Andin menagih janji kepada Bima yang asyik bermain motor ditempat balapan liar bersama teman-teman se gengnya. Andin benar-benar geram karena sampai sekarang belum ada tanda-tanda kalau Verrel mau jalan dengannya. Bima bilang ke Andin untuk bersabar, tapi Andin malah tidak sabaran.
"Ya udah biar gue yang bertindak sendiri" Andin meninggalkan Bima dalam keadaan kesal.
"Silahkan aja kalau lo bisa" Bima menyeringai.
Ia jadi tidak konsen ingin balapan meskipun teman-temannya terlihat sangat bersemangat. Didalam hati ia yakin pasti Andin akan kembali mencarinya.Matahari disiang hari terasa sangat menyengat kulit, tapi Vani justru berjalan kaki dengan tatapan yang kosong. Pikirannya kacau. Hampir saja ia menabrak tiang listrik yang ada didepannya. Astaghfirullah...!" Melihat ada masjid diseberang jalan, Vani menyeberang. Ia perlahan-lahan masuk dan mengambil air wudhu untuk melaksanakan ibadah sholat Dzuhur. Setelah sholat, ia benar-benar khusuk memohon doa. Didalam doa ia meminta agar Verrel baik-baik saja, agar Verrel diberi kekuatan dalam menghadapi keegoisan Wahyu. Tak lupa juga ia meminta diberi ketabahan dan kesabaran untuk menjalani hidup. Kebetulan didalam masjid itu masih ada pak ustadz.
Pak ustadz itu sengaja menunggunya sampai selesai. Setelah Vani membereskan mukena, pak ustadz menghampirinya.
"Kamu lagi ada masalah apa?" Tanya pak ustadz.
"Banyak pak ustadz, saya bingung gimana cara menghadapinya, suami saya benar-benar egois, dia tidak pernah memikirkan perasaan anak-anaknya, sampai-sampai dia mengusir anaknya sendiri demi menutupi kesalahan dimasa lalunya" Vani berhenti sejenak. "satu kesalahan besar suami saya, dia adalah seorang pembunuh, dia sudah membunuh suami mantannya" lanjutnya menjelaskan, ia tidak bisa menahan air matanya yang ingin mengalir.
"Saya mengerti, setiap manusia pasti punya masalah, hanya saja apakah kita bisa menyikapinya dengan baik atau tidak, tapi kalau kita lari dari masalah, maka kita tidak akan pernah bisa menyelesaikannya"
"Tapi suami saya itu tidak punya perasaan pak ustadz, saya takut"
"Selagi kita masih punya Allah SWT, kita tidak perlu takut, saya yakin pasti Allah akan memberikan jalan yang terbaik untuk umatnya"
"Terimakasih pak ustadz" ucap Vani setelah beberapa saat merenungi kata-kata yang diucapkannya.
Pikiran Vani sedikit lebih tenang setelah mendapat nasehat dari beliau. Ia seperti mendapatkan kekuatannya kembali.
"Kalau begitu saya pamit pulang, Assalamualaikum" pamit Vani.
"Wallaikumsalam" sahutnya.Sementara itu, Verrel masih berputar-putar di jalan mencari penumpang. Dari tadi perasaan udah muter-muter, ni penumpang pada kemana sih sepi banget!” keluhnya sambil menghentikan taksinya ke pinggir jalan.
Verrel membeli minuman ke warung terdekat. Di saat ia sedang menikmati minuman, tiba-tiba mobil polisi datang berpatroli di tempat tersebut. Seorang polwan muda dan cantik langsung mendekati taksinya yang masih terparkir. Waduh taksi gue!" Gerutu Verrel berlari ingin menyelamatkan taksinya. Belum sempat ia membuka pintu, polwan cantik itu menarik bajunya.
"eiit mau kemana? mau kabur ya...?" Pertanyaan yang bernada menyindir, Verrel menggeleng sambil menunduk.
"ayo ikut" ajaknya sambil menarik tangannya ke mobil patroli.
"nggak usah pegang-pegang” wajah Verrel nampak jutek sambil melepaskan tangannya.
Polwan itu melepaskan topi yang dikenakan Verrel, ia memperhatikan wajahnya yang dipenuhi masalah.
"kenapa dengan muka gue...?"
Nada bicara Verrel seolah-olah sedang bicara pada temannya. Verrel tidak menyadari siapa yang menjadi lawan bicaranya saat ini. Tapi Polwan itu nampak tersenyum.
"kok ada ya, cowok taksi yang jutek kaya kamu" ia membuka pintu mobil patrolinya dan mempersilahkan Verrel masuk. Dengan sangat terpaksa, Verrel mengikuti perintahnya.Ammar menghentikan mobilnya didepan kediaman Bella, tapi Bella terdiam membisu. Bella tidak menyadari kalau mereka sudah sampai.
"Bella sayang..." Tegur Ammar dengan lembut.
"Eh iya" Bella tersadar.
Mendengar ada suara mobil. Wahyu segera mengintip dari tirai jendela. Nampak Ammar tengah menatap lekat Bella sejenak. Sambil menggenggam tangannya, Ammar bilang kita harus menikah secepatnya.
"Gimana kita bisa nikah, kalau papa aja nggak setuju" ucap Bella.
"Tapi mama kamu setuju kan?"
"Iya sih"
"Terus apa lagi yang kamu ragukan? Kita juga berhak bahagia"
"Nanti kita bicarakan lagi masalah ini, saya takut papa lihat kamu disini" Bella agak cemas.
"Oke" Ammar melepaskan genggamannya.
"Kamu harus hati-hati" Bella segera masuk kedalam rumah, dan Wahyu masuk ke kamar sebelum Bella mengetahuinya. Lalu menghubungi Juan.
"Iya bos" jawab Juan dari pinggir jalan.
"Sebentar lagi Ammar akan lewat, ingat, jangan sampai meninggalkan jejak sedikit pun" ancam Wahyu.
"Tenang bos, serahkan semuanya sama saya"
"Oke, saya tunggu kabar baiknya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...