part 79

174 19 0
                                    

Setelah membayarnya, Nasya kembali mengajaknya ke salon.
"Eh kita mau ngapain lagi?" Tanya Wira.
"Lo nggak ngaca, tampang kucel rambut acak-acakan kayak begini, gimana gebetan lo mau naksir, sebagai cowok lo harus jaga penampilan, contoh dong tuh kayak si Verrel"
"Verrel...?" Wira kaget, ia jadi ingat dengan wallpaper di handphonenya Nasya.
Khayalan Nasya tentang Verrel pun buyar seketika Wira memetikkan jari ke wajahnya. Lantas Nasya meminta si Mince untuk make over penampilan Wira.
"Oke capcuss" dengan gaya bencong, si Mince mendudukkan Wira.
Sambil menunggu Wira potong rambut, Nasya membaca majalah yang tersedia sambil duduk santai.
"Kalau dilihat-lihat, Nasya cantik juga sih" pikir Wira sambil meliriknya di kaca.

Bella dan Bu Fira menemui Verrel dan teman-temannya yang tergabung dalam pentas drama di ruang UKM. Berhubung ini hari Sabtu, jadi mereka tidak ada jam kuliah.
"Gimana persiapannya?" Tanya Bella.
"Udah 50 persen sih Bu" jawab Verrel.
Bella kemudian membaca skenario drama yang sedang di tulis Verrel.
"Aku ingin kuliah" bacanya sambil manggut-manggut. "Judulnya udah oke tuh, jadi tinggal kalian kembangkan aja ceritanya.
Cerita yang di tulis Verrel mengisahkan tentang perjuangan seorang gadis untuk meraih mimpinya, yaitu kuliah di Universitas favorit, walaupun dengan keterbatasannya yang cuma sebagai penjual koran bersama adiknya. Tak berapa lama muncullah Wira dengan tampilan yang sangat berbeda dari biasanya. Potongan rambut ala-ala kekinian serta fashion yang keren, membuat penampilannya bak bintang sinetron terkenal. Semua orang mata tertuju padanya. Terlebih lagi dengan Livia. Matanya sampai tak berkedip menatap perubahan itu. Wira lalu sengaja menarik kursi yang kosong dan duduk di samping Livia.
"Eh kalian udah pada daftar ikutan touring besok belum?" Celetuknya di keheningan.
"Itu mah gampang, kalian tinggal daftar via SMS atau telepon sama kak Ammar" sahut Febby.
Verrel ingin sekali membuka pembicaraan dengan Febby. Apalagi ia juga sangat berantusias mengajaknya touring, tapi takut kalau Febby marah. Karena yang pegang kuncinya kan Febby. Kalau Febby udah ngasih kuncinya, baru deh ia bisa ngomong.
"Ayo dong kasih kesempatan buat aku ngomong Febby..." Gumamnya dalam hati sambil memanyunkan bibir kearahnya, berharap Febby mengerti dan mengizinkannya bicara. Tapi Febby malah melotot mengancamnya. Terpaksa deh Verrel meletakkan pena dan merentangkan tangan pura-pura pegal.

Mendengar  perusahaannya di Jogja terancam failed, Naya cepat-cepat berkemas dan ingin pulang ke Jogja. Ia hanya membawa tas yang tidak terlalu besar menaiki taksi yang sudah dipesannya sejak tadi. Sementara dari kejauhan, Wahyu yang berada dalam taksi lain sudah mengintainya dari tadi. Wahyu meminta supir untuk mengikutinya. Tak berapa lama, sampailah mereka di terminal bus.
"Mau kemana Bu?" Tanya kernet yang berdiri di samping bus jurusan Jogja - Jakarta.
"Ayo Bu naik, ini busnya udah mau berangkat"
Naya langsung naik, sedangkan Wahyu yang baru turun dari taksi mengejar bus yang sudah berjalan pelan tersebut sambil menggunakan masker.
"AYO PAK..." Si kernet mengulurkan tangan.
Dengan cepat Wahyu menyambut tangan itu sambil meloncat. Wahyu duduk di belakang dan terus mengawasi Naya.
"Kemanapun kamu pergi aku akan terus mengikuti kamu Naya, sampai kamu mau menerima aku!"
Naya gelisah handphonenya tidak ada didalam tas.
"Gimana aku mau ngasih tau Ammar sama Bella kalau hp ketinggalan?"
Ia kebingungan. "Ya udah deh nanti aja kalau udah sampai"

Masih di kampus, semua yang tergabung dalam drama musikal mempunyai tugas masing-masing. Untuk mencari ide, Verrel butuh ketenangan. Makanya ia memilih duduk dibawah pohon sendirian sambil memegang buku dan pena, agar lebih fokus dan tidak terganggu oleh masalah yang sedang dihadapinya. Sementara di bangku taman, Febby diam-diam memperhatikannya yang fokus menulis cerita. Setelah selesai, Verrel kembali membuka ponsel dan melihat foto-fotonya yang bersama Febby. Tak terasa matanya terpejam efek tidak tidur semalaman. Meskipun perasaan kecewanya Febby masih menggumpal, tapi ia tidak tega. Lantas ia mendekat dan menyandarkan kepala Verrel ke bahunya.
"Febby..., Kamu jangan jauh-jauh dari aku" Verrel mengigau pelan.
Namun tiba-tiba Febby mendapat telepon dari Rita. Karena terlalu berantusias ingin menerima telepon itu, Febby lekas berdiri, sehingga kepala Verrel roboh ke bawah.
"Aauu..." Verrel kaget dan tersadar.
Di lihatnya ada seseorang sedang menerima telepon didepannya, namun posisinya membelakangi dirinya.
"Febby bukan sih...?" Ia mencoba mengingat ciri-ciri pakaian yang dikenakan Febby, tapi berhubung kepalanya agak pusing karena terbentur tadi ia jadi lupa-lupa ingat.
Sedangkan Febby sudah menghilang entah kemana.
Sementara didepan lobby, Ammar bertanya pada salah satu mahasiswa, apakah Bella hari ini ke kampus atau tidak? Mereka bilang Bu Bella baru saja keluar dari ruang UKM, kemungkinan ada di kantor. Namun ternyata Bella tak sengaja lewat.
"Ibu Bella..." Tegur Ammar.
"Pak Ammar panggil saya?"
"Mmm ada sesuatu yang ingin saya bicarakan, kita bisa duduk di sana?"
Meskipun terlihat canggung, tapi Bella mengikuti Ammar menuju bangku taman.
"Besok kamu harus ikut saya touring sama anak-anak" ucap Ammar duduk disampingnya.
"Mmm touring kemana?"
"Ya kemana saja"
"Tapi, gimana dengan Mawar?"
"Kamu tidak perlu memikirkannya, biar itu jadi urusan saya"
Ia kemudian memeriksa semua pesan yang masuk serentak ke ponselnya.
"Saya sama Livia ikut touring pak" ia membaca pesan dari Aldo.
"Jangan lupa catat nama saya pak, Wira"
"Reno juga ikut"
"Saya Astra pak"
Beberapa pesan tersebut dibaca satu persatu. Terakhir pesan dari Verrel. Tapi ia agak ragu, soalnya Febby lagi hamil. Kalau harus naik motor sampai sejauh itu kasihan nanti sama baby-nya.
"Nggak usah khawatir kak, biar aku sama Febby naik mobil"
Setelah mendapat pesan lagi dari Verrel, barulah ia lega.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang