part 39

239 16 0
                                    

"Ooo gue tau, jangan-jangan lo sedih karena gue mau nikah ya..." ledek Verrel. "Tenang aja meskipun gue udah nikah persahabatan kita nggak akan pernah putus kok"
"Iya lo bener" Nasya terpaksa tersenyum. "Ya udah gue narik lagi ya, ada penumpang nih" Nasya terpaksa berbohong sambil beranjak bangkit.
Setelah beberapa meter Nasya membawa taksinya, Nasya tiba-tiba berhenti.
"Kenapa perasaan gue sedih melihat undangan ini?" Mata Nasya berkaca-kaca saat melihat undangan Verrel tersebut. "Maafin gue rel...!" Ia merobek undangan itu dan membuangnya di jalanan.

Saat pak Dudung menimbun tanah kuburan Bella, dua hansip tak sengaja memergokinya. Mereka sangat terkejut kenapa pak Dudung melakukan itu.
"Apa yang sedang pak Dudung lakukan?"
"Saya, saya melihat ada sesuatu yang bergerak di atas kuburan ini, makanya saya periksa" jawab pak Dudung menutupi kebenarannya.
"Masak sih?" Mereka sepertinya tak percaya begitu saja.
"Iya benar" pak Dudung melirik cangkul dan beberapa peralatan yang sudah disimpannya dibalik semak-semak. "Untung cangkulnya sudah saya simpan" gumamnya dalam hati.
Salah satu hansip itu memeriksa keadaan disekitarnya menggunakan senter, namun tidak ada yang mencurigakan.
"Kenapa saya jadi tambah merinding begini ya?"
Kedua hansip itu lalu meninggalkannya dengan terburu-buru.

Bodyguard suruhan Ammar tengah menjalankan tugasnya masing-masing. Yang satu berjaga-jaga di depan beranda kediaman Febby, sedangkan yang satu lagi berjaga-jaga di depan kediaman Verrel. Namun itu tanpa sepengetahuan mereka. Didalam kamar Verrel sedang telepon teleponan dengan Febby.
"Saya terima nikah dan kawinnya Febby Rastanty binti Herdy Herdinan dengan mas kawin emas sebesar 50 gram dibayar tunai..." dengan satu tarikan nafas Verrel berhasil melafalkannya walaupun cuma sekedar latihan. "YESS HAHAHAA BISA KAN...!" Riang Verrel.
"Iya sekarang sih hafal banget, coba aja besok, Febby yakin pasti Vibi langsung gagu 100 persen" cela Febby meledeknya.
"Kok Febby gitu sih, bukannya doain biar lancar" Verrel berubah cemberut.
"Iya iya Febby doain mudah-mudahan besok Verrel Bramasta lancar ngucapin ijabnya"
"Nah kalau gitu kan enak dengernya"
"Ya udah sekarang Vibi istirahat, biar besok nggak nervous, oke daah..."
Febby sudah keburu menutup teleponnya, padahal Verrel masih ingin mendengarkan suaranya.

Nasya melamun diatas kap taksinya yang terparkir dibawah pepohonan besar. Padahal malam sudah menunjukkan pukul 12. Ia selalu terbayang canda tawanya Verrel.
"Gue pikir kebersamaan kita selama ini bisa membuat lo jatuh cinta, tapi ternyata gue salah"
"Kenapa lo? Lagi patah hati ya?" Celetuk rekan kerjanya tiba-tiba.
"Udah deh nggak usah ngeledek"
"Siapa yang ngeledek sih? Gue kan cuma nebak, ternyata tebakan gue bener"
"Tapi tujuan lo itu kan?"
"Ya ampun seudzon banget sih sama gue"
"Apa karena penampilan gue tomboi kali ya? Makanya nggak ada yang suka"
"Bisa jadi sih, lo kan kayak cowok hahaha..."
"Berarti gue harus merubah penampilan, iya bener, gue harus tampil cantik" Nasya membatin sambil mengingat.
"dari pada lo sedih mulu, mendingan kita adu balap aja gimana?"
"Males ah, gue mau pulang" Nasya beranjak pergi.

Besok paginya, Mawar datang melabrak Ibunya Ratu didepan pintu gerbangnya.
"Sebenarnya kamu ini siapa datang-datang main ngelabrak orang?"  maki Ibu Ratu.
"Saya calon istrinya Ammar, mana Bella? Saya tau Bella pasti ada didalam"
"Saya tidak kenal kamu ya, jadi tolong tinggalkan rumah saya"
"Kalian boleh aja bersekongkol membohongi semua orang, tapi saya, saya bukan orang bodoh yang bisa dibohongi begitu aja"
Mawar memaksa masuk ke rumahnya, meskipun Ibu Ratu sudah menahannya. Sepertinya ia tidak peduli dengan berbagai ancaman tersebut.
"BELLA...KELUAR KAMU, SAYA TAU KAMU BELUM MENINGGAL...JADI NGGAJ USAH SEMBUNYI SEMBUNYI..." teriak Mawar membuka kamar yang ditempati Bella.
Tapi untungnya Bella sudah pergi sejak tadi.
"Tidak ada kan?" Ucap Ibu Ratu meyakinkannya.
"Saya tidak percaya" Mawar kembali memeriksa kamar mandi dan seluruh ruangan, tapi sosok Bella tidak ia temukan juga.
"Kok nggak ada sih?" Gerutunya kesal.
"Ya karena disini memang tidak ada siapa-siapa kecuali saya"
Mawar mengeluh panjang sambil keluar.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang