah saya periksa semua tapi tidak ada dok"
"Coba kita cari di sekitarnya"
Mereka lalu menelusuri koridor mencari di setiap sudut dan berpapasan dengan Verrel dan Febby yang lagi bergandengan tangan.
"Ini Verrel" celetuk Dokter menunjuknya.
"Maaf Dok, saya jenuh dikamar, jadinya saya jalan-jalan di sekitar sini" dengan merasa bersalah Verrel menjelaskan. "Oia dok, saya sudah boleh pulang kan?" Sambungnya lagi.
"Tapi..." Si Dokter masih ragu.
"Saya sudah nggak apa-apa kok dok, sakitnya juga sudah hilang"
"Oke kamu boleh pulang, tapi jangan terlalu banyak aktivitas dulu ya"
"Iya dok"
Setelah mengganti seragam pasiennya, Verrel mengajak Febby pulang. Tapi ia tidak suka dituntun Febby seperti orang sakit atau anak kecil.
"Pliss deh, Bunda nggak perlu nganggep Ayah kayak anak kecil atau nenek-nenek yang takut hilang di jalanan" ucap Verrel ingin melepaskan tangannya sendiri.
"Ayah itu masih sakit, jadi wajar kalau Bunda nganggepnya kayak anak kecil, eh nenek-nenek deng" sahut Febby mengencangkan pegangan tangan itu sambil menahan tawa.
"Memangnya Ayah nenek-nenek apa" protes Verrel.
"Udah nggak usah bandel"
Setelah berada didalam mobil, sekilas Febby melirik Verrel yang berlagak merajuk sambil menyetir.
"Coba deh lihat ini" pinta Febby sembari menyerahkan kamera dari dalam tas.
"APAAN NIH..." Verrel seakan tak terima melihat video dirinya yang lagi tidur di pesawat dalam kondisi mendengkur keras plus mulut menganga.
"HAHAHA..." Febby tak bisa menahan gelak tawanya. "Lucu kan, seorang aktor Verrel Bramasta ternyata kalau tidur suka ngorok" ledeknya.
"Awas ya..." Verrel ingin menggelitik pinggang Febby yang lagi sibuk menyetir. "Pas banget nih orangnya lagi nyetir" tatapnya memicingkan mata.
"JANGAN BUNDA LAGI NYETIR..." Larangnya keras.
"Ayah hapus ya?"
Ketika Verrel ingin menghapus video itu, Febby merebutnya pakai tangan kiri.
"Nggak boleh dihapus, itu momen langka tau, sayang banget kalau dihapus"
Kalau sudah melihat reaksi permohonan Febby, Verrel tak bisa melakukan apa-apa kecuali menurut.
"Kita berhenti di depan ya" ucap Verrel menunjuk.
"Mau ngapain?"
"Ayah mau ngajak Bunda ngelihat bintang" seru Verrel penuh semangat usai Febby menepikan mobil.
"Kan bintangnya udah ada" dengan bergaya bak gadis Korea, Febby tersenyum manis dengan telunjuk menekan pipi.
"Iya juga ya, kan bintangnya udah ada didepan aku, kalau dilihat-lihat senyumannya memang manis banget, mengalahkan manisnya madu" pikir Verrel terpesona, telunjuk Verrel tergoda untuk menyentuh hidung bangirnya Febby.
"Bunda memang bintang yang selalu ada di hati Ayah sama si kembar" ucapnya kemudian.
"Udah ah jangan ngerayu terus, ntar hati Bunda lama-lama bisa meleleh kayak es" Febby kemudian meneruskan menyetir, ia tak mau membiarkan Verrel terus menggodanya. Karena godaan dan sentuhan lembut itu bisa membuat jantungnya bergetar.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang