part 86

171 18 5
                                    

"Mau lo apain anak sekecil ini?" Maki Verrel meletakkan belanjanya ingin melindungi Sella.
Tidak terima dengan makian itu Bima memukulnya.
"BERHENTI..." Sella memisahkan mereka. "Dia nggak jahat kok, kak Verrel udah salah paham"
Karena masih jengkel Bima menendang belanjaannya. Ia cukup tercengang melihat benda yang bertuliskan softex itu.
"Hahaha..., Elo, lo beli kayak beginian" ejeknya sambil memamerkan benda itu, tapi dengan cepat Verrel merampasnya. "Lo jadi perempuan sekarang, hahaha...gue nggak nyangka ya" ia sempat merekam adegan Verrel yang lagi memungut softex softex tersebut.

Didepan kontrakan Vani ada seorang Ibu-ibu membawa sekeranjang pakaian kotor. Dari kamar mandi, Vani yang lagi mencuci semua pakaian mendengar ada suara ketukan pintu dan salam. Ia pun menghentikan pekerjaannya dan segera keluar.
"Walaikumsallam..."
"Saya dengar-dengar katanya Bu Vani buka loundry ya?"
"Iya betul"
"Kalau gitu, saya juga mau dong di loundry"
"Iya boleh, tapi..." Vani tak ingin meneruskan kata-katanya.
"Tapi kenapa bu?"
"Saya nggak bisa buru-buru, soalnya lagi banyak banget bu"
"Iya nggak apa-apa kok, yang penting bersih dan rapih, ya udah saya tarok sini ya" sembari meletakkan keranjang itu.
Sementara di kampus Tridarma, pak Hidayat tengah menunggu kabar balasan surat penawaran saham yang diajukan kepada Bella. Sudah beberapa hari ini tidak ada balasan darinya, sedangkan mereka sangat membutuhkan dana untuk pembangunan masjid di kampusnya.
"Apa Bu Bella tidak tertarik? Makanya sampai sekarang tidak ada balasan, tapi tertarik atau tidaknya harusnya ada pemberitahuan"
Ia beranjak dari kursi kebesarannya dan memantau pembangunan masjid dari kaca. Semua tampak sepi, karena aktifitas pembangunan terhenti. Yang ada hanyalah sebagian mahasiswa yang kemungkinan mau pulang.

Bella dan Ammar masuk ke cafe. Baru saja duduk, pak Hidayat muncul menghampiri.
"Maaf kalau saya telat" ucap pak Hidayat menyalami mereka. "Apa kabar?"
"Baik"
Bella mempersilahkannya duduk.
"Apa ada sesuatu yang harus kita bicarakan?" Tanya pak Hidayat menunjukkan rasa kecewanya.
Sejenak Bella melirik Ammar yang duduk disampingnya.
"Berdasarkan surat yang Bapak kirim tempo hari, saya memutuskan bersedia" ucap Bella agak deg degan, karena ia tau itu adalah kesalahannya.
"Tapi maaf sekali, saya sudah menawarkannya kepada kampus lain" sahutnya dingin.
"Terus bagaimana dengan penawaran kerjasamanya?"
"Sebaiknya kita lupakan saja" pak Hidayat lekas pergi.
"Tunggu dulu pak" tahan Bella mengejarnya. "Ini hanya kesalahpahaman saja"
"Ini masalah waktu, bukan kesalahpahaman"
"Saya minta maaf atas keterlambatan waktunya"
"Tapi uang yang saya butuhkan sudah ditransfer dari kampus lain, otomatis kerjasamanya juga dengan mereka"
"Sudahlah, mungkin ini bukan rezeki kita" Ammar menenangkan Bella yang sangat menyesal sudah menyia-nyiakan kesempatan itu.
Bella menarik nafas dalam-dalam menatap pak Hidayat yang pergi meninggalkan mereka.
"Ini adalah kesalahan saya, saya sudah mengacuhkan surat penawaran itu Ammar..."
"Iya saya tau, tapi jangan menyalahkan diri kamu"

Oke, kita lanjut kepada Verrel yang mengajak Sella ke rumahnya sambil menenteng barang belanjaan. Sementara didalam kamar, Febby gelisah menunggu kepulangannya.
"Vibi mana sih lama banget...?"
"Owek...owek...owek..." Tiba-tiba baby Imam menangis, sedangkan Almeera dan Yusuf tetap anteng dengan posisi masih terlelap.
Febby lekas menenangkannya, tapi tangisannya justru semakin kencang. Berbagai macam cara dilakukan, tapi upayanya sia-sia.
"Jangan nangis dong sayang..., Ini udah bunda gendong"
Ia meletakkan Imam di box bayi, kemudian lekas ke dapur membuat susu. Setelah disusui, barulah  Imam kembali diam.
"Assalamualaikum..." Verrel muncul membawa Sella yang kebetulan sudah siuman.
"Walaikumsallam..., Lama banget sih belinya, aku udah keburu jamuran tau nggak sih nungguinnya" cercanya.
"Maaf..."
"Kok bisa sama Sella sih? Ketemu dimana?"
"Ceritanya panjang"
Febby cepat-cepat membawa belanjaan itu ke kamar mandi.
Sella kemudian share lock kepada Dokter Jihan mamanya. Keluar dari kamar mandi, Sella menatap mata Febby. Ia seperti bertatapan dengan papanya.
"Sella kangen sama papa" spontan memeluknya.
Cukup mengejutkan bagi Febby, tapi Febby membalas pelukan itu.
"Oia ngomong-ngomong Tante Jihan memangnya udah tau kalau Sella disini?" Setelah melepaskan pelukannya.
"Sebentar lagi di jemput kok"
"TIN TIN TIN..."
Terdengar suara klakson mobil diluar.
"Itu pasti jemput Sella"
Mereka lekas keluar.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang