Belum sempat Verrel menjawab, segerombolan anak pemotor mengiringi dan menantangnya balapan. Verrel tau persis dengan motor yang sering di pakai Iwang, walaupun Iwang tak menunjukkan batang hidungnya secara terang-terangan alias ditutupi dengan masker. Verrel pun menyanggupi tantangan itu.
"Udah deh nggak usah di ladenin" Larang Febby.
Tapi mereka mengejek Verrel dengan sebutan pengecut dan juga Ayam betina untuk Febby. Bagaimana Verrel tidak panas? Apalagi istrinya dihina seperti itu. Darahnya aja serasa mendidih mendengarnya.
"Pegangan bunda" Pinta Verrel menaikkan tempo kendaraannya.
"Astaghfirullahaladzim Verrel..." Tegur Febby berpegangan pada sisi jok.
"Udah diem"
Verrel akhirnya meladeni permainan mereka juga. Teman-temannya Iwang tak mau ikut campur. Mereka membiarkan Verrel dan Iwang saja yang balapan.
"Verrel berhenti nggak?" Ancam Febby setengah menekan, tapi Verrel tak perduli.
Sampai tubuh Febby terguncang-guncang saking ngebutnya. Kali ini Verrel harus memberi sedikit pelajaran kepada mereka agar tidak seenaknya menghina kaumnya. Ia menempel ketat disamping kendaraan Iwang.
"HAI AYAM BETINA..." Iwang kembali menyapa dengan nada mengejek. Verrel fokus memacu kecepatannya. Sampai akhirnya mereka sampai di kampus lebih dulu. Verrel kemudian turun menghampiri kendaraan Iwang yang baru sampai. Terlihat Iwang membanting stir karena tidak terima dengan kekalahannya. Tapi apa yang terjadi dengan Febby? Keluar dari mobil ia muntah-muntah. Kepalanya juga terasa pusing, sedangkan Verrel memaksa Iwang keluar.
"Vibi..." Rintih Febby memegangi kepala, tapi Verrel malah meninju muka Iwang yang tampak begitu menyebalkan.
"Kenapa lo mukul muka gue? marah, sewot atau nggak terima" Ejek Iwang sambil menyeringai sinis. "Mending lo urus tuh betina lo"
"Uwek uwek...mmm Vibi..."
Melihat Febby yang muntah-muntah Verrel kaget dan berlari menghampiri.
"Ya Allah sayang..."
Verrel ingin menggendongnya, tapi Febby melarang.
"Kita ke rumah sakit aja ya"
Tapi Febby hanya menggeleng, sehingga Verrel bertambah bingung sambil memapahnya ke bangku panjang di depan lobby.
"Udah mendingan kita ke rumah sakit aja ya, jangan-jangan bunda hamil lagi, HAAH..." Verrel yang ngomong tapi Verrel sendiri yang terkejut. "Masak hamil lagi sih? Yang tiga aja masih kerucil kerucil banget..." Keluhnya.
"Siapa juga yang hamil, ini semua karena kamu tau nggak, iiih..." Cerca Febby menekan kuku lancipnya ke tangan Verrel karena jengkel.
"Sss aduh sakit..."
"Biarin, ini akibatnya kalau nggak nurut sama aku"
"Bukannya nggak mau nurut, tapi aku nggak bisa ada orang yang menghina Febby" Sembari meringis merasakan pedihnya tancapan kuku itu.
"Kamu pikir kalau ada yang menghina kita, derajat kita akan turun, nggak"
"Iya aku tau"
"Tau apa?"
"Semakin kita dihina, maka semakin tinggi juga derajat kita diangkat sama Allah" Jawab Verrel cemberut.
"Nah itu kamu tau"
"Kalian kenapa? Kok masih disini?" Tegur Ammar yang datang bersama Bella.
"Eh nggak kok" Jawab Feverr serempak.
"Ya udah nanti istirahat saya tunggu kamu di ruangan saya" Ucap Bella kepada Verrel.
"Iya bu" Sahut Verrel mengangguk.
Febby lalu meninggalkan Verrel yang melamun sendiri, bersamaan Aish yang menuju kantor.
Sementara di tangga dekat kelas, Andin tak sengaja mendengar obrolan Iwang dan Bima mengenai pemilihan calon ketua UKM basket.
"Pokoknya jangan sampai Verrel yang terpilih jadi ketua" Ucap Iwang.
"Memangnya siapa aja calonnya?"
"Ya jelas gue lah siapa lagi"
"Kok bisa lo?"
"Ya karena gue jago basket"
Disaat yang sama Reno dan Astra melintas, sehingga mereka mendengar percakapan itu. Tapi mereka buru-buru pergi dan mencari keberadaan Verrel.Dikediaman Vani. Vani diam-diam menyiapkan nasi dan lauk ke dalam rantang, setelah Rifki berpamitan berangkat ke kantor. Tanpa sengaja Anice memergokinya.
"Memangnya itu mau dibawa kemana ma?" Tanya Anice yang mengenakan seragam SMP.
"Kok udah pulang, memangnya nggak sekolah?" Vani sengaja melontarkan pertanyaan balik untuk menghindari pertanyaannya.
"Kebetulan guru-gurunya lagi rapat ma, jadi pulang cepet"
"Ya udah kamu ganti dulu pakaiannya, abis itu makan ya, semuanya udah mama siapin di meja kok"
"Terus mama mau kemana?"
"Mmm..." Vani bingung menjawabnya. "Mau ke kantor papa"
"Pasti papa seneng tuh dibawain makanan sama mama"
"Ya udah mama pergi dulu ya"
Vani kemudian pergi memakai mobil pemberian Rifki. Namun ternyata Vani berhenti di parkiran kantor polisi. Ia pun masuk dan bilang kepada penjaga tahanan kalau ia ingin bertemu dengan Wahyu. Polisi itu memintanya menunggu diruang besuk. Disaat Vani mengeluarkan rantang dari wadahnya, Wahyu muncul dari belakangnya.
"Ada apa?" Tanya Wahyu dengan tatapan yang dingin sembari duduk di hadapannya.
"Aku bawain kamu ini, ayo di makan"
Perlahan-lahan Wahyu meraih sendok itu, menyendok nasi dan juga lauk serta sayurnya. Sudah lama Wahyu tak merasakan masakan Vani. Perutnya jadi makin lapar.
"Pelan-pelan dong mas" Ucap Vani ketika Wahyu menyantapnya dengan terburu-buru.
"Apa kamu kesini sudah izin sama suami kamu?" Tanya Wahyu disela makannya.
"Kalau aku izin, mana mungkin mas Rifki memperbolehkannya"
Wahyu langsung menghentikan makannya. Ia tidak tau apa yang akan terjadi jika Rifki mengetahuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
Ficción GeneralApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...