part 61

223 19 0
                                    

Nafas Wira tersengal-sengal menghindari kejaran Bima dan Erry.
"Ciri-cirinya sih kayak Wira, tapi kemana dia perginya?" Bima menatap ke sekitarnya.
"Jangan-jangan dia denger apa yang kita omongin tadi?"
Waktu mereka ingin kembali, tapi pelatihnya memergoki Wira. Wira ingin kabur, tapi kakinya terganjal oleh kaki si pelatih yang memang sengaja ingin menahannya. Wira seketika tersungkur.
"Bangun..." Bima tersenyum sinis menantangnya.
Wira yang tak punya basic bela diri hanya bisa harap-harap cemas, menatap mata mereka yang nanar dan tajam. Baru saja ingin berdiri, ia kembali dijegal.
"Apa yang udah lo denger tadi?" Bima menekannya.
"Gue nggak dengar apa-apa, gue cuma sekedar lewat"
"Nggak usah bohong" kali ini Erry yang angkat bicara dan memukul wajah dan kakinya.
Wira ingin membalas memukul, tapi Bima keburu melepaskan pukulan dan tendangan. Wira meringis menahan sakit memegangi kaki, sedangkan mereka pergi begitu saja meninggalkannya. Nasya yang kebetulan sedang naksi segera menolongnya.

Di puskesmas. Setelah Dokter memeriksa keadaan Mawar dan bilang kalau Mawar tidak mengalami luka serius, Ammar merasa lega.
"Kamu bisa pulang sendiri kan? Saya harus pergi sekarang" ucap Ammar bergegas pergi.
Tapi lagi-lagi Mawar menjatuhkan dirinya seolah-olah tidak mampu berdiri.
"Lutut aku masih lemas, ini efek trauma karena hampir tertabrak tadi" rengek Mawar seperti anak kecil.
Ingin sekali Ammar membungkam mulutnya, tapi ia takut kalau Mawar mengancamnya. Apalagi tadi banyak saksi yang melihat kejadiannya. Dengan terpaksa Ammar menuntunnya.
"Kamu anterin aku pulang ya" ucap Mawar dengan lembut, tapi Ammar hanya menatapnya tak suka.

Verrel dan Febby memplating semua masakannya diatas meja. Mereka mempersiapkan hidangan tersebut dengan sangat cantik. Ada udang asam manis, steak, sup telur puyuh dan telur dadar sosis. Masakan itu terlihat sangat menggugah selera. Minumannya juga sudah dipersiapkan, tinggal tuang saja.
"Ada yang kurang" celetuk Verrel tiba-tiba.
"Kurang apalagi?"
"Sebentar" Verrel berlari mencari ponselnya, tapi dicari-cari tidak ada. Akhirnya ia menemukan ponsel Febby tergeletak dikamar. Febby tercengang ketika Verrel mendekatkan dirinya berfoto-foto alias ber-selfie ria didepan  hidangan itu.
"Narsis banget sih suami gue..." Gumam Febby menatap kehebohannya.
Disisi lain, Bella tengah dirundung gundah gulana didalam kamar. Ia terus kepikiran apa kira-kira yang sedang dilakukan Ammar diluar sana bersama Mawar. Untuk menghilangkan rasa itu, ia membuka lemari. Mencari-cari kemeja dan jas yang senada dengan pakaian yang dipakainya. Namun saat itu juga muncullah sosok Ammar yang ditunggu-tunggu. Menatap Ammar yang buru-buru ke kamar mandi membersihkan dirinya, Bella kembali teringat Mawar.
"Apa Mawar sudah berhasil membuatnya jatuh cinta? Oh tidak, saya tidak boleh berpikir negatif dulu!"
Setelah keluar dari kamar mandi, Ammar sibuk mencari pakaian. Ternyata Bella sudah mempersiapkannya. Bella lalu membantu Ammar mengenakan jas dan membenarkan kerah bajunya.
"Memangnya kita mau dinner romantis ya?" Tanya Ammar setengah bercanda.
"Meskipun bukan dinner romantis, tapi saya harus menjaga penampilan suami saya, supaya tetap rapi"
"Hmmm..." Ammar tersenyum manis. "Ternyata saya tidak salah memilih kamu untuk menjadi seorang istri"
Ammar lalu melingkarkan tangannya ke leher Bella sambil menatapnya lekat-lekat.
"Tapi saya tidak bisa membuat kamu bahagia seutuhnya"
"Saya mohon masalah itu jangan di ungkit-ungkit lagi"
"Ammar Bella..."
Terdengar suara Naya memanggil. Mereka segera keluar menghampirinya.

Nasya masuk ke Alfamart membeli sesuatu, sedangkan Wira menunggu diluar sambil duduk menahan sakit.
"Nih gue beliin obat, tapi jangan geer dulu"
"Iya semua obatnya pasti gue ganti"
"Maksud gue bukan itu"
"Terus apa?" Wira membuka plastik obat itu.
"Maksud gue..., Ya udah deh sini gue obatin" Nasya lalu mengobati luka itu pelan-pelan.
"Udah udah udah" Wira menepisnya pelan.
"Belum juga selesai"
"Perih tau..."
"Iya makanya diem"
Kali ini Nasya mengobatinya dengan penuh perasaan.
Livia yang hendak ke Alfamart itu, seketika memundurkan motornya. Ada rasa dongkol, ada rasa marah, ada juga rasa kecewa. Kenapa gue harus ke Alfa sini coba? Alfa yang lain kan banyak...!" Ia kemudian melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan tempat itu. Hmmm, Via Via..., memangnya lo siapanya Wira? Hahahaa baru di PHP in aja udah kegeeran...!"
Wira dan Nasya saling menatap satu sama lain. Lantas Wira memalingkan wajahnya menatap kearah jalanan. Matanya tiba-tiba mendelik wallpaper ponsel Nasya yang bergambar Verrel.
"Kok ada foto Verrel di hp nya?" Batin Wira bertanya-tanya. "Oia ngomong-ngomong kita belum kenalan" sambil menyodorkan tangan. "Gue Wira"
"Gue Nasya"
"Itu foto siapa?"
"Oh bukan siapa-siapa kok" dengan cepat Nasya memasukkan ponselnya ke saku jaket.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang