Saat Vani menyiapkan makan dimeja, tiba-tiba ia kepikiran Bella. Begitu juga dengan Naya, ia terus memikirkan Ammar. Mereka menghubungi anaknya masing-masing.
"nomor yang anda tuju sedang sibuk"
Begitulah nada telpon yang mereka dengar. Apakah ini pertanda baik atau buruk?" Batin Vani berkecamuk. Tapi tiba-tiba Verrel meneleponnya.
"Assalamualaikum Verrel, kamu gimana kabarnya nak? Apa kamu nggak kangen sama mama?" Tanya Vani menahan kerinduan.
"Verrel kangen banget sama mama, apalagi sama masakan mama" jawabnya.
"Ya udah kamu kasih tau alamat dimana kamu tinggal, biar mama bisa anterin masakan kesukaan kamu" riang Vani.
"Nggak usah repot-repot ma, kalau anak buahnya papa tau bisa bahaya buat mama, Verrel nggak mau kalau mama disakitin lagi sama papa"
"Oia, apa kamu tau kak Bella lagi dimana?"
"Mmm mungkin kak Bella lagi sama pak Ammar kali ma, soalnya mau ada event tahunan di kampus, jadinya super sibuk"
"Ooo gitu" Vani merasa sedikit tenang.
"Udah dulu ya ma soalnya Verrel mau ngerjain tugas sama temen, assalamualaikum" ucap Verrel berbohong.
"Wallaikumsalam" sahut Vani.
"Maafin Verrel ya ma, Verrel nggak bermaksud ngebohongin mama" lirih Verrel setelah menutup telepon.Setelah melaksanakan ijab qobul dan sah, semua mengucapkan hamdalah. Bella mencium tangan Ammar sebagai tanda bakti kepada suami. Lalu dengan lembut dan mesra, Ammar mencium keningnya. Semua memberi selamat kepada mereka yang sedang berbahagia. Tak henti-hentinya Ammar menatap wajah Bella yang terus tersenyum.
"Akhirnya kita sah menjadi suami istri" ucap Ammar membelai pipinya.
Bella tak bisa berkata-kata kecuali senyum yang dilukiskannya untuk Ammar. Bella sungguh tidak menyangka kalau ia akan menikah secepat ini tanpa berpacaran terlebih dahulu. Tapi ia juga senang karena sosok Ammar lah yang akan menjadi teman hidupnya didalam suka dan duka. Mereka melangkah keluar sambil bergandengan tangan. Tampak diluar kereta kuda yang sudah didesain sedemikian rupa telah siap mengantarkan mereka.
"Kereta kuda..." Bella agak kaget, tapi sekaligus juga senang.
"Ya" Ammar mengangguk. "maaf kalau saya cuma bisa menyiapkan ini" lanjutnya.
"Tapi saya suka" riang Bella mengajaknya naik.
"Sebentar" Ammar menahannya, lalu ia naik duluan agar bisa menyambut tangan Bella.
Meskipun sederhana, tapi bagi Bella itu sangat berkesan. Bella jadi teringat sewaktu tinggal di Jogja. Waktu itu ia masih kecil, dan ia sangat gembira saat pertama kali diajak Papanya naik kereta kuda bersama Verrel.
"Sayang..." panggil Ammar.
"Iya" jawabnya lembut.
"Kamu tau nggak sih, ini pertama kalinya lho saya naik delman"
"Oia, masak sih"
"Iya"
Lama kelamaan Bella bersandar di pundak Ammar. Ammar pun mengelus bahunya. Keromantisan mereka cukup sederhana, tapi mampu membuat pak kusir semakin iri saja.Dari pinggir jalan, Juan menghubungi Wahyu yang sedang berada di kantor pak Bahar, tapi Wahyu sengaja tidak ingin menerimanya dulu. Lagi-lagi ponsel Wahyu berbunyi. Karena tak ingin diganggu, Wahyu mematikan ponselnya.
"Oia sampai dimana pembicaraan kita tadi?" Tanya Wahyu.
"Saya sudah memecat Verrel seperti yang anda minta" jawab Bahar.
"Bagus, jadi kesempatan Verrel untuk menjadi aktor semakin lebar" Wahyu tersenyum sinis. "Ini bayarannya" ia memberikan sebuah amplop yang berisi uang.
"Oke terimakasih, senang bisa bekerjasama sama dengan anda" ucap pak Bahar setelah menghitung uang itu.
Saat berada didalam mobil, Wahyu menyalakan ponsel dan menghubungi Juan. Juan melaporkan kalau Ammar sudah membodohinya, jadi ia tidak tau Ammar pergi kemana.
"Dasar nggak becus" maki Wahyu penuh emosi. "Ngatasin satu orang aja nggak bisa"
"Bukannya begitu bos" sangkal Juan tak mau disalahkan.
"Aaagh..." Dengan emosi Wahyu menutup telepon.
"Waduuh dimatiin lagi, alamat dipecat nih" keluh Juan.Di beranda kosan, Verrel melamun. Diwaktu yang sama Nasya datang menghampiri. Nasya memberikan kunci mobil taksi miliknya agar Verrel bisa kembali naksi, tapi Verrel menolaknya secara halus, karena ia tidak mau merepotkan Nasya.
Disisi lain, Lisa sibuk memilih baju untuk Andin.
"pokoknya kamu harus tampil cantik" ucap Lisa dengan semangat.
"biasa aja dong ma nggak perlu segitunya juga" sahut Andin.
"kita kan mau ke tempat Verrel, masak dandanan kamu biasa-biasa aja, harus cantik dong" seru Lisa.
Mendengar kata Verrel, raut wajah Andin berubah jadi semangat 45.
"nah ini dia" Lisa memberikan baju yang dirasa sangat cocok untuknya. "siapa tau kalian itu berjodoh" riangnya.
Sementara Vani sibuk memasak bersama bik Yati pembantu barunya.
"memangnya siapa yang mau datang bu, kok masaknya banyak banget?" bik Yati agak kepo.
"ini spesial bik, soalnya calon pacarnya Verrel mau dateng" riang Vani.
"Ooo...” bik Yati tertegun sambil sambil mempersiapkan masakannya di atas meja.
"tapi kok den Verrel nggak pernah keliatan dirumah ya Bu?” tanya bibik sambil membantunya membereskan meja makan.
Pertanyaan itu membuat hati Vani terenyuh. Terdengar suara bel berbunyi.
"Biar saya yang bukain pintunya Bu" bik Yati menawarkan diri.
"Udah bik biar saya aja nggak apa-apa" Vani bergegas membuka pintu. "Andin...cantik banget...” riang Vani begitu melihat kalau itu Andin dan Lisa.
"tante gimana kabarnya baik-baik aja kan?" Seru Andin bertanya.
"alhamdulillah baik, masuk yuk" ajak Vani.
Mereka mengikuti Vani ke ruang makan, namun Andin berhenti ketika melihat foto seorang pemuda tampan yang terpajang diatas meja hias. Foto tersebut tak lain adalah Verrel. Ia menatap foto tersebut sambil mengingatnya, namun tiba-tiba Verrel berada di belakangnya.
"Lo siapa?" Tanya Verrel.
"eh sorry" Andin terpaku melihat ketampanan Verrel meskipun agak dingin.
"Verrel..., Kamu pulang nak?" Riang Vani yang tiba-tiba muncul.
"Verrel kesini cuma mau ngambil buku yang ketinggalan ma" jawab Verrel.
"udah ngambil bukunya ntar aja, sekarang kita makan dulu yuk" ajak Vani menarik tangannya.
"duluan aja ma Verrel mau ke kamar dulu" Verrel lalu ke kamar mencari buku.
Setelah diam beberapa saat, Andin menuju ruang makan menyusul Vani. Tidak berapa lama, Verrel bergabung bersama mereka.
"tante...” sapa Verrel sambil tersenyum.
"kalian berdua itu memang cocok banget ya, yang satu cantik yang satu ganteng, pokoknya aku setuju" riang Lisa menatap mereka berdua.
Verrel menghentikan makannya. "maksud tante...?"
"maksudnya kita setuju kalau kalian deket lagi kaya dulu, waktu kalian masih kecil" jawab Vani dengan cepat.
Andin minum air putih sambil memperhatikan Verrel.
"Prok prok prok..." Wahyu bertepuk tangan menyaksikan keakraban mereka, ia tersenyum sinis menatap Verrel. "Kenapa? Udah nggak sanggup hidup diluar sana?"
Verrel ingin menyambar perkataannya, tapi Vani keburu memberi tanda agar Verrel tetap duduk.
"Mas kenapa sih datang-datang bukannya nanya kabar malah marah-marah kayak gini?" Tanya Vani, membuat Andin dan Lisa jadi bingung
"Ya aku cuma mau ngebuktiin omongannya, itu aja" jawab Wahyu tak ingin disalahkan.
"Asal mas tau, Verrel itu datang cuma mau ngambil buku" maki Vani begitu Verrel pergi tanpa pamit.
Tak ingin membuat keadaan semakin rumit, Lisa mengajak Andin pulang.
Sementara diluar, Bima tengah bersembunyi dibalik dinding. Rupanya Bima mendengar percekcokan mereka. Jadi selama ini Verrel diusir sama papanya? Bagus sih, ini bisa jadi senjata buat gue hehehe...!"
Saat Verrel keluar dengan perasaan kecewa, Bima cepat-cepat menyelamatkan diri masuk kedalam bagasi mobil Andin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati
General FictionApakah dibenak kalian pernah terpikir, bahwa didunia ini ada seorang Dosen tampan yang killer dan tegas takluk dengan seorang gadis yang berhijab dan berpenampilan sederhana? Mereka adalah Ammar dan Bella. Bella sering datang ke kampus, karena Bella...