part 43

257 21 0
                                    

Melihat Bella melamun diruang makan, Naya menghampirinya. Apa ini ada hubungannya dengan perempuan itu?" Pikir Bella sambil mengingatnya.
"Dari pada ngelamun terus, kenapa kamu nggak ke kampus aja?"
"Iya juga ya" jawab Bella setelah menghela nafas. "Ya udah kalau gitu Bella langsung ke kampus aja ya"
Naya mengangguk sambil tersenyum. Sambil menyetir, Bella terus kepikiran dengan kata-kata yang dilontarkan Ammar semalam. Kebetulan ia melihat Mawar dipinggir jalan sedang kesusahan mengganti ban mobil.
"Sepertinya ini petunjuk yang tepat" gumam Bella menghentikan mobilnya di belakang Mawar.
"TIIIN..."
Suara klaksonnya membuat Mawar kejedut pintu akibat kaget.
"SIAPA SIH BERISIK BANGET..."
Begitu melihat Bella keluar dari mobil, Mawar tercengang dan refleks melepaskan ban yang dipegangnya. Tentu saja ban itu mendarat indah diatas kakinya.
"AUU..." ia meringis kesakitan.
"Kenapa dengan kakinya?" Bella pura-pura tidak tau.
"Udah tau sakit malah nanya" cerca Mawar agak pelan.
"Kita perlu bicara"
"Oke kebetulan sekali"
"Tapi nggak disini"
"Terserah maunya dimana, kamu tentukan saja tempatnya"
"Oke, nanti saya share lock tempatnya"
Bella pun kembali ke mobil menuju arah kampus.

Didalam kantor, pak Rektor dan juga Ammar tengah menasehati Andin.
"Memfitnah berarti menebar fakta palsu secara sengaja, harus kamu ketahui bahwa penderitaan akibat fitnah ini tidak hanya dirasakan oleh orang yang difitnah saja, akan tetapi aktor utama yang menebar fitnah pun akan merasakan akibatnya yang lebih besar jika ia tidak segera meminta maaf dan bertaubat, sebab, orang yang suka memfitnah orang lain sebenarnya ia sedang menata penderitaan hidupnya sendiri, cepat ataupun lambat" ucap Ammar dengan panjang lebar.
"Dan perbuatan kamu itu justru mengantarkan diri kamu ke dalam jurang kehinaan di dunia, lebih-lebih di akhirat" pak Rektor menambahkan.
Entah mendengar atau tidak, Andin cuma bisa menunduk dan menyesali perbuatannya, tapi itu hanya sekedar pura-pura. Dari garis bibirnya saja menunjukkan kalau ia sedang menahan kesal.
"Kamu harus mempertanggungjawabkan perbuatan kamu" tegas Ammar.
"Maksud pak Ammar?"
"Ya kamu harus bisa mengembalikan kepercayaan yang sudah kamu hancurkan"
"Caranya gimana pak?" Andin berlagak sok polos.
"Kamu ini mahasiswa, jadi saya rasa tidak perlu diajari lagi"
"Hidup gue kok sial mulu sih" gerutu Andin dalam hati.
"Oia satu lagi, kamu diberikan sanksi untuk menghafal hadist, menulis potongan ayat Al- Qur’an beserta artinya" lanjut Ammar.
"HAAH..." mulut Andin menganga lebar.
"Kenapa? Masih kurang?"
"Nggak nggak pak, permisi" Andin lalu pergi begitu saja. "Aagh kenapa harus ditambah menghafal hadits menulis Al-Qur'an segala sih? Udah tau gue nggak ngerti apa-apa tentang Qur'an...!" Ia mengeluh panjang. "Gue harus cari Bima"

Pulang kuliah, Febby sudah menunggu Verrel didekat motornya. Namun Verrel sengaja jalan pelan-pelan layaknya seorang pengantin. Karena tak sabar menunggu, Febby menjemputnya.
"Kayak pengantin aja sih jalannya lama banget"
"Emang sengaja"
Kali ini Febby yang mengenakan helm di kepala Verrel dengan terburu-buru.
"Sekarang biar Febby yang bawa"
"Ah yang bener..., Emangnya Febby bisa bawa motor gede kayak gini?"
"Jangan ngeremehin aku, liat ya" dengan pede Febby menaiki motor tersebut dan memainkan gasnya, tapi Verrel masih ragu. "Ayo buruan naik"
"Iya" meskipun ragu, tapi Verrel naik.
Memang agak terlihat konyol sih kalau laki-laki dibonceng sama cewek. Pakai moge lagi. Begitu Febby melepaskan koplingnya, Verrel hampir saja jantungan, karena motornya sedikit loncat. Mulutnya menganga menahan ketakutan, tapi untungnya Febby bisa mengendalikan motor tersebut. Sontak Verrel memeluk pinggang Febby erat-erat.
"Hahahaa..." Febby malah tertawa ngakak.
"Malah ketawa lagi"
"Kenceng amat pak meluknya, takut ya...?" Ledek Febby.
"Aku bukannya takut, tapi kaget" Verrel agak mengendurkan pelukannya karena tidak mau dicap penakut.
"Ah yang bener..."
"Ya bener lah"
"Oke siap ya" seru Febby dengan semangat.
"Oh no..." batin Verrel memberontak sambil berpegangan erat pada sisi motor.
"Pegang aja nggak usah gengsi" ucap Febby meraih tangan Verrel dan meletakkannya di pinggangnya.
Mereka melaju kencang menembus cuaca sore.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang