part 71

201 19 4
                                    

Tatapannya kosong sambil menunduk memeluk kaki. Karena sudah kehabisan akal, Rifki lalu menghubungi Vani.
"Hallo Van, kamu sibuk nggak?"
"Nggak kok, Oia gimana dengan keadaan Anice?"
"Aku juga bingung, dia nggak mau makan bahkan nggak mau ngomong"
"Ya Allah...mas Wahyu benar-benar keterlaluan"
"Kamu bisa nggak bujuk Anice supaya mau makan?"
"Ya udah sekarang aku kesana ya"
"Makasih van, kamu tunggu aja disana nanti aku suruh mang Ujang yang jemput"
"Nggak usah aku..."
Tapi Rifki sudah menutup teleponnya sebelum Vani selesai bicara.

Di kampus, Wira, Aldo dan Livia sudah berada diruang meeting. Mereka tengah menunggu kehadiran Verrel dan Febby.
"Verrel mana sih lama banget?" Gerutu Aldo celingak-celinguk menatap pintu.
"Sabar kenapa?" Cerca Livia.
Wira yang duduk disebelah Livia menatapnya lekat-lekat. Semakin Livia menunjukkan sikap jutek, ia malah semakin geregetan ingin mencubit tu bibir. Tentu saja Livia jadi salting nggak karuan.
"Lama banget sih datengnya?" Kali ini justru Livia yang menggerutu untuk menutupi rasa grogi.
"Sorry sorry kita telat..." Jawab Verrel muncul didepan pintu bersama Febby.
"Ya udah sekarang kita mulai aja ya" ucap Livia setelah mereka menduduki kursi yang tersedia.
"Menurut lo bisnis kecil-kecilan apa yang cocok buat kita kembangin?"
"Kalau bisnis kecil-kecilan zaman sekarang sih banyak, tapi yang harus kita pikirkan, bisnis yang simple tapi banyak diminati orang" sahut Febby.
Tampak mereka memutar otak mencari ide. Ekspresi mereka juga bermacam-macam. Ada yang menggigit bibir, ada yang berpangku tangan, ada juga yang memijit-mijit dahi. Sejenak kemudian Verrel sepertinya mendapatkan ide sambil memutar-mutar pena.
"Mmm gimana kalau kita buka cafe mini aja?" celetuknya tiba-tiba.
"Mmm boleh juga sih, tapi kalau sejenis makanan berat kayaknya jangan deh" jawab Wira.
"Kenapa?" Aldo bertanya.
"Kalau makanan berat biasanya sih malam, memangnya lo mau jaga malam kayak satpam?" Livia menyambar pertanyaannya.
"Aldo sih rencananya mau kita jadiin satpam aja hahaha..." Canda Verrel.
"Hahaha..." Mereka ikut tertawa.
"Enak aja nggak mau gue" Aldo menolak. " Verrel aja tuh yang jadi satpam"
"Tiap hari aku udah jadi satpam kok, khusus jagain Febby" nada merayu yang diucapkan Verrel membuat mata Febby mendelik kearahnya sambil tersipu malu.
"Ehemm..." Livia berdehem pelan.
"Kayaknya menu kreatif olahan mie instan cocok deh, tapi kita bikin jadi makanan istimewa, Rolade Mie Instan Isi Sosis, Noodle Sandwich, pizza mie, Donat Mie Mozarela Beef, and mie burger"  ucap Febby dengan mantap.
"SETUJU..." Sahut Wira, Aldo dan Livia dengan penuh semangat.
Cuma Verrel yang menunjukkan ekspresi yang senyum-senyum seperti orang lagi kasmaran.
"Vibi..." Febby mengguncangkan pundaknya. "Setuju nggak?"
"Ide yang brilian, aku setuju banget, tapi ngomong-ngomong Febby bisa masaknya?"
"Hehehe..." Febby cuma bisa nyengir. "Nggak bisa"
"Gampang kok nanti kita bisa pelajari lewat YouTube" celetuk Livia.
"Oke deal"
"Kalau gitu rapatnya cukup sampai disini dulu"
Mereka bubar meninggalkan ruangan.

Akibat permasalahan yang dialami Andin, terpaksa Bella mengadakan rapat dadakan. Ada sebagian dosen ingin Andin dikeluarkan dari kampus, tapi ada juga yang tidak setuju. Bella ingin sekali mendengarkan pendapat Ammar, tapi sayangnya Ammar belum datang. Pikirannya sudah menerawang kepada Mawar. Karena ia tau kalau Ammar sedang menemuinya.
"Saya takut kalau image kampus ini jadi jelek Bu" ucap Bu Fira.
"Iya tapi Andin itu sebagai korban Bu" sahut Bella tidak setuju.
"Kita harus ambil jalan tengah, agar tidak merugikan pihak yang bersangkutan" pak Rektor memberi ide.
"Tapi bagaimana mungkin kita masih membiarkan Andin tetap disini, sedangkan dia sudah mencemarkan nama baik kampus" Bu Fira kembali agak ngotot.
"Andin hanya sebagai korban, tidak seharusnya kita menghakiminya seperti itu" celetuk Ammar muncul dari balik pintu, ia menduduki kursi yang tersedia tepat disamping Bella.
"Benar kata Ammar, kita harus kasih Andin kesempatan.
"Saya akan ikut suara yang terbanyak saja" lirih Bu Fira.
Setelah jawaban mereka banyak yang menyetujui, maka keputusan yang diambil Andin tetap kuliah di kampus tersebut. Sebelum meeting itu bubar, Bella menutupnya dengan mengucapkan terimakasih dan salam.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang