part 94

171 16 22
                                    

Febby berupaya menggapai selimut itu, namun tidak sampai.
Verrel berinisiatif membantu, tapi justru arah ketiaknya hampir menelan seluruh wajah Febby.
"Iih Ayah..." Dengan berlagak sok jijik Febby menyingkirkan tangan yang berotot tersebut.
"Hehehe..." Sambil cengengesan Verrel sengaja mengenduskannya.
Tak pelak jari Febby memelintir pinggang sang suami. Verrel menjerit manja.
"Wangi begini kok, mana ada dalam kamusnya Verrel bau nggak ada, Verrel itu selalu wangi di manapun dan kapanpun..."
Febby tidak mendengarkan kata-kata Verrel yang membanggakan dirinya itu. Ia justru mengingat kejadian saat menolong Dokter Jihan dan suaminya di Rumah Sakit. Febby baru menyadari kalau suaminya Jihan meninggal. Dan saat itu pula ia mendapatkan donor mata.
"Apa mata ini...?" Kata-kata Febby terhenti sambil berpikir.
Verrel mengangguk pelan sebelum Febby meneruskan kata-katanya.
"Jadi yang mendonorkan mata untuk Bunda itu suaminya Tante Jihan?"
"Iya"

Ammar memperhatikan Mawar yang lagi asyik berenang di kolam rumahnya dari kaca. Ia jadi semakin yakin kalau Mawar memang tidak sedang hamil. Lantas ia mendekati Mawar yang ingin naik ke tepi.
"Apa kamu yakin kalau kamu lagi hamil?"
Mawar langsung tercekat.
"Terus kamu pikir aku bohong" Mawar berupaya menutupi rasa gugupnya.
"Kalau begitu, sekarang juga kita ke Dokter"
"Kan aku udah cek ke Dokter"
"Itu kan Dokter bayaran kamu"
Mawar sepertinya kehabisan kata-kata untuk menjawab.
"Kenapa kamu diam? Ayo, saya tunggu kamu di mobil"
Mawar kebingungan mencari ide atau alasan yang tepat untuk menolaknya, sedangkan Ammar sudah beranjak keluar.
"Aduuh ayo dong berpikir..." Gerutunya panik, sementara Ammar memantaunya dari balik pintu.
"Saya yakin kamu sekarang lagi mencari alasan untuk menolak ajakan saya Mawar!"

Di kampus, Bella menenangkan para mahasiswa yang ingin mengisi KRS. Sedangkan Mila sendiri sebagai senior sudah kewalahan. Akibat harus didata secara manual, mereka berebut ingin duluan saling berdesak-desakan, tapi keadaan malah semakin kacau. Mereka tidak peduli dengan himbauan Bella agar tetap tertib. Terpaksa Bella mengambil pengeras suara.
"TOLONG PERHATIAN..." Dengan lantang Bella menghadap ke mereka. "BERHUBUNG PROGRAMMNYA SEKARANG LAGI ERROR, DILANJUTKAN LAGI BESOK, OKE SEMUANYA BUBAR..."
Mereka membubarkan diri secara serentak. Mila menarik nafas lega sambil mengibas-ngibaskan tangan di depan wajahnya. Tiba-tiba saja tubuhnya terasa gerah setelah menghadapi pasukan mahasiswa-mahasiswa itu.
"Untung Ibu cepat datang" ucap Mila menghirup udara lepas dan menghembusnya pelan-pelan.
"Kenapa bisa Error? Apa kamu bisa memperbaiki programnya?"
"Saya juga nggak tau Bu, tapi insyaallah akan saya usahakan"
"Tolong kamu perbaiki secepatnya ya, karena itu harus segera diselesaikan dalam waktu dua hari lagi"
"Baik Bu"

Malampun tiba. Tampak Febby sudah mengenakan gaun kesayangannya, tapi ia tidak bisa mengancingkan gaun yang terletak di bagian punggungnya itu.
"Tolong kancingin yah" pinta Febby menyodorkan punggung kepada Verrel yang lagi mengancingkan  kemejanya.
Febby menyibakkan rambutnya yang panjang tergerai saat Verrel ingin mengancingkan gaun itu. Namun Verrel agak kesusahan.
"Bisa nggak?" Tanya Febby sembari mengikat rambut.
"Kok susah ya...?"
"Masak nggak bisa sih yah?"
"Iya nggak bisa, tuh" meskipun Verrel tetap berusaha, tapi tubuh Febby yang rada menggendut membuatnya kesulitan mengenakan kancing itu.
"Ayo coba lagi" pinta Febby.
"Nggak bisa Bunda, jangan dipaksain"
Akibat terus dipaksa, alhasil kancingnya lepas dan menggelinding didekat kaki Febby.
"Aduh lepas Bunda..." Verrel mulai menciutkan wajah sambil memungut kancing tersebut.
"Ya udah Ayah berangkat aja sendiri, Bunda nggak jadi" gerutu Febby merajuk duduk didepan cermin.
"Ya nggak bisa gitu dong, pak Rifki kan ngundang kita"
"Ayah sama mama aja yang pergi, biar Bunda yang jagain si kembar"
"Masak Bunda nggak pergi sih? Lagian masalah si kembar bisa kita ajak kok" bujuk Verrel mendekatinya.
"Kalau Bunda bilang nggak ya nggak" nada bicara Febby mulai keras.
"Tapi..."
"Udah deh, aku paling nggak bisa dipaksa-paksa" belum juga Verrel selesai bicara tapi Febby sudah memotongnya cepat.
Dengan penuh kekecewaan, Verrel keluar hampir menabrak Vani yang ingin mengetuk pintu kamarnya.
"Kita berangkat ma" ajak Verrel buru-buru.
"Lho Febby sama si kembar mana?"
"Udahlah kita berangkat berdua aja" sambil berjalan keluar.
"Apa kalian ada masalah?" Sembari mengiringi Verrel.
"Nggak ada kok ma, mungkin Febbynya lagi kecapean aja"
Meskipun terasa kecewa tapi Verrel tidak ingin mengatakan yang sebenarnya. Lagipula baginya itu hanya masalah sepele, jadi tidak perlu di ceritakan.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang