part 124

152 15 2
                                    

"Kita harus punya strategi rel, soalnya yang akan jadi lawan kita ini nggak sembarangan" Ucap Wira.
"Iya bener rel, apalagi anak kampus sebelah, mereka jago-jago semua" Tambah Zian.
Verrel mengeluarkan sketsa strategi yang akan mereka mainkan nanti dari dalam tas. Ia berbisik-bisik menjelaskan strategi tersebut, namun Aldo tampak biasa saja dibanding yang lain, yang serius memahaminya. "Mendingan sekarang kita bersih-bersih dulu, soalnya sebentar lagi shalat jum'at" Ucap Verrel setelah mereka mengangguk memahami apa yang ia jelaskan.

Didalam ruangan Bella, Mawar berdiri berhadapan dengannya. Bella memintanya duduk dan bicara baik-baik. Ammar ingin mengusirnya, tapi Bella mengangkat tangan sebagai tanda jangan. Mau tidak mau Ammar membiarkan mereka, karena jam dinding menunjukkan bahwa sebentar lagi shalat jum'at. Apalagi Bella juga mengingatkannya agar segera ke Masjid.
"Oke, apa yang mau kamu bicarakan?" Tanya Bella setelah Ammar keluar menutup pintu.
"Aku mohon kamu tinggal kan Ammar, demi anak ini" Dengan bersimpuh di kaki Bella, Mawar memohon sembari memegangi kandungannya.
"Saya minta kamu bangun Mawar" Sahut Bella menunduk.
"Aku nggak akan bangun sebelum kamu jawab iya"
"Saya sudah mengalah demi kamu Mawar, saya juga sudah memberi kamu waktu"
"Apa maksud kamu?"
"Kalau memang Ammar yang menginginkan perpisahan, maka saya akan mengikhlaskannya, tapi kalau atas paksaan dan keinginan kamu, saya minta maaf, saya nggak bisa"
"KAMU ITU TIDAK BISA PUNYA ANAK BELLA, MANA MUNGKIN KAMU BISA MEMBAHAGIAKAN AMMAR..." Nada bicara Mawar jadi tinggi karena emosi, secara tak sadar Ia bangun. "BRAAK..." Ia memukul meja itu.
"Saya minta kamu keluar"
Tidak terima dengan pengusiran itu, Mawar menghempaskan berkas yang ada di meja itu sampai tercecer ke lantai. Karena Mawar semakin menjadi-jadi, Bella menelepon security untuk mengusirnya. Rupanya kegaduhan itu terdengar oleh dosen-dosen yang sedang tidak mengajar. Karena ruangan itu bersebelahan dengan ruangan dosen, jadi wajar saja kalau sampai terdengar. Mereka lekas keluar dan hampir bertubrukan dengan security yang berlari ke ruangan Bella.
"Ada apa ya di ruangan Ibu Bella?"
"Udah kita lihat saja yuk"
Saat mereka ingin masuk, security itu memaksa Mawar keluar.
"LEPASIN, AKU BISA KELUAR SENDIRI..." Bentak Mawar menepis tangan si security.
"Biarkan dia keluar sendiri pak" Pinta Bella.
Security itu mengikuti Mawar keluar, memastikan kalau dia benar-benar pergi meninggalkan kampus. Dosen-dosen itu jadi keheranan. Mereka ingin bertanya dengan Bella, tapi Bella sepertinya tak ingin diganggu. Bella menekan-nekan dahinya dengan jari sambil menduduki kursi kebesarannya.

Terlihat di samping Masjid kampus, Verrel mengenakan baju koko dan peci berjalan memasuki Masjid. Disusul oleh teman-teman basketnya dan beberapa mahasiswa lainnya. Ustad Bakrie sebagai Imam sudah menunggu mereka didalam. Verrel lalu duduk menyalaminya.
"Saya minta kamu yang jadi Imamnya" Ucap pak ustad.
"Saya pak ustad?" Verrel masih tak percaya sambil menunjuk dirinya.
"Kamu harus yakin dengan diri kamu"
"Baik pak"
"Ayo silahkan"
Mereka bangkit dan bersiap-siap. Ammar yang baru datang berdiri di samping pak ustad. Dengan mengucap bismillah Verrel maju sebagai Imam dan meminta makmum untuk merapatkan barisan. Sebelum di mulai Ammar yang qomat terlebih dahulu. Kali ini Verrel menunjukkan layaknya seorang pemimpin, dengan khusuk menjadi Imam. Setelah selesai mereka mendapatkan tausiyah dari ustad Bakrie.
        Sementara itu, Rifki dan Vani datang ke kantor polisi melaporkan mengenai perampokan yang menyatroni rumahnya. Polisi itu mencatat laporannya.
"Kami minta pelakunya segera di tangkap pak" Ucap Vani.
"Baik bu, kami akan berusaha sebaik mungkin"
Polisi itu mengerahkan beberapa anak buahnya untuk memeriksa tempat kejadian, yaitu kediaman mereka.
"Kami permisi" Pamitnya.
Setelah berada didalam mobil, Rifki dan Vani saling berdiam diri. Rifki mengutarakan kekecewaannya karena Vani selalu tidak ada di rumah demi mengasuh si kembar, yang mengakibatkan hartanya di gondol rampok.
"Ini bukan masalah karena aku tidak ada di rumah mas" Elak Vani.
"Tapi kalau kamu ada di rumah, mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini"
"Yang namanya musibah itu bisa datang kapan dan dimana saja mas, Allah sudah menentukan itu semua"
"Tapi itu hasil jerih payahku selama ini Vani, dan itu tidak sedikit"
"Iya aku tau, tapi mungkin saja selama ini kamu tidak pernah bersedekah, menyantuni anak-anak yatim atau pakir miskin mas, mangkanya Allah memberikan teguran buat kita"
"Huuh..." Rifki hanya mendengus, mengingat kalau selama ini ia memang tidak pernah menyisihkan hartanya untuk para pakir miskin. Padahal namanya dikenal banyak orang, sebagai pengusaha sukses di bidang perhotelan, apartement maupun showroom.
"Mungkin itu rezekinya orang lain yang memang membutuhkan, jadi kita harus mengikhlaskannya  mas" Ucap Vani lagi.
Rifki menarik nafas dalam-dalam, menangkap semua perkataan Vani yang menasehatinya.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang