part 12

258 13 4
                                    

Ammar berpapasan dengan Bella di koridor kampus. Ammar bilang ada hal penting yang ingin dibicarakannya. Bella jadi semakin penasaran kira-kira Ammar ingin membahas tentang apa, lalu ia mengajaknya duduk di bangku taman di belakang kampus. Ammar diam sejenak, ia masih bingung ingin memulai pembicaraan dari mana.
"Ammar..." Tegur Bella membuyarkan kebingungannya. "Kamu mau ngomong apa?"
"Mmm besok kita harus menikah"
Mata Bella langsung membulat.
"Iya, kita menikah"
"Tapi gimana dengan papa? Pasti papa nggak akan setuju" nada bicara Bella agak meninggi.
"Justru itu kita harus menikah secara siri"
"Tapi saya nggak setuju kalau kita menikah siri"
"Saya hanya ingin menyatukan keluarga kita yang telah lama retak, siapa tau kalau kita sudah menikah, hubungan mereka kembali baik"
Sejenak Bella berpikir. Perkataan Ammar memang ada benarnya, siapa tau dengan begitu, sikap Papa bisa berubah, apalagi kalau misalnya nanti punya anak, pasti papa seneng!"
"Apa kamu meragukan ketulusan saya?" Tanya Ammar menatap matanya.
"Bukan begitu"
"Terus apalagi?"
Bella menghela nafas dalam-dalam sebelum mengiyakan keputusannya. Dengan perasaan yang bahagia, Ammar mengucap syukur. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Bella menerima pinangannya. Meskipun itu hanya secara siri.

Febby tengah tertidur pulas didalam kamarnya. Rupanya setelah diantar Verrel tadi, Febby tidak bisa menahan rasa kantuknya. Didalam tidur, ia tengah memimpikan Verrel yang memperlakukannya dengan romantis. Di sekelilingnya sudah ada bunga-bunga mawar putih yang berbentuk love menghiasi. Verrel menyatakan cinta dengan berjongkok, sambil memberikan setangkai bunga yang diambilnya dari taman itu sendiri. Tidak cuma Febby yang baper, daun-daun dan bunga-bunga yang menyaksikan juga ikut bergoyang, seolah-olah mereka merasakan apa yang sedang Febby rasakan. Febby tidak bisa berkata-kata kecuali terus menebar senyum.
"Apa kamu mau jadi pacar aku?" Tanya Verrel.
"Iya aku mau" jawabnya malu-malu.
Verrel menyelipkan setangkai bunga itu di telinganya, lalu memeluknya dengan erat. Sangking senangnya, Febby sampai terjatuh dari tempat tidur dalam keadaan memeluk guling. AAUU...!" Febby meringis kesakitan memegangi bokongnya.
Febby baru sadar kalau ternyata ia cuma mimpi. Secara tidak sadar, ia melemparkan guling itu keatas tempat tidur sambil menggerutu.

Verrel sengaja memberhentikan taksinya diseberang jalan rumahnya. Verrel ingin menemui Vani, tapi setelah mengingat kalau Wahyu mempunyai beberapa bodyguard, ia mengurungkan niatnya. Verrel sangat berharap bisa melihat mamanya meskipun dari jauh, tapi sepertinya Vani sedang tidak ada, karena keadaan terlihat sepi. Verrel kangen banget sama mama...!" Lirihnya sedih.
Tapi ia tidak bisa berdiam lama di sana, karena mata-mata Wahyu terus mengintai.

Didepan butik, Lisa nampak berpamitan kepada Vani, kemudian pergi mengemudikan mobilnya. Lisa adalah mamanya Andin sahabat lamanya Vani. Di dalam perjalanan Lisa merenung sambil menyetir. Lain kali aku mau ajak Andin ke rumahnya Vani, biar Andin bisa deket lagi sama Verrel kaya dulu, siapa tau mereka jodoh!" Ia tersenyum, lalu menghubungi Andin yang berada di cafe anak muda bersama teman-temannya.
"Iya ma" jawab Andin.
"kamu tau nggak, mama barusan ketemu sama Vani" riang Lisa.
"oia, terus mama ketemu sama Verrel juga?" Andin begitu semangat.
"nggak, tapi kamu tenang aja kapan-kapan kita bisa datang ke rumahnya, ya udah ya mama lagi di jalan soalnya" Lisa lalu menutup telponnya.
"Di matiin lagi" keluh Andin menghela nafas.
"Emang Verrel itu siapa? gebetan lo?" Tanya Rika.
"kenalin dong sama kita-kita" seru Dian.
"dia temen kecil gue, sebenarnya dia juga satu kampus sama gue, tapi susah banget ngedapetinnya" keluh Andin.
"hai semuanya” sapa Bina yang baru saja datang.
"Gue duluan ya" Andin beranjak pergi bersama Bima.
"Kok bisa sih...?"
"Siapa lagi tuh?"
Celetuk mereka melongok menatap kepergian Andin bersama Bima.

Lagi-lagi Verrel tertangkap basah oleh polwan cantik yang pernah mengejarnya beberapa waktu yang lalu. Sambil menyetir polwan cantik itu memperhatikan wajah Verrel yang sepertinya kesal dengan dirinya.
"kenapa kamu parkir sembarangan?" Si polwan mulai menginterogasi.
Verrel cuma manyun manyun nggak jelas. Namun polwan itu tidak sengaja
melihat seorang Ibu di seberang jalan bersama laki-laki. Lho itu kan mama...!" Gumamnya.
Ia menghentikan mobilnya, kemudian fokus memperhatikan perempuan yang disebutnya mama itu.  Berhubung mata si polwan sedang meleng, Verrel tidak menyia-nyiakan kesempatan. Diam-diam ia membuka pintu mobil dan kabur. Mama ketemu sama siapa ya?" Si polwan hendak kembali menyetir, tapi ia terkejut melihat Verrel sudah tidak ada lagi.
"haah... kok nggak ada" ia melihat ke belakang dan mencari Verrel di sekitarnya.
Sementara Verrel yang bersembunyi di balik pohon asyik menahan tawa melihat polwan kebingungan mencari dirinya. Kasian deh lo gue kerjain” serunya. Nampak dari kejauhan polwan itu pergi, sedangkan ia menghubungi Febby.
"Wir jemput gue dong, gue lagi di kejar sama polisi nih" Verrel pikir ia menelepon Wira, padahal nomor yang dihubungi ternyata nomor Febby.
"Nama gue Febby bukan Wira" sahut Febby tak bersemangat.
"udah pokoknya lo jemput gue sekarang, gue lagi di jalan Kebayoran" tegas Verrel menutup telpon.
"Idih emang gue siapanya dia, pake bilang jemput gue sekarang gue lagi di jalan Kebayoran" ejek Febby menirukan nada ucapannya. "Tapi kasian juga sih" setelah beberapa saat terdiam.
Febby bergegas keluar ingin memakai motor, tapi didepan sudah ada Ammar yang baru pulang.
"Mau kemana?" Tanya Ammar.
"Temen Febby lagi ada masalah serius kak, kasian" Febby mengiba.
"Ya udah hati-hati"
Verrel gelisah menunggu sambil berdiri dibawah pohon. Tidak berapa lama Febby muncul menjemputnya.
"Lama banget sih" gerutu Verrel.
"Emangnya gue Valentino Rossi" balas Febby.
Verrel langsung nempel dijok motornya, tapi Febby malah menoleh kearahnya.
"Ayo jalan, sesuai aplikasi ya Bu" pinta Verrel setengah bercanda.
"Hehehe..., Bisa aja ya lo"
"Kan gue ngojek" canda Verrel lagi. "Ya udah sini biar gue yang bawa" setelah Febby meliriknya.
Febby turun dari motor membiarkan Verrel yang membawanya.
"Mau dianter kemana bu?" Tanya Verrel serius.
"Mau kemana terserah pak supir aja deh" jawabnya ingin tertawa.
Tak henti-hentinya Verrel ingin tersenyum sambil membawa motor. Febby begitu menikmati setiap sentuhan angin yang menerpa tubuhnya. Ia tak ingin cepat sampai, agar tetap bisa bersama Verrel. Duh, gue pegangan nggak ya...?" Batinnya bergejolak antara ingin pegangan atau tidak, sedangkan goncangan selalu datang disaat jalanan bergelombang. Dengan sigap Verrel melingkarkan tangan Febby ke pinggangnya. Febby hanya senyum-senyum menatap punggungnya.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang