part 31

237 15 0
                                    

Pemakaman Bella diadakan tepat di hari Minggu. Ada banyak orang yang menangis kepergiannya. Baik dari keluarga, teman-teman maupun orang terdekatnya, kecuali Wahyu. Meskipun dihati Wahyu ada penyesalan, tapi ia tak ingin menunjukkan kesedihannya. Terlihat beberapa orang menggali tanah untuk proses pemakaman Bella. Sangat berat bagi Ammar untuk mengantar Bella sampai ke liang lahat, tapi ia tidak bisa menolak takdir. Begitu juga dengan Verrel. Sosok kakak penyayang yang ia miliki selama ini kini telah tiada. Air mata terus mengalir dipelufuk matanya. Terlebih lagi dengan Vani yang telah melahirkannya. Setelah Ammar dan Verrel memasukkannya kedalam liang lahat. Verrel kemudian membantu Wira dan Aldo menimbun tanah itu walaupun bibirnya terasa kelu dan tangan terasa gemetar. Setelah itu Ammar memimpin membaca doa seperti yang pernah diajarkan oleh pak ustadz kepadanya. Sementara dari kejauhan, Bella menatap mereka sambil menggunakan kacamata hitam.
"Aku minta maaf kepada kalian semua, aku tau ini adalah keputusan yang salah, tapi ini cara satu satunya, supaya papa sadar bagaimana rasanya kehilangan keluarga...!" Dengan menahan tangis, Bella membatin. Nampak Vani dan Ammar masih menaburkan bunga diatasnya. Tiba-tiba Verrel berteriak memanggil kak Bella sambil mendongakkan wajahnya ke atas langit.
"Verrel..." dengan lembut Vani menenangkannya. "Kita pulang ya" ajaknya.
"Nggak ma, Verrel yakin kak Bella masih hidup" tolaknya mentah-mentah.
"Kamu nggak boleh begini nak"
"Verrel yakin ma yang kita kubur ini bukan kak Bella" Verrel terus berusaha meyakinkan mereka, tapi mereka menganggap kalau jiwa Verrel sedang terguncang.
Febby semakin tidak tega melihatnya. Diwaktu yang sama, tanpa berpamitan Wahyu meninggalkan mereka.

Menjelang siang, Bima mengendap-endap didepan rumah Andin disaat Andin sedang berbincang bincang dengan Lisa diruang tamu.
Diam-diam Bima mengintip dari balik jendela.
"Heeh siapa itu?"
Andin seperti melihat bayangannya.
"Memangnya ada siapa?" Lisa melihat kearah yang dimaksud Andin.
Tapi begitu Andin keluar tidak ada siapa-siapa. Gue yakin tadi ada orang disini, tapi siapa? Jangan-jangan maling...!"
Andin bergidik ketakutan mendekati Lisa.
"Kenapa kamu jadi ketakutan gitu? Orang nggak ada apa-apa kok"
"Tapi beneran tadi Andin liat kayak ada bayangan gitu lho ma"
"Palingan juga dipikiran kamu bayangannya Winda" Lisa kembali duduk.
"Hampir aja gue ketauan" keluh Bima dari balik pagar.
"Kapan sih ma Andin bertunangan sama Verrel?" Andin kembali membuka obrolan setelah terdiam beberapa saat.
"Ya sabar dong, mereka juga lagi berkabung, nggak enak juga kan kalau kita ngomongin masalah pertunangan disaat mereka sedang kehilangan" jelas Lisa memberi pengertian.
"Oia, tadi kenapa mama nggak datang ke pemakaman kak Bella?"
"Tadi maag mama mendadak kumat, tapi mama udah ngucapin belasungkawa lewat SMS kok"

Sepulang dari pemakaman, Ammar jadi suka mengurung diri di kamar. Meskipun Naya sudah mengetuk pintu kamarnya beberapa kali, tapi Ammar seolah-olah tak mendengar. Setelah suara ketukan pintu tidak terdengar lagi, barulah ia bangun. Ammar kembali membaca surat peninggalan dari Bella.
"Sayang..., apa saya harus menikahkan Febby dengan Verrel seperti yang kamu inginkan? Kalau memang itu yang membuat kamu bahagia, apapun akan saya lakukan...!"

Febby mencari-cari Verrel, ternyata Verrel tertidur pulas di atas rumah pohon. Febby menatap wajahnya lekat-lekat.
"Aku tau Vibi masih sedih...!" Lirihnya.
Tak terasa tangan Febby mengelus kening dan rambutnya. Merasakan kasih sayang yang begitu tulus, Verrel terbangun dan memeluknya dengan erat.
"Kak Bella...!"
Verrel mengira kalau yang dipeluknya itu adalah Bella.
"Bener kan yang Verrel bilang, kak Bella pasti masih hidup, kak Bella nggak mungkin ninggalin kita semua"
"Maaf, aku..." Terpaksa Febby bersuara.
"Kamu bukan kak Bella?" Verrel mengendurkan pelukannya. "Kenapa kamu bisa ada disini?"
"Aku sengaja ngikutin kamu" jawabnya manja.
Febby membiarkan Verrel bersandar dipundaknya.
"Dulu aku sama kak Bella sering banget main kesini" ucap Verrel tersenyum tipis.
"Oia..."
Verrel mengangguk.
"Kita kesana yuk" ajak Febby sambil menatap air terjun yang berada dibawah.
Verrel mengikuti Febby menuju Curug indah yang memiliki ketinggian kurang lebih tiga meter. Debit airnya sangat deras, sehingga membentuk kolam di bawahnya. Verrel duduk diantara bebatuan sambil tersenyum menikmati indahnya alunan suara gemercik air yang bersenandung syahdu. Sementara Febby asyik memainkan air di pinggir kolam air terjun.
"Dingin kan" canda Febby memercikkan air kolam itu ke wajah Verrel.
"Kata siapa dingin, panas kok, tuh" balas Verrel sambil tertawa riang.
Berhubung bajunya sudah basah akibat candaan itu, Verrel menarik Febby sekalian basah-basahan dibawah air terjun. Namun sejenak kemudian, Febby menggigil kedinginan, sedangkan mereka tidak membawa pakaian ganti.
"Febby kedinginan ya?" Tatap Verrel. Febby hanya mengangguk pelan. Verrel lalu mendekapnya dari belakang. Setidak-tidaknya ia bisa menghangatkan tubuh Febby untuk sementara.
"Kita keatas yuk" Verrel menggenggam tangannya. "Febby tunggu disini sebentar ya" pintanya setelah berada didekat rumah pohon, sementara ia naik keatas ngambil jaket atau sweater yang dibawanya tadi.
"Kok dipakein ke Febby?" Tanya Febby saat Verrel mengenakan jaket itu padanya.
"Itu tandanya Verrel sayang sama Febby" jawabnya datar.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang