"Apa kalian sudah percaya?" Tanya Verrel disela memperhatikan video itu.
"Maaf, kalau kami sudah salah sangka" Jawab salah satunya dengan penuh penyesalan.
"Kalau gitu kita pesan makanan saja disini" Serunya mengajak mereka.
Mereka berbondong-bondong masuk cafe. Tentu saja Verrel cs sangat senang. Lantas Wira dan Aldo cepat-cepat masuk juga dan melayani mereka bersama karyawan yang lain. Sementara Verrel masih berdiri di dekat meja laptop sambil menghubungi Febby.
"Assalamu'alaikum..." Jawab Febby yang sedang menunggu pak Irwan di depan ruangan Dosen.
"Permasalahan di cafe udah selesai bunda, makasih ya, ide yang bunda berikan ternyata berhasil"
"Oia, alhamdulillah dong kalau gitu, terus sekarang keadaan cafe gimana?"
"Udah mulai rame lagi kok"
"Syukurlah"
"Udah dulu ya, Ayah mau ke dalam dulu"
"Ya udah" Namun Febby tak sengaja menyenggol Andin yang hendak masuk ke ruangan Dosen. Dan ponselnya jatuh diatas kaki Andin.
"AWW..." Andin berpura-pura meringis menahan sakit, padahal Andin jelas-jelas memakai sepatu.
"Maaf" Meskipun Febby tau kalau itu sebenarnya tidak sakit tapi Febby tetap meminta maaf.
"Oia, tadi katanya kamu mau ketemu sama saya" Ucap Pak Irwan yang muncul tiba-tiba.
"Oh iya pak, ini saya mau ngajuin judul lagi" Febby menyerahkan judul skripsi padanya, sedangkan Andin ikut mendelik karena kepo.
"Pengendalian bahan baku dengan menggunakan system material requirement planning" Pak Irwan manggut-manggut membaca judul itu, sepertinya ia cukup tertarik. "Oke good, kali ini saya terima"
"Serius pak?" Girang Febby tak menyangka.
"Selamat ya" Pak Irwan memberikan selamat sembari menjabat tangan Febby.
"Makasih banyak pak" Febby tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
"Enak aja, gue yang mau ngajuin, dia yang di terima duluan" Andin membatin kesal.Sembari duduk di kursi kebesarannya Rifki menghubungi bagian bengkel, meminta manager baru untuk segera menghadapnya sekarang juga, karena ia belum mengetahui kalau yang menjabat sebagai manager baru itu adalah Wahyu, jadi ia ingin bertatapan langsung
dengannya.
"Tok tok tok..." Dengan penuh percaya diri Wahyu mengetuk pintu ruangan Rifki.
"MASUK..." Rifki mempersilahkannya masuk sambil berdiri mendekati kaca menghadap ke belakang, sehingga ia belum sempat bertatapan langsung kepada Wahyu yang melangkah masuk.
"Bapak memanggil saya?" Wahyu.
Rifki terkejut mendengar suaranya. Suara itu tidak asing baginya, namun ia deg degan saat ingin membalikkan tubuh menghadapnya. Mereka sama-sama terkejut dan menyebut nama mereka masing-masing.
"Kamu ngapain di kantor saya?" Ketus Rifki tak menyangka.
"Jadi ini kantor kamu? Hmm..." Wahyu tertawa kecil. "Kalau saya tau juga saya tidak akan mau bekerja di sini" Balas Wahyu meninggalkan ruangannya.
"TUNGGU..."
Langkah Wahyu terhenti seketika dengan panggilan itu. Perlahan-lahan ia menoleh tanpa membalikkan tubuh.
"Untuk apa kamu panggil saya?"
"Apa kamu yakin kalau kamu tidak tau dengan kantor saya? Bukannya dulu kamu menginginkan kantor ini?"
Sindiran keras Rifki memaksa Wahyu mengingat sesuatu, tapi sama sekali ia tak mengingatnya.
"Maaf, saya tidak ingat dengan kata-kata itu, sekarang juga saya mengundurkan diri" Wahyu lalu mempercepat laju langkahnya.
"TUNGGU..." Lagi-lagi Rifki memberhantikannya sembari memberikan amplop yang berisi uang sebagai gaji selama beberapa hari ini.
"Tidak perlu" Wahyu menganggap itu adalah sebuah penghinaan, sehingga ia mengembalikan amplop itu dan cepat-cepat pergi.Sudah larut malam, tapi si kembar masih petantang petenteng di ruang tamu menunggu kepulangan Verrel sambil memegang hasil lukisannya masing-masing. Begitu terdengar suara kendaraan orangtuanya tiba, mereka lekas membuka pintu tanpa pengawasan bu Rahmi.
"BUNDA AYAH..." Si kembar berlarian menghampiri Feverr yang keluar dari mobil.
Ada yang memeluk Febby, ada yang naik ke punggung Verrel yang sengaja berjongkok.
"Kok anak bunda pada diluar sih?" Tanya Febby membalas pelukannya.
"Kita ada lukisan buat bunda sama Ayah" Seru Imam sembari menunjukkan hasil lukisannya bersama Yusuf dan Almeera.
"Wah bagus banget sayang..." Puji Verrel mengamati punya mereka satu persatu, sedangkan Febby ikut mendelik.
"Iya bagus banget, berarti kalian punya bakat dong" Tambah Febby memujinya.
"Ya udah sekarang kita masuk yuk udah malam" Ajak Verrel, tapi si kembar menghalau laju jalannya. "Kalian kenapa?"
"Ayah udah lupa ya sama janjinya?" Tanya Yusuf.
"Ayah kalian nggak bakalan lupa kok sama janjinya, mangkanya kita masuk" Febby menyambar pertanyaan itu.
Feverr membiarkan mereka masuk lebih dulu, sedangkan Feverr mengiringinya dari belakang.
"Ayah belum jawab lho?" Almeera kembali mengingatkan.
"Iya Ayah nggak bakalan lupa kok, ke kebun binatang kan? Udah sekarang kalian istirahat, biar besok pagi kita bisa kesana, oke"
"ASYIIK..."
"YEEA..."
Mereka makin kegirangan dengan ekpresi masing-masing.
"Ya udah sekarang bobo gih" Pinta Febby dengan halus.
"Iya bunda" Sahut Almeera.
"Daah bunda daah Ayah..." Pamit Imam ingin bergegas masuk kamar, tapi Febby mencegahnya.
"Cium bunda dulu dong..." Manja Febby menyodorkan pipi, langsung saja mereka mengecup pipi Febby dengan lembut.
"Kayaknya ada yang tinggal deh" Celetuk Verrel setelah mereka ke kamar.
"Apa yah?"
"Mmmuuaachh..." Dengan lembut Verrel mencium pipinya, membuat pipi Febby jadi merah merona.
"Hmm...untung mereka udah nggak ada" Protes Febby.
"Masih ada juga nggak apa-apa kali" Verrel merangkul pundak Febby disaat ada suara orang mengetuk pintu dari luar. "Siapa sih udah malam juga"
"Udah bukain aja dulu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...