Terdengar dari dalam rumah Mawar suara bel berbunyi beberapa kali. Asistennya yang super genit bergegas membuka pintu. Mulutnya berbentuk O ketika berhadapan langsung dengan Alan.
"Kenapa bisa ada si tampan nyasar kemari? Apa jangan-jangan dia memang nyariin saya, hihihi..." Batin si bibi kegirangan menatapnya.
"SIAPA BIK...?" Tanya Mawar dari dalam.
"Biasa non ada yang nyariin saya" Dengan pedenya si bibi menjawab.
"Maaf, saya ingin bertemu dengan Mawar, ada yang ingin saya bicarakan"
Si bibik melongok. "Kok nyari non Mawar sih bukan saya?"
"Sejak kapan saya nyariin kamu, jangan kepedean deh, udah panggilin Mawarnya cepet"
Kebetulan Mawar menghampiri.
"Alan..." Kagetnya.
"Ooo jadi namanya mas Alan" Gumam bibik sambil tersenyum genit.
"Bibik..." Tegur Mawar memelototinya. "Udah masuk sana"
"Aku ingin bicara empat mata sama kamu" Ucap Alan setelah bibik masuk.
"Ya langsung aja ngomong"
Alan mengamati apakah ada orang yang mengintip atau tidak didalam. Setelah dirasa aman, barulah Alan membuka suara.
"Apa kamu yang mencelakai Ammar?" Bisiknya.
"Apa? Ammar celaka? Dimana?" Mawar justru kaget.
"Serius kamu tidak tahu sama sekali dengan kejadian ini?"
"Kalau aku tau, nggak mungkin aku santai-santai disini"
"Tapi kamu tenang saja, karena Bella sudah menyelamatkannya, dan aku yakin Bella juga sudah merawatnya" Alan memperhatikan gerak gerik Mawar, namun gerakan itu hanya reaksi kekhawatiran saja, bukan sesuatu yang mencurigakan.
"Apa benar kamu tidak terlibat dengan masalah ini?"
"Jadi kamu menuduh aku" Tuduhan itu membuat Mawar geram.
"Bukan bukan, aku bukan menuduh, tapi bertanya, apa itu salah?"
"Itu sama saja, memangnya kamu tidak bisa membedakan mana yang bertanya mana yang seolah-olah menuduh"
Eh si bibik malah tertarik untuk mengintip, namun Mawar masuk dan membanting pintu.
"JEGER..."
Alan terperanjat mendengar suara pintu yang begitu keras itu.
"KAMU MAU NGAPAIN...?" Bentak Mawar kala si bibik ingin membuka pintu.
"Nggak non" Sangking takutnya si bibik lekas ke dapur.Tampak di ruang tamu, Febby mengompres area siku Verrel yang lebam. Verrel sedikit meringis menahan perih, tapi ia tak kuasa untuk menjerit. Apalagi melihat tatapan sang istri yang sadis bagaikan harimau yang mau menerkam mangsanya.
"Bisa nggak bunda jangan ngeliatin Ayah kayak gitu?" Tanya Verrel agak kaku sembari meliriknya sekilas.
"Memangnya kenapa? Ada masalah sama mata bunda?"
"Nggak ada masalah sih, cuma..."
"Cuma apa?" Kali ini nada bicara Febby agak pelan.
"Serem"
"Serem dari mana? Bilang aja kalau Ayah nggak berani natap bunda, iya kan?"
"Siapa bilang nggak berani"
"Ya udah, siapa yang kalah, berarti dia yang harus nyiram bunga plus masak untuk makan malam, gimana berani?"
"Oke siapa takut, ayo"
Dalam hitungan ke tiga mereka saling menatap dengan tajam tanpa harus berkedip. Tak mau kalah dari Verrel, Febby sengaja menyunggingkan senyuman manis. Ternyata pancingan itu berhasil. Verrel mulai kesulitan untuk terus membulatkan mata agar tak berkedip, tapi sayang lama kelamaan matanya terasa perih.
"Kenapa harus pasang senyum segala sih? aku nggak kuat natapnya lama-lama" Keluh Verrel dalam hati.
"Hehehe...sebentar lagi kamu akan kalah Vibi, kita lihat aja sebentar lagi" Febby juga membatin tak sabar ingin melihat kekalahan suaminya. "Satu dua tiga" Lanjutnya menghitung.
Tepat saja, dalam hitungan ketiga mata Verrel berkedip dan mengerang tak sanggup. Febby langsung melonjak kegirangan berjoget ala tiktok.
"Siapa yang kalah, dia yang nyiram bunga, dia juga yang masak" Sambil tik tokan Febby bernyanyi menggunakan kalimat tersebut dengan nada asal-asalan.
Sementara Verrel cuma bisa menggaruk-garuk tengkuk yang tidak gatal. Antara ingin tertawa dan senyum Verrel menyaksikan kelakuan Febby, yang ternyata bisa meredam rasa jengkelnya akibat kalah.
"Oke, sekarang lets go siram bunganya, jangan sampai dia layu"
"Hmm..." Meskipun enggan, tapi Verrel bergegas juga keluar mengambil selang dari gudang, yang kemudian menyambungnya ke keran air yang berada disamping.
Sambil bersiul-siul ia menyiram semua bunga-bunga yang tertata rapi didalam pot itu, sedangkan Febby mengawasi pekerjaannya sambil memeluk kedua tangan.
"Awas jangan sampai ke lewat ya pak" Perintah Febby setengah bercanda.
"Baik bu" Balas Verrel.
Namun saat Febby lengah, Verrel menyemprot bagian punggungnya dengan sengaja, lalu Verrel cepat-cepat meminta maaf seolah-olah kalau ia tak sengaja.
"VERREL..." Pekik Febby menahan jengkel.
"Ayah nggak sengaja beneran, suer"
"Iya nggak apa-apa"
Verrel sih senang, karena nada bicaranya tidak marah, namun ternyata itu cuma siasatnya saja agar bisa merebut selangnya.
"CROT CROT CROT..." Senyum Febby semakin lebar ketika berhasil menyemprot wajah suaminya tersebut. "Hahaha..." Girangnya bukan main, namun Verrel tak mau kalah, sampai akhirnya baju yang mereka kenakan basah semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...